Liputan6.com, Jakarta - Chickin, startup budi daya unggas berbasis di Indonesia, telah meraih pendanaan awal (seed funding) dengan nominal yang tidak diungkapkan yang dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari beberapa investor lain.
Pendanaan ini akan mengakselerasi misi Chickin dalam meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.
Advertisement
Chickin akan mengalokasikan pendanaan ini untuk berfokus pada peningkatan pertumbuhan, sumber daya manusia, teknologi, akuisisi mitra, dan pemberdayaan peternak demi memastikan kualitas terbaik dan tingkat produksi yang maksimal.
Startup Chickin didirikan pada tahun 2020 oleh Ashab Alkahfi (Co-Founder & President), Tubagus Syailendra (Co-Founder & Chief Executive Officer), Ahmad Syaifullah (Co-Founder & Chief Technology Officer).
Sebelumnya mereka telah aktif terlibat dalam membudidayakan ayam sebagai peternak selama lima tahun terakhir.
Berdasarkan pengalaman itu, mereka menyadari adanya inefisiensi dalam budi daya ayam serta industri yang sangat terfragmentasi, serta siklus panen dan konsumsi ayam bergerak sangat cepat. Oleh sebab itu, supply dan demand tidak terkendali.
Chickin memanfaatkan dan mengintegrasikan Internet of Things (IoT) dan manajemen data untuk meningkatkan pendapatan peternak dengan menghemat biaya pakan melalui pengendalian iklim.
Selain itu, Chickin menyediakan pembiayaan dalam input peternakan serta kanal untuk menjual ayam berkualitas tinggi kepada pelanggan business-to-business (B2B) melalui transparansi data (pencocokan pasokan dan permintaan).
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Monitoring Dashboard
Chickin menawarkan solusi teknologi berupa perangkat lunak berbasis komputasi awan bagi para peternak, yang memungkinkan mereka melakukan manajemen budi daya efektif dengan monitoring dashboard, transparansi pengawasan ternak, dan alat manajemen kandang.
Selain itu, Chickin juga memproduksi perangkat keras dengan integrasi IoT dalam menciptakan FCR (Food conversion ratio) optimal.
Perangkat tersebut memungkinkan penyesuaian dan pengaturan iklim yang cocok untuk ayam dalam memastikan peningkatan produktivitas.
"Semua alat ini diciptakan seefisien mungkin, terjangkau oleh para peternak, dan mudah digunakan. Kami memiliki tujuan besar untuk menciptakan ketahanan pangan dalam konsumsi ayam broiler di Indonesia," kata Ahmad.
Advertisement
Akusisi 150+ Lokasi Peternakan
"Kami sadar bahwa ayam merupakan protein hewani yang dapat dikonsumsi oleh semua orang," tutur Tubagus.
"Dengan total pasar domestik yang sangat besar, ditambah dengan pertumbuhan konsumsi tahunan sebesar 16% berdasarkan tren historis selama lima tahun terakhir, Chickin memiliki misi untuk menjangkau pasar potensial yang belum tergarap di industri perunggasan dengan bermitra dengan beberapa pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir untuk memasuki pasar melalui ekosistem yang kami buat,” sambung Tubagus.
Sejauh ini, Chickin mengklaim telah memberikan dampak pada ribuan peternak dan mengakuisisi lebih dari 150+ lokasi peternakan dengan kapasitas populasi lebih dari 2,6 juta ayam.
Potensi Besar
Mereka juga telah dipercaya oleh lebih dari 200 klien yang terdiri dari berbagai merek perusahaan food and beverage (F&B) terkemuka, food catering, dan food processing.
Di samping itu, Chickin menyebut telah mengalami pertumbuhan pendapatan lebih dari 50 kali lipat dalam setahun terakhir.
"Kami senang menyambut Chickin ke dalam ekosistem East Ventures. Agrikultur merupakan salah satu sektor yang kurang terdigitalisasi tapi penting untuk Produk Domestik Bruto kita," ujar Melisa Irene, Partner East Ventures.
Sektor ini, kata Melisa, memiliki potensi sangat besar mengingat ayam merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk konsumsi sehari-hari masyarakat Indonesia.
Advertisement