Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi akan mengumpulkan para menteri pertanian negara anggota G20. Tujuannya, meningkatkan koordinasi dengan para menteri keuangan dalam rangka menjajaki tindakan untuk mengatasi kerawanan pangan yang berkembang dan masalah terkait.
Hal ini seperti yang pernah dilakukan dalam presidensi G20 yang saat itu membahas pandemi dengan memanggil para menteri kesehatan.
Advertisement
"Presidensi G20 Indonesia bekerja sama dengan Arab Saudi, dan didukung oleh beberapa anggota G20, serta organisasi internasional mengusulkan seruan untuk aksi global untuk mengatasi kerawanan pangan yang semakin meningkat," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Seminar Internasional: Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Sri Mulyani mengatakan dalam mengatasi masalah ini perlu terus menggunakan instrumen dan perangkat kebijakan. Termasuk pembuatan kebijakan fiskal dan kebijakan sektoral yang mengeksplorasi strategi yang bisa mengatasi situasi kerawanan pangan.
Dia berharap dengan pertemuan tersebut bisa menghasilkan langkah konkret seperti pembentukan Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) ketika mengumpulkan para menteri kesehatan dan menteri keuangan negara anggota G20.
"Kami berharap hal yang sama juga dapat dilakukan dengan memperkuat kemampuan kami untuk memobilisasi, tidak hanya pembiayaan, tetapi yang terpenting, koordinasi kebijakan, lintas negara dan didukung oleh organisasi internasional," tuturnya.
Dampak Kenaikan Harga Energi
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menekankan pentingnya masyarakat global dan forum multilateral membahas ancaman krisis pangan yang sudah ada di depan mata. Terutama terkait dampak kenaikan harga energi dan pangan yang sangat berpotensi mengganggu sektor keuangan.
Menurutnya Presidensi G20 bisa mengambil peran utama dengan mengembangkan tindakan nyata. Semangat gotong royong, dan multikulturalisme yang kuat diyakininya bisa menghasilkan s cara dan mengatasi masalah ini secara efektif.
"Bersama-sama, kita bisa membuat dunia lebih baik, dan kita masih terus memiliki harapan dan optimisme bahwa dunia bisa pulih bersama, pulih lebih kuat, terima kasih banyak," kata dia mengakhiri.
Reporyter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
Negara Berkembang Terancam Tak Bisa Bayar Utang
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut, sejumlah negara berkembang dan berpendapatan rendah berpotensi tak bisa bayar utang. Sebab, adanya kenaikan harga komoditas secara global yang juga mempengaruhi tingkat ekonomi negara berkembang.
Ada tiga faktor yang menjadi dasar dari pernyataan Sri Mulyani ini. Pertama, kenaikan harga energi, kedua, kenaikan harga pangan, dan ketiga, tekanan inflasi. Ketiga hal ini akan berimbas pada kemampuan negara berkembang di seluruh dunia.
“Kita mulai sebelum pandemi dan kemudian karena pandemi karena sudah menggunakan ruang fiskal kita yang berimplikasi pada peningkatan posisi utang. Sekarang, dengan ancaman rangkap tiga ini akan menjadi lebih kompleks yang sangat mengerikan untuk dikelola,” katanya dalam pembukaan Finance Minister and Central Bank Governors (FMCBG) Meeting G20, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Menurutnya, sudah ada banyak negara berpenghasilan rendah berada dalam kondisi kesulitan karena utang. Kemudian, negara berkembang lainnya memiliki potensi tak mampu membayar utangnya tahun depan.
“Sekitar 60 persen dari negara-negara berpenghasilan rendah sudah berada dalam atau mendekati kesulitan utang. Sementara negara-negara berkembang mungkin tidak dapat memenuhi pembayaran utang selama satu tahun ke depan,” ujarnya.
Semakin Meluas
Ia menegaskan ini bukan satu atau dua kasus luar biasa. Ia memprediksi dengan tekanan yang ada, tak mampunya negara untuk membayar utangnya akan semakin meluas kedepannya. Maka, peran menteri keuangan, gubernur bank sentral, organisasi internasional dan lembaga multilateral menjadi penting.
“Tantangan signifikan ini berada di atas masalah global yang belum terpecahkan seperti yang kita semua bicarakan dalam dua tahun terakhir, yaitu pandemi COVID 19, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan iklim, dan juga keberlanjutan utang yang ada di banyak negara berpenghasilan rendah,” katanya.
“Ini semua menciptakan rintangan yang signifikan untuk tujuan bersama kita, yaitu Presidensi G20 Indonesia sudah dipilih saat itu ketika kita melanjutkan kepresidenan dari Italia yang ingin kita lihat pada 2022,” paparnya.
Advertisement