Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masih bisa bertahan di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan perang Rusia dengan Ukraina. Terbukti, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,1 persen di kuartal I 2022. Bahkan, ekonomi Indonesia menjadi salah satu yang terbaik di dunia.
"Kalau kita lihat Indonesia ekonomi terbaiknya di dunia di tengah di gejolak perang Ukraina ini," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dikutip dari Antara, Jumat (15/7/2022).
Advertisement
Indikasi ekonomi yang kuat itu, menurut Luhut, bisa dilihat dari kinerja ekspor yang positif selama 26 bulan terakhir. Begitu pula tingkat inflasi yang terjaga dengan baik. "Kita salah satu negara yang inflasinya terbaik di dunia. Ini perlu kita syukuri," katanya.
Luhut juga menampik anggapan sejumlah pihak yang menyamakan kondisi Indonesia dengan Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan. Luhut meminta agar mereka yang mengkritik demikian agar bisa melihat data-data yang ada.
"Jadi kalo ada yang ngomong kita mau samakan dengan Sri Lanka, bilang dari saya, sakit jiwa itu. Lihat data-data yang baik. Suruh datang ke saya, dia. Orang bilang, Nih Pak Luhut nantang. Bukan nantang ya. Supaya dia jangan membohongi rakyatnya, jangan kepentingan politiknya di bikin-bikinin," tegasnya.
Menurut Menko Luhut, dalam keadaan sulit seperti saat ini, semua pihak harus kompak.
"Jangan membohongi rakyatnya. Itu saya nggak suka melihat itu. Jadi untuk dia populer, dia bikin berita-berita bombastis yang membohongi rakyat. Itu saya pikir ndak adil dan tidak benar," pungkas Luhut.
9 Negara Ini Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka, Ada Indonesia?
Sri Lanka menghadapi krisis terburuk dalam sejarah. Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengatakan upaya negara untuk menyiapkan dana talangan dari Dana Moneter Internasional tertunda akibat parahnya krisis keuangan.
Tetapi Sri Lanka bukan satu-satunya negara yang memiliki masalah ekonomi serius karena harga makanan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya telah meningkat buntut dari perang di Ukraina, dikutip dari voanews.com, Rabu (13/7/2022).
Ada 9 negara-negara yang disebut bisa terancam bernasib seperti Sri Lanka. Termasuk Afghanistan, Argentina, Mesir, Laos, Lebanon, Myanmar, Pakistan, Turki, dan Zimbabwe.
Diperkirakan sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi krisis yang melibatkan pangan, energi, atau sistem keuangan mereka.
Sebuah laporan bulan lalu oleh Kelompok Tanggap Krisis Global dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, sekitar 1,2 miliar orang tinggal di negara-negara "badai sempurna".
Itu adalah istilah yang berarti individu yang tinggal di negara-negara tersebut berisiko tinggi mengalami krisis akibat kenaikan biaya dan masalah jangka panjang lainnya.
Setiap negara memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Tetapi mereka semua berbagi risiko yang meningkat dari inflasi. Pengamat mengatakan, beberapa biaya telah didorong lebih tinggi oleh perang Rusia dengan Ukraina. Bank Dunia memperkirakan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang tahun ini akan lima persen di bawah level sebelum pandemi COVID-19.
PBB mengatakan lebih dari separuh negara termiskin di dunia mengalami atau berisiko menghadapi masalah utang.
Advertisement
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa Mundur Usai Istana Diserbu Massa
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa telah mengumumkan dia akan mundur setelah pengunjuk rasa menyerbu kediaman resminya dan membakar rumah perdana menteri.
Namun, dilansir BBC, Minggu (10/7/2022), baik PM maupun presiden tidak berada di gedung pada saat itu.
Ratusan ribu orang turun ke ibu kota Kolombo, mendesak Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri setelah berbulan-bulan protes atas salah urus ekonomi. Rajapaksa akan mengundurkan diri pada 13 Juli.
PM Wickremesinghe telah setuju untuk mengundurkan diri.
Ketua parlemen mengatakan presiden memutuskan untuk mundur "untuk memastikan penyerahan kekuasaan secara damai" dan meminta masyarakat untuk "menghormati hukum".
Pengumuman itu pun memicu letusan kembang api perayaan di kota.
Seorang pengunjuk rasa, Fiona Sirmana, yang berdemonstrasi di rumah presiden, mengatakan sudah waktunya "untuk menyingkirkan presiden dan perdana menteri dan memiliki era baru untuk Sri Lanka".
"Saya merasa sangat, sangat sedih karena mereka tidak pergi lebih awal karena jika mereka pergi lebih awal tidak akan ada kehancuran," katanya kepada Reuters.
Sri Lanka mengalami inflasi yang merajalela dan berjuang untuk mengimpor makanan, bahan bakar dan obat-obatan di tengah krisis ekonomi terburuk negara itu dalam 70 tahun.
Negara tersebut kehabisan mata uang asing dan harus memberlakukan larangan penjualan bensin dan solar untuk kendaraan pribadi, yang menyebabkan antrean bahan bakar selama berhari-hari.
Protes di Sri Lanka
Peristiwa luar biasa yang terjadi hari Sabtu tampaknya merupakan puncak dari protes damai selama berbulan-bulan di Sri Lanka.
Kerumunan besar berkumpul di kediaman resmi Presiden Rajapaksa, meneriakkan slogan-slogan dan mengibarkan bendera nasional sebelum menerobos barikade dan memasuki properti.
Rekaman online menunjukkan orang-orang berkeliaran di rumah dan berenang di kolam renang presiden, sementara yang lain mengosongkan laci, mengambil barang-barang presiden dan menggunakan kamar mandi mewahnya.
Kontras antara kemewahan istana dan bulan-bulan kesulitan yang dialami oleh 22 juta orang di negara itu tidak hilang dari para pengunjuk rasa.
"Ketika seluruh negeri berada di bawah tekanan seperti itu, orang-orang datang ke sini untuk melepaskan tekanan itu. Ketika Anda melihat kemewahan di rumah ini, jelas bahwa mereka tidak punya waktu untuk bekerja untuk negara," kata Chanuka Jayasuriya kepada Reuters.
Advertisement