Liputan6.com, Jakarta Kusta masih menjadi masalah yang tak bisa dianggap sepele di Indonesia. Penyakit yang menyerang kulit hingga ke sarafnya ini perlu ditangani sejak dini agar tak berujung pada disabilitas fisik.
Penanganannya pun perlu dilakukan oleh berbagai pihak tak terkecuali masyarakat umum dan para pemuda. Seperti yang dilakukan dua pemuda dari Indramayu, Ninik dan Andi. Keduanya bergabung dalam program Post Exposure Prophylaxis and Community (PEPCOM) yang diusung Yayasan NLR Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Indramayu.
Advertisement
Ninik yang masih berstatus mahasiswi dan Andi sebagai pemuda di Desa Pondoh Indramayu menjadi relawan atau kader yang menyebarkan informasi soal kusta kepada warga sekitar.
“Awalnya saya ditawari oleh pihak Puskesmas Pondoh untuk menjadi kader kusta, ya saya deal oke, ini kan intinya membantu masyarakat atau warga. Pada 8 Maret ada bimbingan teknis dan Alhamdulillah sampai sekarang masih berjalan sosialisasi (kusta) ke tetangga dan saudara,” ujar Andi kepada Health Liputan6.com saat ditemui di Desa Segeran, Indramayu, Rabu (6/7/2022).
Untuk sementara, sosialisasi yang dilakukan masih menyasar orang-orang terdekat seperti keluarga, tetangga, dan teman-teman tongkrongan. Sejauh ini, Andi mengatakan belum ada kesulitan yang berarti saat menjalankan tugas sebagai kader.
“Tugas saya kan cuma memberitahu atau menerangkan soal penyakit kusta. Alhamdulillah masyarakat sekitar juga mau mendengar apa yang saya omongin, tidak ada kesulitan yang berarti, intinya keikhlasan dari saya.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Endemi Penyakit Kusta
Tak berbeda jauh dengan Andi, Ninik yang masih duduk di bangku kuliah juga memutuskan menjadi kader agar desanya bebas dari kusta. Ia adalah penduduk asli Desa Segeran, Indramayu yang juga merupakan desa endemik kusta.
“Alasannya kan Desa Segeran itu endemi penyakit kusta, ya harapan saya dapat membangun Segeran menjadi lebih sehat, terhindar dari penyakit kusta.”
Gadis berhijab ini juga mendapat pengarahan dari pihak Puskesmas soal penyakit kusta. Dengan demikian, ia dapat meneruskan informasi yang benar sehingga tidak terjadi simpang-siur.
“Kita mensosialisasikan pertama ke keluarga dulu, terus ke teman dekat biar tahu apa itu kusta dan cara-cara pencegahannya.”
Menurut Andi, sebelum adanya sosialisasi kusta, masyarakat tidak mengetahui apa itu kusta. Bahkan, ia sendiri adalah kader sekaligus pasien kusta.
“Saya juga sebelum dikasih bimbingan teknis enggak sadar kalau saya itu kena, setelah menjadi kader saya berpikir jangan-jangan saya kena. Saya memberanikan diri periksa ke puskesmas dan benar saya positif kusta.”
Advertisement
Ternyata Kena Kusta Juga
Awalnya, Andi menemukan bercak putih di bagian dadanya. Bercak tersebut tak dihiraukan karena tidak mengganggu. Namun, lama kelamaan bercak itu membesar dan setelah mengetahui informasi tentang kusta, rasa curiga pun mulai muncul sehingga diperiksa ke puskesmas dan segera ditangani.
“Mantri (dokter) bilang enggak apa-apa yang penting obatnya diminum. Alhamdulillah saya jadi kader, jadi saya tahu ciri-ciri kusta dan segera ditangani. Soalnya ini kalau dibiarkan bisa fatal.”
Biasanya, bercak kusta tidak terasa (baal) ketika disentuh. Namun, bercak pada dada Andi tetap terasa ketika disentuh.
“Jadi menurut saya sih enggak tentu penyakit kusta itu selalu baal. Tapi ini (bercak) dari tahun 2018 dikasih obat macam-macam kok enggak sembuh-sembuh.”
Andi pun baru menyadari bahwa itu adalah gejala kusta di tahun 2022 setelah menjadi kader. Ia pun sudah melakukan pengobatan selama dua bulan belakangan.
“Saya sudah 2 bulan jalan, jadi pengobatannya tinggal 4 bulan lagi.”
Seperti diketahui, pengobatan kusta bisa berjalan lama yakni dari 6 hingga 12 bulan. Ini tergantung pada gejala yang ditemukan. Jika bercak kurang dari 5 maka pengobatannya 6 bulan, jika lebih dari 5 maka pengobatannya 12 bulan.
Rangkul Remaja Lain
Melihat kasus Andi, Ninik pun mengatakan bahwa masyarakat harus tahu tentang penyakit kusta. Sosialisasi dapat dilakukan secara bertahap agar masyarakat terbuka dan teredukasi.
Pasalnya, orang-orang yang kena penyakit kusta cenderung minder dan mengisolasi diri. Masyarakat menganggap bahwa ini adalah penyakit yang sangat menular dan stigma negatif lainnya.
“Kita harus melakukan sosialisasi agar stigmanya turun dan pasien mau berobat karena kalau terlambat kan akan menimbulkan disabilitas.”
Sebagai remaja, cara Ninik merangkul remaja lain agar peduli terhadap sosialisasi dan penanganan kusta adalah memberikan edukasi ringan baik saat perkumpulan maupun melalui media sosial.
“Kita kan sekarang menggunakan media sosial nah kita bisa memanfaatkannya untuk menyebar informasi secara luas di media sosial tersebut jadi lebih mudah.”
Selain secara daring, sosialisasi juga bisa dilakukan di pertemuan-pertemuan tertentu seperti pengajian rutin.
“Memang perlu dijadwalkan dan ditentukan waktu-waktu yang tepat untuk sosialisasi ini,” ujar Ninik.
Advertisement