Soal Baku Tembak Polisi, DPR Sebut Bharada E Gunakan Senjata Tidak Wajar

DPR menilai ada kejanggalan soal baku tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Ferdy Sambo. Sebab Bharada E gunakan senjata tidak wajar

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Jul 2022, 03:17 WIB
DPR bersama pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Jabatan Hakim

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Pandjaitan menyoroti sederet kejanggalan hasil penyelidikan kepolisian dalam kasus baku tembak yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol, Ferdy Sambo. Salah satunya adalah senjata yang dipakai Bharada E sangat tidak wajar.

Adapun, terdapat insiden baku tembak antara Bharada E dan Brigadir Yoshua pada Jumat, 8 Juli 2022 di kediaman Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo. Istri Kadiv Propam disebut mengalami pelecehan seksual oleh Brigadir Yoshua. Dalam kejadian tersebut, Brigadir Yoshua dinyatakan meninggal dunia.

Menurut Trimedya, kejanggalan pertama terjadi dari jenis senjata yang dipakai Bharada E ketika baku tembak dengan Brigadir Yoshua. Di mana Bharada E kala itu disebut memakai senjata api (senpi) berjenis Glock-17.

"Kalau dulu, bukan sersan balok lah ya istilahnya ya, dan itu biasanya AKP (pakai Glock-17) atau kapten yang pegang jenis senjata itu, karena senjata itu kan mematikan," ujar Trimedya dalam webinar yang disiarkan lewat Instagram @diskusititiktemu, Sabtu (16/7/2022).

Pasalnya, Trimedya menilai jika senjata yang dipakai Bharada E tidaklah wajar, karena senpi jenis itu bukan untuk anggota yang berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada). Dia menempati tingkatan pangkat terendah dalam golongan Tamtama. Sedangkan Brigadir Yoshua menggunakan pistol jenis HS-9.

"Sama seperti yang disampaikan Pak Arianto tadi harusnya dia (Bharada E) laras panjang," tutur dia.

Kejanggalan kedua, lanjut politikus PDIP, tidak ada bukti tembakan maupun bekas hasil kejadian yang ditampilkan penyidik. Padahal polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).

"Olah TKP-nya, kalau dikatakan tembak menembak itu kan sampai sekarang (sejak Jumat lalu) ini 8 hari ya kita tidak pernah, paling tidak pers boleh masuk. Ada enggak bekas tembak tembakan itu di sekitar rumahnya di dinding atau ditangga, darah kan nggak pernah ada (ditampilkan)," ujarnya.

Atas hal itulah, Trimedya merasa apa yang disampaikan pihak kepolisian berkaitan baku tembak tersebut sulit untuk diterimanya. Karena, bukti kejadian baku tembak tidak secara penuh disebarkan kepada pihak kepolisian.

"Kita orang hukum, keliatannya ya akal sehat kita dibalikin, nah itu kan harusnya ada. Nggak mungkin dong orang tembak tembakan, tapi nggak ada bekas darahnya, kaca pecah atau apa itu kan nggak pernah diliatin," ujar dia.

 

 

 


Janggal Karena Tidak Ada Barang Bukti yang Diekspos

Bahkan, Trimedya Panjaitan juga menyoroti kejanggalan ketiga perihal jumpa pers yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Trimedya memandang adanya ketidaksiapan yang seakan ditutupi oleh pihak kepolisian ketika merilis kasus ini.

Berawal dari keterangan pertama yang disampaikan, Divisi Humas Mabes Polri pada Senin 11 Juli 2022, tampak tidak ada kesiapan dalam merilis kasus tersebut. Ditambah, konferensi pers yang berlangsung esok harinya oleh Polres Metro Jakarta Selatan yang tidak ada barang bukti yang disuguhkan ke publik.

"Aneh, saya tahun 91 sudah jadi pengacara, nggak pernah tuh saya lihat ada konpres barang bukti tidak ditunjukkan, itu nggak ditunjukkan BB-nya, itu selongsong seperti apa, jenis senjata seperti apa," tuturnya.

Trimedya juga merasa ada rasa sangsi ketika Kapolres Metro Jakarta Selatan merilis kasus tersebut dengan menutup lembar putih yang dipegangnya tanpa menunjukkan kepada awak media yang hadir.

"Belum lagi kita bicara otopsi, Kapolres Jaksel itu saat konpers itu mungkin hari Selasa itu dia konpers. dia pegang kertas, ya enggak tau kertas apa itu apakah kertas ringkasan otopsi atau apa, gitu loh," tutur dia.

"Biasanya kan diberikan kesempatan, karena itu konpers, wartawan close up. hasil itu, ini kan nggak," tambah dia.

 

Suasana rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan , Rabu (13/7/2022). Rumah dinas Kadiv Propam Polri ini diduga menjadi lokasi penembakan yang menewaskan Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Telepon Kapolri Karena Ada Kejanggalan

Dari sederet kejanggalan tersebut, dia lantas menghubungi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membentuk tim khusus guna mengusut kasus ini bahkan menginginkan adanya otopsi ulang terhadap jasad Brigadir Yoshua.

"Nah mudah-mudahan karena ini hampir satu minggu, minggu depan ada titik terang yang diberikan tim khusus ini. Supaya masyarakat percaya dan ini kado ulang tahun Polri yang agak bagus menurut saya," imbuh dia.

Sekadar informasi, sosok Jenderal Bintang Dua Ferdy Sambo sedang menjadi sorotan, pasca-insiden berdarah baku tembak antarpolisi yang terjadi di rumah dinasnya.

Di mana baku tembak yang melibatkan Bharada E berujung tewasnya Brigadir Yoshua akibat tertembus timah panas. Kejadian itu terjadi pada Jumat (8/7/2022) pukul 17.00 WIB di rumah dinasnya.

Pada baku tembak tersebut ditengarai adanya dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir Yoshua kepada istri Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo. Untuk saat ini kasus ini pun telah ditangani Polres Metro Jakarta Selatan dan Tim Khusus bentukan Kapolri.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

Infografis Kronologi Baku Tembak Anak Buah Irjen Ferdy Sambo Versi Polisi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya