Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tengah mengikuti proses agar dapat diterima sebagai anggota penuh Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Indonesia sendiri telah meraih status sebagai Observer FATF pada 2018 silam.
Koordinator Kelompok Substansi Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah mengatakan, posisi sebagai anggota FATF secara penuh akan sangat menguntungkan Indonesia.
Advertisement
Selain bisa langsung terlibat dalam kebijakan yang dikeluarkan Satgas Aksi Keuangan untuk Pencucian Uang Dunia tersebut, Indonesia akan membuka koneksi sekaligus mendapat citra baru di mata dunia.
"Sangat menguntungkan dong, karena kita ikut mewarnai kebijakan-kebijakan yang diambil oleh FATF. Selama ini kan kita tidak ikut, tidak menentukan kebijakan-kebijakan yang ada," kata Natsir kepada Liputan6.com, Jumat (15/7/2022).
"Hal lainnya sih, kita dinilai baik di mata dunia internasional," ujar dia.
Natsir menceritakan, Indonesia saat sedang menjalani proses evaluasi. Asesor sudah datang untuk melihat perkembangan dari rekomendasi yang sudah dikeluarkan oleh FATF, untuk dinilai sejauh mana Indonesia telah menjalankan dan melaksanakan segala ketentuan yang dipersyaratkan.
"Nanti sampai tanggal 14 Agustus, asesor dari Finansial Action Task Force on Money Laundering melakukan evaluasi terhadap kepatuhan kita, atas rekomendasi yang dikeluarkan oleh FATF," imbuh dia.
Pasca mendapatkan evaluasi, asesor kelak akan mempertimbangkan, apakah Indonesia pantas untuk direkomendasikan ke jenjang FATF untuk bisa mendapat status sebagai anggota penuh di kelembagaan.
"Kira-kira awal tahun depan, nanti ada sidang FATF yang dilakukan untuk menentukan diterima atau tidaknya. Tapi kita berharap untuk Indonesia diterima lah, karena persiapan yang sudah dilakukan Indonesia itu cukup baik," tuturnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Indonesia Anggota FATF, Pelaku Pencucian Uang Spesialis Pemilu Bakal Gigit Jari
Indonesia sedang menjajaki penilaian untuk menjadi anggota penuh Financial Action Task Force (FATF). Namun, ada sedikit tantangan dalam implementasinya kedepan.
Direktur Eksekutif Center of Economy and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkap tantangan tersebut. Menurutnya proses ratifikasi aturan nantinya akan membutuhkan waktu.
"Ratifikasi aturan di level legislatif hingga kementerian lembaga yang butuh waktu. Tapi itu wajar asalkan ada komitmen dari presiden dan menteri keuangan dan menkopolhukam untuk mendorong berbagai ratifikasi aturan FATF," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (14/7/2022).
Dari sisi proses menuju anggota penuh, ia memandang saat ini adalah waktu yang tepat. Pasalnya, momennya mendekati dengan pemilihan umum (pemilu) yang dinilai rawan terhadap tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Justru momentum nya mendekati pemilu 2024 dimana money politic dan pencucian uang diperkirakan cukup marak maka keanggotaan tetap Indonesia di FATF harus direalisasikan segera," ujarnya.
Terpisah, Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda melihat peluang indonesia dalam menangani TPPU akan semakin lengkap. Artinya, Indonesia bisa turut serta dalam pembahasan standar penanganan kasus.
"Terlebih di era digital ini yang saya rasa masuknya Indonesia ke FATF akan memberikan insight baru bagi K/L terkait di dalam negeri," katanya.
Di sektor bisnis, perusahaan dalam negeri juga dosebut akan lebuh dipercaya oleh perusahaan global. Ini dinilai akan membawa dampak positif yang lebih baik.
"Selain itu, perusahaan dalam negeri juga bisa lebih diterima oleh perusahaan global yang memang sudah menetapkan standar tertentu bagi kerjasama antar instansi/perusahaan," ujarnya.
Advertisement
Ikut Standar Global
Lebih lanjut, Huda memandang Indonesia perlu segera menerapkan stardar internasional dalam menangani TPPU. Ini bisa dicapai dengan jadi anggota penuh di FATF.
"Dengan menjadi anggota penuh FATF, saya harapkan instrumen APU-PPT (Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme) dalam negeri semakin mengikuti standar global," katanya.
Ia merujuk pada laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal transaksi mencurigakam selama 2021. Ia melihat datanya meningkat cukup tajam dari sebelumnya.
"Artinya adalah semakin banyak dugaan tindakan pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Di tengah pandemi, banyak laporan keuangan mencurigakan yang muncul dari pihak swasta ataupu pemerintah. Ini menjadi alarm bagi rezim Anti Pencucuian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT)," tuturnya.