Liputan6.com, Jakarta Munculnya larangan sepeda listrik bertenaga baterai di jalan raya menimbulkan dilema di kalangan masyarakat, ada yang setuju dan ada yang kurang setuju. Menurut pihak berwajib, sepeda listrik di jalanan dianggap berbahaya.
Larangan ini dikeluarkan Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polrestabes Makassar, Sulawesi Selatan setelah menilai masyarakat ambigu antara sepeda listrik dan sepeda motor listrik. Padahal dua jenis kendaraan ini memiliki aturan berbeda di Kementerian Perhubungan.
Advertisement
Menurut pihak Kepolisian, penggunaan sepeda listrik sangat beresiko dan dapat menyebabkan fatalitas kecelakaan lalu lintas.
Terkait sepeda listrik sendiri sejatinya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Republik Indonesia (RI) Nomor 45 tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu Dengan Menggunakan Penggerak Listrik.
Ancaman pidana
Syarat penggunaan kendaraan tertentu bertenaga listrik itu adalah menggunakan helm, pengguna minimal 12 tahun, tak boleh mengangkut penumpang kecuali dilengkapi tempat duduk penumpang, dan tak boleh memodifikasi daya motor listrik.
Kendaraan khusus ini juga ditetapkan beroperasi hanya di lajur khusus, kawasan tertentu atau trotoar. Kecepatan maksimal pengoperasian yakni 25 km per jam.
"Ancaman pidana satu tahun penjara dan denda Rp 24 juta tertuang di pasal 277 KHUP bila dianggap kendaraan rakitan dengan modifikasi layak motor tanpa uji tipe. Bagi Penjual sepeda memakai motor listrik tenaga baterai juga dapat dikenakan pasal 55 dan 56 karena turut serta membantu penjualan motor ilegal," ujar Kepala Satlantas Polrestabes Makassar, AKBP Zulanda, seperti dikutip dari Korlantas Polri, Selasa lalu (12/7/2022).
Karena itu AKBP Zulanda “mengimbau kepada distributor untuk tidak lagi memperjualbelikan sepeda listrik bertenaga baterai.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tanggapan Kosmik Indonesia
Pelarangan tersebut mendapat reaksi beragam. Komunitas Sepeda/Motor Listrik Indonesia (Kosmik Indonesia) turut angkat bicara terkait persoalan tersebut. Melalui akun Instagram resminya @kosmik_indonesia, komunitas ini meminta polisi mencermati lebih luas undang-undang terkait hal tersebut
Kosmik Indonesia lantas meminta pihak Kepolisian melihat kembali UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 62 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:
(1) Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.
(2) Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas. "
Selain itu ada pasal 106 ayat (2) yg berbunyi: "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki dan pesepeda."
"Mohon logikanya jangan dibalik. Di sisi lain; memang betul bahwa UU no. 22 tahun 2009 belum mengenal kendaraan listrik tetapi kemudian sudah ada produk hukum lainnya yang menjadi landasan keberadaan kendaraan listrik, yaitu: PP no. 55 tahun 2012, Perpres no. 55 tahun 2019, dan Permenhub no. 45 tahun 2020. Bahkan untuk sepeda motor listrik rakitan/konversi sudah dilindungi oleh Permenhub no. 65 tahun 2020," sebut Kosmik Indonesia dalam postingan Instagram-nya, Sabtu (16/7/2022).
Selain itu Hendro Sutono pegiat kendaraan listrik dalam laman Facebook Kosmik Indonesia mengatakan, dalam Peraturan Meteri Perhubungan No. 45 tahun 2020, telah dibuat kesepakatan kecepatan maksimal untuk sepeda listrik adalah 25km/jam. Artinya sama dengan kecepatan maksimal sepeda kayuh. Dengan demikian risiko ketika terjadi kecelakaan juga sama. Maka seharusnya, lanjut dia, hak dan kewajiban sepeda listrik dan sepeda kayuh adalah sama.
"Berbeda dgn sepeda motor listrik yang kecepatannya di atas 25 km/jam. Risiko benturan jika terjadi kecelakaan menjadi lebih besar, karena itu kewajiban penggunaan kelengkapan keselamatan jadi lebih ketat, setara dgn sepeda motor internal combustion engine (ICE)," terangnya.
Sumber: Otosia.com
Advertisement