Liputan6.com, Jakarta - Petemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 atau Finance Ministers & Central Bank Governors (FMBCG) di Bali sepakat membantu negara yang tak bisa membayar utang. Untuk menjalankan kesepakatan tersebut setidaknya dibutuhkan dana USD 100 miliar untuk membantu negara-negara tersebut.
Dikutip dari ringkasan Presidensi G20 jalur keuangan, dibutukan kurang lebih Rp 100 miliar untuk membantu negara yang saat ini tengah menghadapi gagal bayar utang. Namun dari jumlah tersebut yang baru terkumpul secara sukarela USD 73 miliar.
Advertisement
"Kami menyambut janji sebesar USD 73 miliar melalui penyaluran sukarela Hak Penarikan Khusus (SDR) atau kontribusi yang setara, dan menyerukan komitmen lebih lanjut dari semua negara yang bersedia dan mampu untuk memenuhi total ambisi global sebesar USD 100 miliar kontribusi sukarela untuk negara-negara yang paling sedang membutuhkan," dikutip dari ringkasan Presidensi G20 jalur keuangan, Nusa Dua, Bali, Minggu (17/7).
Dalam pertemuan tersebut para negara anggota G20 menyambut baik instrumen kebijakan Resilience and Sustainability Trust (RST) dan meminta IMF untuk memastikan operasionalisasi penuhnya pada Pertemuan Tahunan 2022.
Tujuannya untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah, negara-negara kecil yang memenuhi syarat, dan berpenghasilan menengah yang rentan. Sebab, negara-negara tersebut saat ini tengah dihadapkan pada tantangan struktural jangka panjang yang menimbulkan risiko makro ekonomi, termasuk yang berasal dari pandemi dan perubahan iklim.
"Kami menyambut janji untuk kontribusi sukarela kepada RST dan meminta kontribusi lebih lanjut untuk itu dan untuk Pengurangan Kemiskinan dan Pertumbuhan Trust (PRGT) untuk memastikan kumpulan kontributor yang luas untuk memenuhi kebutuhan pendanaan," tulisnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Negara yang Dibantu
Presidensi G20 kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan upaya penerapan Kerangka Kerja Umum bagi Perlakuan Utang di luar DSSI. Agar pembayaran utang tetap bisa dilakukan tepat waktu, tertib dan terkoordinasi.
Dalam hal ini Negara Presidensi G20 menyambut pertemuan pertama komite kreditur untuk Zambia. "Kami menantikan penyediaan jaminan pembiayaan untuk Zambia, dan mendorong penyelesaian tepat waktu dari perawatan utang untuk Chad dan Ethiopia," tulisnya.
Presidensi G20 mencatat situasi utang yang memburuk di beberapa negara berpenghasilan menengah yang rentan. Sehingga dibutuhkan koordinasi multilateral yang melibatkan semua kreditur bilateral untuk mengambil tindakan cepat guna menanggapi permintaan negara-negara berpenghasilan menengah untuk penanganan utang.
"Kami menekankan pentingnya kreditur swasta dan kreditur bilateral resmi lainnya untuk berkomitmen memberikan perlakuan utang dengan persyaratan yang paling tidak menguntungkan untuk memastikan pembagian beban yang adil sejalan dengan prinsip komparatif perlakuan," kata dia
Presidensi G20 menegaskan pentingnya upaya bersama oleh semua aktor, termasuk kreditur swasta, untuk terus berupaya meningkatkan transparansi utang. "Kami terus mendorong semua pemberi pinjaman sektor swasta untuk menyumbangkan data ke Institute of International Finance (IIF)/Portal Repository Data OECD bersama," tulisnya.
Advertisement
Bank Pembangunan Multilateral
Di sisi lain, Presidensi G20 tetap terbuka untuk mengeksplorasi opsi yang layak bagi negara-negara untuk secara sukarela menyalurkan SDR melalui Bank Pembangunan Multilateral (MDB). Hal ini dilakukan sambil menghormati kerangka hukum nasional dan kebutuhan untuk mempertahankan status aset cadangan SDR.
"Kami akan terus mencari cara, termasuk melalui langkah-langkah pengoptimalan neraca dan jalan potensial lainnya, untuk memaksimalkan dampak pembangunan MDB," katanya.
Negara anggota G20 juga menyambut baik laporan dari Independent Review on MDBs’ Capital Adequacy Frameworks (CAF). Pihaknya pun menantikan diskusi lebih lanjut mengenai rekomendasinya yang dapat membuka sejumlah besar pembiayaan pembangunan sambil mempertahankan status kreditur pilihan MDB.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com