Liputan6.com, Jakarta - Mungkin kamu pernah tak sengaja atau tidak menyadari bahwa hal yang kamu bagikan di media sosial dan aplikasi pesan singkat (salah satunya WhatsApp) adalah sesuatu yang sensitif, seperti data pribadi.
Data-data itu tentunya bisa menjadi celah bagi pihak tak bertanggung jawab untuk bertindak jahat, seperti penipuan bermotif finansial maupun pencurian data.
Advertisement
Dalam webinar bertema “Hati-Hati Menyebar Data Pribadi di Media Sosial” yang digelar secara online oleh Kemkominfo dan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD), sangat disarankan untuk tidak mengumbar data pribadi di media sosial.
Konsultan Sejiwa sekaligus Program Manager Jawara Internet Sehat, Khusnul Aflah, memaparkan dalam Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) menyatakan setiap individu memiliki hak untuk menentukan boleh tidaknya data pribadi untuk dikomunikasikan dengan orang lain.
Data pribadi yang lebih spesifik meliputi data kesehatan, biometrik, genetika, kehidupan atau orientasi seksual, pandangan politik, catatan kejahatan, data anak-anak, serta keuangan pribadi.
Selain itu, dalam bermedia sosial hal-hal yang perlu dihindari antara lain mengunggah tangkapan layar atau screenshot percakapan dengan warganet lainnya, memasukkan nomor atau akun seseorang ke dalam grup percakapan tanpa seizin yang bersangkutan, serta menggunakan media sosial di tempat umum.
“Ketika muncul fenomena program kartu Indonesia pintar (KIP) atau kartu identitas anak (KIA), banyak orangtua dengan bangganya mengunggah di media sosial, pasang status di Facebook dan status di WhatsApp bahkan sampai terlihat jelas nomor identitasnya. Ini merupakan tindakan yang tidak tepat, karena ini adalah informasi yang perlu kita jaga,” ujar Khusnul, dikutip Selasa (19/7/2022).
Sementara Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Prof Agus Pramusinto MDA Ph.D, menuturkan jejak digital dapat diartikan sebagai bukti-bukti yang ditinggalkan warganet setelah beraktivitas di internet yang berpotensi untuk dicari, disalin, dicuri, dan dipublikasi oleh orang lain.
Jejak digital yang berupa unggahan, situs yang dikunjungi, komentar di media sosial, atau pun transaksi belanja dapat membentuk citra diri pengguna internet yang bersangkutan.
Bahkan, jejak digital dapat mempengaruhi masa depan seseorang semisal untuk melanjutkan pendidikan maupun melamar pekerjaan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jejak Digital Tak Bisa Dihapus
“Kita harus ingat, jejak digital tidak bisa dihapus. Apa yang kita tinggalkan akan terekam walaupun Anda sudah menghapusnya, tapi barangkali orang lain telah screenshot. Kalau Anda meninggalkan jejak kebaikan, hasilnya akan baik untuk Anda. Tetapi, kalau Anda meninggalkan jejak keburukan, Anda juga yang akan mendapatkan balasannya,” ucap Agus.
Kemudian menurut Peneliti dan Pecinta Buku sekaligus Staf Bidang Kemahasiswaan STAI Sunan Pandanaran, Luqman Hakim Bruno, dalam beraktivitas dan berkomunikasi di ruang digital warganet harus tetap menjaga etika sebagaimana di kehidupan dunia nyata.
Perilaku di ruang digital atau netiket yang wajib diketahui di antaranya masuk dengan niat yang baik, selalu memperhatikan sisi kemanusiaan, memperhatikan bahasa yang digunakan, menghargai privasi orang lain, serta menjaga waktu dan bandwidth pengguna internet lainnya.
“Etika di dunia nyata perlu diinternalisasi dalam diri kita saat menggunakan internet supaya ruang digital selalu nyaman. Kita juga harus selalu sadar bahwa teknologi hanyalah sebatas alat dan manusia adalah tuannya. Oleh karenanya, kendalikan teknologi sesuai kebutuhan dan jangan sampai kita yang dikendalikannya,” papar Luqman.
Advertisement
Diskominfo Papua Ajak Warga Cegah Penyebaran Hoaks di Media Sosial
Sebelumnya, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo ) Provinsi Papua mengajak, warga bersama-sama menciptakan ekosistem yang sehat pada dunia digital, salah satunya dengan mencegah penyebaran konten negatif dan hoaks.
Kepala Dinas Kominfo Papua, Jeri Agus Yudianto mengatakan, saat ini penggunaan internet di Papua terus mengalami peningkatan.
"Beragam informasi di media sosial dalam bentuk penipuan, pornografi, hoaks, dan lain sebagainya menjadikan masalah bagi para pengguna internet atau media sosial," kata Jeri dilansir dari Antara, Kamis (14/7/2022).
Untuk itu, pihaknya mengajak, masyarakat untuk bijak dalam mengakses internet dan memanfaatkan media sosial.
"Untuk itu kami menciptakan agen-agen cakap digital pada tingkat kampung sebagai salah satu upaya agar mengajak masyarakat bijak dalam mengakses internet," ucap dia.
Jeri berharap, agen cakap digital ini dapat mendorong pemanfaatan internet untuk menggerakkan sektor ekonomi dan produktivitas masyarakat.
"Contohnya dengan membuat konten-konten ekonomi kreatif dan pariwisata sehingga dapat menciptakan nilai tambah bagi wilayahnya," katanya.
Ke depan, pihaknya akan terus menyediakan fasilitas layanan internet gratis, khususnya di kampung-kampung yang terjangkau dengan infrastruktur pemerintah.
"Secara bertahap kami akan menyediakan fasilitas itu sesuai infrastruktur yang ada," tutur Jeri.
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement