Liputan6.com, Jakarta - Seluruh negara anggota G20 menyoroti pelaksanaan transparansi pajak internasional. Ini berkaitan dengan standar transparansi pajak yang dipandang perlu untuk disepakati secara kolektif.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap, ini berkaitan dengan dua pilar yang dibentuk G20 bersama The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Kedua pilar itu kembali menjadi sorotan dalam pertemuan ketiga tingkat Menteri Keuangan dan Bank Sentral negara G20.
Advertisement
“Para anggota G20 menggarisbawahi urgensi bantuan teknis dan peningkatan kapasitas melaksanakan kesepakatan dua pilar tersebut,” katanya dalam konferensi pers di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), ditulis Minggu (17/7/2022).
Kedua pilar itu adalah pertama kemajuan signifikan telah dicapai dalam mengelaborasi aturan teknis yang komprehensif dari hak perpajakan baru untuk yurisdiksi pasar. Kedua kemajuan termasuk finalisasi komentar terhadap aturan modern untuk membantu negara-negara membawa pax minimum global ke dalam undang-undang domestik.
“Anggota juga mendukung kemajuan yang dicapai dalam penerapan standar transparansi pajak yang disepakati secara internasional,” katanya
Ia menyebut, negara anggota G20 juga turut menyambut penandatanganan Deklarasi Bali yang dilakukan 11 negara Asia. 11 negara ini sepakat untuk saling bertukar data dan informasi dengan tujuan transparansi pajak.
Dalam keterangannya, G20 menyerukan OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) untuk menyelesaikan pilar pertama. Termasuk dengan menandatangani Konvensi Multilateral pada paruh pertama tahun 2023.
Kemudian G20 menyerukan Kerangka Inklusif untuk menyelesaikan negosiasi yang memungkinkan pengembangan Instrumen Multilateral untuk pelaksanaan Aturan Subjek Pajak (STTR) pada Pilar Dua.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perkuat Pajak dan Pembangunan
Lebih lanjut, G20 menyepakati tujuan untuk memperkuat agenda pajak dan pembangunan sehubungan dengan Simposium Tingkat Menteri G20 tentang Pajak dan Pembangunan. Setiap negara juga mencatat roadmap baru G20/OECD untuk negara berkembang dan pajak internasional kedepannya.
Selain berbicara Deklarasi Bali, G20 juga menyambut baik kemajuan di OECD dalam Kerangka Pelaporan untuk Aset Kripto serta amandemen Standar Pelaporan Umum dan menyerukan penyelesaiannya dengan cepat.
“Pada paket pajak global atau internasional, kami berterima kasih kepada anggota atas komitmen berkelanjutan mereka untuk mengimplementasikan perjanjian bersejarah kami tentang paket pajak internasional dua pilar G20-OECD,” kata Sri Mulyani.
Advertisement
Perkuat Peran FATF
Disamping itu, forum G20 dalam 3rd FMCBG melihat kebutuhan masyarakat internasional untuk meningkatkan upaya memerangi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), pendaan teroris, dan pembiayaan proliferasi.
G20 menegaskan kembali komitmen untuk meningkatkan kapasitas Satuan Tugas Aksi Keuangan (Financial Action Tas-Force/FATF) dan badan-badan regionalnya untuk memimpin aksi global untuk menanggapi ancaman-ancaman ini.
G20 juga mendukung penerapan standar FATF yang efektif, termasuk pada aset virtual, khususnya “aturan perjalanan”, dan transparansi kepemilikan manfaat. Serta mengakui peran mereka dalam memerangi korupsi besar dan sistemik serta kejahatan lingkungan, yang berdampak serius pada ekonomi dan masyarakat.
Deklarasi Bali
Sebelumnya, Sebanyak 11 negara dan yurisdiksi di Asia menandatangani deklarasi dalam upaya melawan penggelapan pajak. Perjanjian itu disebut Deklarasi Bali yang jadi bagian Asia Initiative.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Deklarasi Bali jadi upaya kesebelas negara di Asia untuk memerangi berbagai pelanggaran perpajakan. Ini juga akan berfokus pada upaya penanganan penggelapan pajak.
"Hari ini, 11 negara dan yurisdiksi menandatangani Deklarasi Bali yang menunjukkan satu momentum politik keberhasilan Asia Initiative," katanya dalam konferensi pers di Bali International Convention Center, Kamis (14/7/2022).
"(Perjanjian ini) merupakan simbol kolektif dan upaya regional untuk memerangi penghindaran pajak dan pelanggaran finansial lainnya," tambahnya.
Bendahara negara ini kembali menegaskan, upaya perlawanan terhadap penghindaran pajak tak akan berhenti disini. Kedepannya, ia akan terus memanfaatkan data guna menelusuri berbagai pelanggaran keuangan.
"Pemerintah Indonesia tidak akan berhenti, kita akan terus melanjutkan oenggunaan data untuk meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak guna menekan aktivitas melalui penempatan aset-aset dan aliran keuangan gelap," tegasnya.
Sri Mulyani menekankan, dalam upaya ini, diperlukan kolaborasi berbagai negara. Maka, dalam Asia Initiative dilakukan perjanjian antara 11 negara. Meski, ia mengaku seremoni ini perlu juga didukung oleh kemampuan administrasi bisnis yang sejalan.
Advertisement