Tilang Elektronik Belum Maksimal: Ada 36 Juta Pelanggaran, hanya 153 Ribu yang Bayar Denda

Korlantas Polri saat ini telah melakukan upaya penegakkan hukum berbasis digital melalui Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau sistem tilang elektronik

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jul 2022, 17:30 WIB
Kamera pengawas atau 'closed circuit television' (CCTV) terpasang di jalur koridor 6 Transjakarta di Mampang, Jakarta, Kamis (23/1/2020). Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya akan menerapkan tilang elektronik atau ETLE awal Februari 2020. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Korlantas Polri saat ini telah melakukan upaya penegakkan hukum berbasis digital melalui Electronic Traffic Law Enforcement (E-TLE) atau sistem tilang elektronik. Hal ini Sebagai upaya untuk penerapan UU Nomor 22 Tahun 2009 dan upaya untuk mendapatkan informasi status perpajakan kendaraan bermotor.

E-TLE merupakan sistem berbasis teknologi informasi dengan memanfaatkan perangkat elektronik berupa kamera CCTV yang dapat mendeteksi berbagai jenis kendaraan lalu lintas.

E-TLE bertujuan untuk meminimalisir adanya pertemuan antara masyarakat dengan petugas, meningkatkan akurasi objek hukum dan efisiensi waktu dan biaya.

Penggunaan E-TLE juga diharapkan dapat meningkatkan awareness masyarakat terkait peraturan berkendara di lalu lintas dan kepatuhan dalam membayar pajak kendaraan bermotor. Dari penggunaan E-TLE, pihak Polri dapat menindak pelanggaran lalu lintas yang ada dan dapat mengetahui masa berlaku pajak dari Kendaraan tersebut.

"Namun dalam impelementasinya, output dari Sistem E-TLE masih belum optimal, dari 36 juta pelanggaran, telah dikirimkan 417 ribu surat tilang dan hanya terbayar kurang dari 153 ribu surat tilang. Hal ini disebabkan oleh akurasi data E-TLE yang masih rendah dan kurangnya infrastruktur E-TLE di jalanan Indonesia," kata Direktur Utama Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono, Selasa (19/7/2022)

Untuk permasalahan akurasi data E-TLE, Dirut menambahkan, akurasi data dapat ditingkatkan melalui penerapan Single Data, sementara untuk kurangnya infrastruktur E-TLE diperlukan support dari Bapenda dan PT Jasa Raharja untuk membantu penyediaan infrastruktur E-TLE.


Jasa Raharja: 40 Juta Kendaraan Bermotor Belum Bayar Pajak, Potensi Penerimaan Rp 100 T

Polantas Polres Depok memeriksa surat tanda nomor kendaraan (STNK) saat Operasi Gabungan Tertib Administrasi Kendaraan Bermotor (KBM) Kendaraan Tidak Mendaftar Ulang (KTMDU) 2022 di Jembatan Panus, Depok, Kamis (9/6/2022). Ratusan kendaraan bermotor yang belum membayar pajak atau kendaraan tidak melakukan daftar ulang (KTMDU) terjaring dalam razia yang dilakukan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Depok ini. (merdeka.com/Arie Basuki)

PT Jasa Raharja saat ini menjadi salah satu instansi yang menjadi bagian dari Kantor Samsat Bersama. Hal ini sesuai dengan amanah Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap Kendaraan Bermotor.

Dari data yang dimiliki Jasa Raharja, ketidakpatuhan masyarakat dalam pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) menjadi isu utama yang sedang dihadapi oleh ketiga instansi di Samsat.

Sampai saat ini terdapat 40 juta kendaraan atau 39 persen dari total kendaraan yang tercatat belum melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor, yang secaranominal merupakan potensi penerimaan pajak diperkirakan lebih dari Rp 100 triliun.

"Sehingga diperlukan upaya untuk menggali potensi pajak tersebut sesuai dengan kewenangan tiap Instansi di Samsat," kata Direktur Utama Jasa Raharja Rivan Achmad Purwantono, Selasa (19/7/2022).

Kantor Bersama Samsat menjadi wadah bagi tiga instansi yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia yang membidangi lalu lintas, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dan PT Jasa Raharja untuk menjalankan fungsi dan kewenangan masing-masing.

Soal layanan Samsat Bersama ini, Jasa Raharja memandang belum optimal. Hal ini dikarenakan sistem pengelolaan data yang digunakan masih belum terintegrasi sehingga menyebabkan perbedaan jumlah data kendaraan ditiap instansi.


Data Kendaraan

Polantas menghentikan kendaraan saat Operasi Gabungan Tertib Administrasi Kendaraan Bermotor (KBM) Kendaraan Tidak Mendaftar Ulang (KTMDU) 2022 di Jembatan Panus, Depok, Kamis (9/6/2022). Ratusan kendaraan bermotor yang belum membayar pajak atau kendaraan tidak melakukan daftar ulang (KTMDU) terjaring dalam razia yang dilakukan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Depok ini. (merdeka.com/Arie Basuki)

Dimana data kendaraan per 31 Desember 2021 pihak Polri mencatat terdapat 148 juta kendaraan, berbanding dengan 112 juta kendaraan yang dimiliki oleh Kemendagri dan 103 juta kendaraan yang dicatat oleh PT Jasa Raharja.

"Atas permasalahan perbedaan data ditiap instansi, diperlukan penataan data yang baik melalui single data yang akan dikelola bersama oleh ketiga instansi. Penggunaan sistem single data bertujuan untuk peningkatan akurasi jumlah data kendaraan bermotor di Samsat," kata 

Dia menambahkan, dengan adanya data yang akurat, pemangku kepentingan di Samsat dapat mengetahui jumlah data kendaraan bermotor dan status kendaraannya, jumlah kendaraan bermotor yang sudah membayar pajak serta jumlah kendaraan bermotor yang belum membayar pajak.

"Dengan kata lain, melalui pengelolaan single data, ketiga instansi dapat mengetahui tingkat ketidakpatuhan masyarakat dalam melakukan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)," tegas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya