Kemkominfo Apresiasi Langkah BNI untuk Berantas Hoaks

BNI menuturkan pihaknya aktif untuk melaporkan adanya hoaks seputar perbankan lewat tools yang sudah disediakan oleh Kemkominfo.

oleh Agustinus Mario Damar diperbarui 19 Jul 2022, 13:53 WIB
Ilustrasi Media Sosial (Image by Natalie_voy from Pixabay )

Liputan6.com, Jakarta - Era digital tidak dimungkiri membawa sejumlah dampak, termasuk yang negatif. Dalam hal ini, platform digital kini kerap digunakan sebagai sarana penyebaran berita palsu, kabar bohong, misinformasi, termasuk hoaks.

Oleh sebab itu, masyarakat harus lebih sadar pentingnya menyaring informasi sebelum membagikannya ke internet. Ketua Umum AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia) Wenseslaus Manggut menuturkan,"Sharing itu adalah definisi tentang kita. Apa yang kita sharing, adalah definisi tentang saya.'

Sebagai salah satu cara untuk mengatasi hoaks atau misinformasi yang beredar tersebut tentunya melalui literasi digital. Namun tidak hanya itu, upaya pembasmian hoaks juga tetap dilakukan dan harus dilakukan bersama-sama.

Hal itu diungkapkan oleh Chief Information Security Officer BNI, Andri Medina, dalam live streaming Saring Sebelum Sharing di Vidio dan Liputan6.com. Menurutnya, membasmi hoaks, khususnya soal perbankan, tidaklah bisa sendiri-sendiri.

"Terutama dengan pemangku kepentingan siber. Dalam hal ini kita dengan Kominfo sudah disediakan satu tools untuk melakukan pelaporan, yaitu dengan aduan instansi," kata Andri.

BNI sendiri mengungkapkan bahwa jumlah laporan yang diberikan ke Kominfo bervariasi setiap harinya, naik dan turun.

"Hari ini saja (Senin, 18 Juli 2022) terpantau ada kira-kira 100 yang kita temukan dan kita takedown," kata Andri.

Upaya BNI tersebut, menurut Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kemkominfo, Anthonius Malau merupakan hal yang cukup baik. Selain pelaporan, langkah yang juga penting dilakukan adalah melakukan penegakan hukum agar ada efek jera untuk para pelaku pembuat hoaks, terutama soal perbankan.

Lebih lanjut Anthonius juga menuturkan, saat ini Kemkominfo memiliki tools yang sudah memadai untuk menekan peredaran hoaks. Hanya dalam hal ini, literasi digital untuk masyarakat juga perlu terus digalakkan.

"Literasi masyarakat terus menerus digalakkan dengan melibatkan semua pihak, pemerintah pusat/daerah, pelaku usaha/industri, masyarakat sipil, dan akademisi," tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pentingnya Saring Sebelum Sharing, Jangan Sampai Hoaks Bikin Rusak Citra Diri

Ilustrasi Penggunaan Media Sosial Credit: pexels.com/AndreaPiacquadio

Dalam kesempatan yang sama, Anthonius menuturkan, tantangan dalam memberantas hoaks dan disinformasi adalah penyebarannya yang lebih cepat dibandingkan dengan klarifikasinya.

"Ada penelitian menunjukkan bahwa hoaks itu tersebar enam kali lebih cepat daripada klarifikasi informasinya," katanya.

Oleh sebab itu, Anthonius menuturkan, dalam live streaming Saring Sebelum Sharing di Vidio dan Liputan6.com, literasi digital lagi-lagi menjadi kunci untuk melawan penyebaran hoaks di internet.

"Harapannya dengan literasi digital ini, masyarakat semakin tercerdaskan, terliterasi, secara pemanfaatan teknologi, pemanfaatan informasi, dapat memilih informasi yang benar, mana yang hoaks, mana yang informasi," ujarnya.

Dengan literasi digital, menurut Anthonius, masyarakat tidak akan mudah untuk ikut-ikutan dalam menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau hoaks. 


Peran Media

Ilustrasi hoaks

Lebih lanjut, Anthonius mengungkapkan, Kemkominfo menggunakan semua kanal yang ada untuk melakukan literasi digital.

"Namun, pendekatan yang tatap muka itu lebih meyakinkan dan biasanya, informasi yang disampaikan lebih dapat dicerna, dimaknai, oleh para audiens," kata Anthonius.

Selain itu, para pelaku media siber online juga harus menjadi sumber yang terpercaya dalam mengklarifikasi sebuah informasi. "Peran media itu menyapu yang kita anggap sampah digital, salah satunya adalah hoaks," kata Wenseslaus.

Meski begitu, Wenseslaus juga mengakui bahwa penyebaran hoaks lebih cepat ketimbang klarifikasinya.

"Dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan klarifikasi, itu lebih dari cukup bagi sebuah konten hoaks, untuk meresap lebih cepat dan membuat kerusakan," kata Wenseslaus. Karenanya, model klarifikasi konvensional dirasa tidak cukup.


Literasi Perusahaan Media

Wenseslaus pun mengatakan, masyarakat akan mencari klarifikasi kebenaran informasi di media mainstream, apabila ada sebuah informasi yang seperti "air bah" dan diragukan.

"Karena itu edukasinya, bukan hanya ke publik, bukan hanya ke media, tetapi juga ke para pemasang iklan. Karena seringkali iklan mereka nyasar ke tempat-tempat hoaks atau hate speech tanpa mereka tahu," kata Wenseslaus.

Wenseslaus juga mengatakan bahwa literasi bagi perusahaan media juga penting. AMSI pun tengah melakukan banyak program literasi konten, literasi bisnis di media, serta bagaimana untuk membersihkan ekosistemnya.

"Kami ingin supaya ekosistem yang sekarang ini, tidak memberi banyak insentif, kepada hal-hal yang kita anggap receh, ke hal-hal yang kita anggap trafiknya gede," kata Wenseslaus.

"Ekosistem ini harus didorong supaya dia menghormati atau menghargai atau memberi insentif kepada kualitas, supaya medianya bisa digiring ke dalam konten yang berkualitas," ujarnya menambahkan.

(Dam/Ysl)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya