Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetop ekspor bahan mentah atau raw material dinilai sebagai langkah berani. Kebijakan ini menjadi salah satu upaya nyata dalam mempercepat terealisasinya transformasi ekonomi.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, hanya di Pemerintahan Jokowi pelarangan ekspor bahan mentah terjadi. Bahkan sejak masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, sekarang sudah bukan waktunya lagi bagi Indonesia untuk mengekspor bahan baku secara mentah. Untuk itu, nikel menjadi komoditas pertama yang dilarang ekspor sebelum diolah.
"Tidaklah berlebihan kalau saya ingin mengatakan bahwa hanya Jokowi yang berani melarang ekspor bahan baku untuk diekspor ke luar negeri. Terkecuali membangun smelter," ujar Bahli saat menjadi pembicara seminar di Trisakti, Jakarta.
Bahlil menegaskan, langkah berani Jokowi menyetop ekspor bahan mentah telah sesuai dengan visi transformasi ekonomi. Dengan begitu nantinya akan tercipta iklim perekonomian positif yang dapat memajukan bangsa.
"Pak Jokowi dalam visi-misinya salah satu di antaranya transformasi ekonomi," kata Bahlil.
Lebih jauh, dia menyebut, transformasi ekonomi yang dicita-citakan Jokowi akan bermuara pada peningkatan industrialisasi yang mampu menyerap lapangan kerja. Bahkan diyakini mampu menghasilkan nilai tambah yang akan semakin menguntungkan bagi bangsa ke depan.
Setop Ekspor Bahan Mentah Secara Bertahap
Lebih dari itu, Bahlil menilai industrialisasi akan membuat Penerimaan Pajak Penambah Nilai (PPN) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi lebih maksimal.
"Transformasi ekonomi itu mengarah kepada industri dan nilai tambah," tutur Bahlil.
Diketahui sejak 2020 Jokowi berupaya untuk memulai memberhentikan ekspor bahan mentah secara bertahap. Setelah nikel, mulai tahun ini Indonesia akan menghentikan ekpsor bauksit kemudian tembaga.
Advertisement