Liputan6.com, Jakarta - Pihak keluarga Brigadir J atau Yoshua tak tinggal diam usai insiden adu tembak dengan Bharada RE di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Pihak keluarga almarhum Brigadir J bahkan melaporkan kasus adu tembak polisi tersebut dengan dugaan pembunuhan berencana di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Pada kesempatan itu, diangkat pula soal hilangnya ponsel milik mendiang Brigadir Yoshua.
"Yang kita laporkan itu ada tiga handphone atau empat itu belum ditemukan, kemudian peretasan itu ada menyadap handphone orangtua almarhum, ayah ibunya berikut dengan kakak adiknya," ujar kuasa hukum keluarga Brigadir Yoshua, Kamarudin Simanjuntak, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin 18 Juli 2022.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Simanjutak, pihaknya juga menyerahkan sejumlah barang bukti lainnya yang disertakan dalam upaya pelaporan tersebut, misalnya bukti video adanya luka sayat di tubuh almarhum Brigadir Yoshua.
"Banyak, di bawah mata, di hidung, di bibir, di bahu kemudian di tangan atau di jari, dan di kaki," ucap dia.
Simanjuntak menegaskan, pihaknya membuat laporan tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP juncto pembunuhan, sebagaimana dimaksud Pasal 338 KUHP juncto penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain, juncto Pasal 351 KUHP.
"Kemudian dugaan pencurian dan atau penggelapan handphone sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHPidana juncto Pasal 372, 374 KUHPidana, kemudian tindak pidana meretas dan atau melakukan penyadapan yaitu tindak pidana telekomunikasi," terang Simanjuntak.
Berikut sederet fakta terkait keluarga almarhum Brigadir J atau Yoshua yang membuat laporan ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan dihimpun Liputan6.com:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Laporkan Dugaan Pembunuhan Berencana
Kematian Brigadir Yoshua yang tewas di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dua pekan lalu masih menjadi misteri. Keluarga menemukan beberapa kejanggalan ketika melihat beberapa luka tak wajar di tubuh pengawal jenderal bintang dua tersebut.
Guna menyingkap misteri tersebut, keluarga akan mendatangi Bareskrim Polri guna melaporkan dugaan pidana di kematian Brigadir Joshua.
"Jadi, jam 09.00 pagi kami berencana ke SKPT Polri untuk melaporkan dugaan tindak pidana pembunuhan berencana dan atau pengaiayaan yang menyebabkan kematian orang lain yaitu Pasal 340 KUHPidana Jo Pasal 338 KUHPidana Jo Pasal 351 KUHPidana Jo Pasal 55 Jo Pasal 56 KUHPidana yaitu tentang penyertaan dan atau perbantuan," kata Kamaruddin Simanjuntak, kuasa hukum keluarga Birgadir Joshua, saat dihubungi, Senin 18 Juli 2022.
Tidak hanya itu, keluarga, kata Kamaruddin, juga akan melaporkan dugaan pencurian telepon seluler Brigadir Joshua yang hingga saat ini belum diketemukan, dan dugaan peretasan ke beberapa keluarga almarhum.
"Kemudian juga melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan atau pencurian handphone dari almarhum. Kemudian, kami juga akan memberikan laporan tentang dugaan tindak pidana komunikasi yaitu ayah, ibu, kakak, adik korban diduga diretas tanpa izin," dia mengatakan.
Advertisement
2. Pihak Keluarga Temukan Banyak Kejanggalan
Menurut Simanjuntak, pihak keluarga menemukan kejanggalan dari kematian putranya Brigadir Yoshua tersebut yang mereka terima dari Mabes Polri melalui Divisi Humas Polri.
"Yang janggal ya penjelasan Korepenmas, dia bilang tembak-menembak, yang menembak katanya almarhum, tapi yang ditembak enggak kena. Abis 7 peluru. Kemudian yang ditembak, menembak balik 4 kali. Tapi menghadilnya 7 peluru. Kan janggal itu. Senjata apa yang dipakai kok bisa menembak 4 kali menghasilkan 7 peluru," beber Simanjuntak.
Tak hanya itu, pihaknya juga mempertanyakan adanya luka seperti terkena senjata tajam yang ada pada tubuh Brigadir Joshua.
"Kenapa ada luka sajam di dalam tubuhnya? Di bibir, di hidung, di mata, di belakang telinga ada sayatan kurang lebih satu jengkal, kemudian di bahu, biru-biru di dada kanan kiri, ada luka tusukan atau syatan di kaki. Jarinya, rahangnya, engselnya lepas atau geser, giginya berantakan," ungkap Simanjutak.
Selain itu, terkait dengan tugas Brigadir J diketahui pihak keluarga sebagai ajudan dari Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
"Jadi selama ini yang diketahui dari keluarga beliau adalah ajudan dari Ferdy Sambo selaku Kadiv Propam Polri. Tapi yang dijelaskan Mabes Polri bahwa dia adalah sopir atau ajudan istri. Nah, sejak kapan istri punya ajudan dan sejak kapan suratnya sebagai ajudan atau sopir istri keluar?" jelasnya.
"Yang mereka tahu beliau adalah ajudan yang melekat pada Kadiv Propam," ujar Simanjutak.
3. Bawa Bukti Video ke Bareskrim
Simanjuntak menyatakan berupaya membuat laporan ke Bareskrim Polri terkait kasus adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo hingga menyebabkan Brigadir Yoshua meninggal dunia.
Sejumlah barang bukti yang disertakan salah satunya video rekaman luka sayatan di jasad almarhum.
"Ada bukti video, ada bukti berupa video, ada berupa bukti surat atau surat elektronik," tutur Simanjutak.
Dia menegaskan, pihaknya membuat laporan tentang dugaan tindak pidana pembunuhan berencana, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP juncto pembunuhan, sebagaimana dimaksud Pasal 338 KUHP juncto penganiayaan yang menyebabkan matinya orang lain, juncto Pasal 351 KUHP.
"Kemudian dugaan pencurian dan atau penggelapan handphone sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHPidana juncto Pasal 372, 374 KUHPidana, kemudian tindak pidana meretas dan atau melakukan penyadapan yaitu tindak pidana telekomunikasi," jelas dia.
Sementara itu, untuk terlapor dalam aduan tersebut masih dalam lidik. Adapun barang bukti video berdasarkan temuan keluarga, juga pihak kuasa hukum.
"Orangtuanya tadinya kita harapkan ikut (saat pelaporan), tapi masih trauma jadi belum berani datang ke sini karena traumatik," terang Simanjutak.
Advertisement
4. Keluarga Pertanyakan Brigadir J Disiksa Dulu Baru Ditembak atau Sebaliknya?
Simanjuntak menyertakan sejumlah barang bukti dalam laporan dugaan pembunuhan berencana di kasus tewasnya Brigadir Yoshua dalam insiden adu tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Hal itu demi menjawab pertanyaan penyebab sebenarnya dari kematian almarhum.
"Apakah dianiaya dulu atau disiksa dulu baru ditembak, atau disiksa dulu setelah jadi mayat baru disiksa. Ini, kan pertanyaan juga. Harus jelas. Tetapi biasanya disiksa dahulu atau dianiaya dulu baru ditembak. Karena sudah ditembak, dia sudah mati untuk apa lagi disiksa atau dianiaya," terang dia.
5. Bawa Barang Bukti Hasil Visum, Ada Banyak Luka
Adapun barang bukti yang disertakan antara lain surat permohonan visum et repertum dari Kapolres Jakarta Selatan pada 8 juli 2022, di mana dijelaskan temuan mayat laki-laki pukul 17.00 WIB, kemudian data laki-laki usia 21 tahun dinyatakan telah menjadi jenazah dari Rumah Sakit Bhayangkara Polri Kramat Jati, surat keterangan bebas Covid-19, dan berita acara serah terima mayat yang dilakukan Kombes Leonardo Simatupang selaku penyidik utama Propam Polri.
"Kemudian barang bukti berikutnya itu adalah berupa foto. Jadi foto ini ketika polisi lengah dengan alasan mau menambah formalin, maka tiba-tiba para wanita saksi-saksi yang pemberani mereka buru-buru membuka bajunya kemudian memfoto dan memvideokan," papar Simanjuntak.
Dari situ, ditemukan sejumlah luka sayatan, luka tembak, beberapa luka memar, juga adanya pergeseran rahang. Secara rinci, yakni ada luka di bahu, luka sayat di kaki, luka di telinga, luka sayat di tubuh bagian belakang, luka di jari-jari, luka membiru di perut kanan kiri atau di tulang rusuk, luka menganga di bahu dan pipi.
Selanjutnya, ditemukan luka peluru, luka di bawah dagu, luka di bawah ketiak, luka di belakang telinga dengan jarak kurang lebih satu jengkal diduga akibat senjata tajam dan bengkak di dalam, luka ditemukan di kaki seperti bekas luka senjata tajam yang sudah dijahit.
"Kemudian ditemukan lagi luka yang sangat menganga dan masih mengeluarkan darah di bagian perut. Ya, kemudian ditemukan lagi luka membiru sama memar di daerah tulang rusuk. Kalau di dokumen elektroniknya lebih jelas, kalau diprint tidak terlihat jelas," kata Simanjuntak.
Advertisement
6. Minta Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo Dinonaktifkan
Keluarga Brigadir J atau Yoshua meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan DPR RI memberikan atensi ke Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, untuk menonaktifkan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Hal itu terkait kasus adu tembak anak buah Ferdy di Komplek Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan yang menewaskan Brigadir Yoshua.
"Jadi kami atas nama keluarga memohon dengan sangat kepada Bapak Presiden RI selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, supaya memberi atensi, demikian juga Komisi III DPR RI selaku wakil rakyat, termasuk kepada Bapak Kapolri supaya menonaktifkan Kadiv Propam atas nama Ferdi Sambo ya," tutur Simanjuntak.
Selain Irjen Ferdy Sambo, Kamarudin meminta Polri menonaktifkan Karo Paminal Brigjen Pol Hendra dan Kapolres Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto.
"Supaya objektif perkara ini disidik dengan baik," jelas dia.
Terkait hal ini, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Irjen Ferdy Sambo dari jabatannya sebagai Kadiv Propam Polri. Penonaktifan ini berkaitan dengan kasus adu tembak yang berujung meninggalnya Brigadir J atau Yoshua.
Hal tersebut disampaikannya dalam konferensi pers yang dilakukan di Mabes Polri, Senin 18 Juli 2022.
"Kita melihat ada spekulasi-spekulasi yang muncul tentunya ini akan berdampak terhadap proaes penyidikan yang kita lakukan. Oleh karena itu, malam hari ini kita putuskan untuk Irjen Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan dan kemudian jabatan tersebur saya serahkan ke Pak Wakapalori," ujar Listyo di Mabes Polri, Senin.