Liputan6.com, Jakarta- Isu eksploitasi anak yang terjadi pada Pacuan Kuda Tradisional di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mencuat. Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri pada awal Juli 2022 mengeluarkan surat edaran dengan nomor 709/036/05/2022 tentang Joki Cilik Bagian dari Eksploitasi Anak.
Dalam surat edaran tertanggal 9 Juli 2022 itu tertulis latar belakangnya, yakni kasus yang menimpa anak berusia 6 tahun asal Desa Dadibou, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, NTB.
Advertisement
Menanggapi surat edaran tersebut pada Senin (18/7/2022), Pemerintah Provinsi NTB menyelenggarakan rapat secara faktual di Ruang Melati Kantor Gubernur NTB dan juga secara virtual melalui video conference dengan pihat terkait termasuk pengurus Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP.Pordasi).
Wakil ketua umum Pordasi Widodo Edi S pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa eksploitasi anak dan penyaluran bakat olahraga usia dini adalah hal yang berbeda.
“Eksploitasi anak adalah perbuatan menghilangkan hak-hak anak, sedangkan pembinaan usia dini adalah dalam rangka menyalurkan bakat yang dimiliki anak, sehingga perlu dicarikan solusi terbaik agar kita tetap bisa melakukan pembinaan prestasi usia dini tanpa melakukan eksploitasi anak” tegas Widodo.
Widodo juga jelaskan bahwa di bawah naungan Pordasi terdapat 5 komisi, salah satunya Komisi Pacu yang membawahi Pacu Tradisional. Sub Komisi Pacu Tradisional itu yang tengah dikembangkan PP.Pordasi untuk menata dan membenahi warisan Bangsa Indonesia yang kaya, salah satunya Joki Cilik, agar sesuai dg standar keselamatan dan keamanan serta teknis lainnya dalam olahraga berkuda.
“Saat ini pemerintah dalam hal ini BAPPENAS juga sedang menyusun Grand Design mengenai Manajemen Talenta Nasional (MTN), termasuk di dalamnya adalah olahraga dan seni/budaya,” ujar Widodo. Dimana MTN bisa menjadi rujukan dalam membuat solusi untuk masalah Joki Cilik,
“Jika ada yang kurang atau masalah, maka perlu kita perbaiki bersama, bukan kita hentikan kegiatan seterusnya, sebab potensi olahraga berkuda di NTB tidak hanya dari sisi prestasinya saja, tetapi juga sport industri dan sport tourism yang bisa meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat,” jelas Widodo usai menghadiri rapat virtual.
“Tradisi Joki Cilik perlu merujuk peraturan PP.Pordasi untuk keselamatan, seperti peralatan serta perlengkapan yang ditetapkan guna melindungi mereka. Tak hanya itu, kesejahteraan kuda dan keamanan penonton pun kami perhatikan melalui beberapa aturan yang ada,” tambahnya.
Peraturan Ketat
Demi melindungi Joki Cilik, PP.Pordasi mewajibkan peraturan ketat. Diantaranya wajib menggunakan helm, body protector, sepatu kuda sesuai kesejahteraan kuda (Horse Welfare), arena layak untuk kaki kuda, dan penonton yang tertib guna mengamankan dari tertabrak kuda. Peraturan ini diharapkan segera bisa diterbitkan dan disosialisasikan tahun ini ke seluruh anggota PORDASI di setiap daerah.
Kasus joki cilik pacuan kuda tradisional di NTB jadi bahan pembicaraan setelah kejadian Maret 2022 lalu. Bocah bernama Peci terjatuh dari kuda ketika berlatih di arena Pacuan Kuda Desa Panda, Bima tanggal 6 Maret 2022. Pasca terjatuh dari punggung kuda, almarhum pingsan dengan mulut berbusa akibat luka parah di kepala. Selanjutnya, Peci dirawat di rumah dengan infus. Setelah tiga hari dirawat, anak yang tingkat sekolah dasar (SD) itu meninggal dunia Hari Rabu tanggal 9 Maret 2022.
Tak lama setelah kasus itu, tepatnya Tanggal 16 Maret 2022, jajaran pimpinan Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP.Pordasi) berkunjung ke kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ketua Komisioner KPAI, Dr.Susanto langsung yang menerima Ketua Umum (Ketum) Triwatty Marciano yang didampingi Wakil II Ketum PP.Pordasi Widodo Edi Sektianto, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP.Pordasi Dr.Adinda Yuanita.
Advertisement
Melindungi Anak
Pada prinsipnya, PP.Pordasi dan KPAI memiliki tujuan sama, melindungi anak, generasi penerus bangsa, diantaranya joki cilik. Usai pertemuan itu, PP.Pordasi mencapai kesepakatan dengan KPAI untuk menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dalam rangka menyelesaikan permasalahan joki cilik secara komprehensif.
Telah dimengerti bersama bahwa keberadaan joki cilik bukan eksploitasi anak namun bagian penyaluran minat dan bakat anak, sebagai media mencari bibit joki nasional bahkan internasional. Tak hanya itu, pacuan kuda tradisional perlu dilestarikan mengingat sebagai warisan budaya dan kearifan lokal yang bila dikelola dengan baik dapat mendorong sektor pariwisata dan menjadi industri olahraga.