Tukang Gigi Jabar Minta Perpanjangan Perizinan Dipermudah

Perizinan operasional tukang gigi telah diatur dalam Permenkes tersebut pada pasal 2 hingga 5 Permenkes No. 39 Tahun 2014.

oleh Arie Nugraha diperbarui 20 Jul 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi Gigi/https://unsplash.com/Diana Polekhina

Liputan6.com, Bandung - Perwakilan tukang gigi dari Serikat Tukang Gigi Indonesia (STGI) Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Barat (Jabar) mendatangi Dinas Kesehatan (Dinkes) untuk meminta bantuan.

Permintaan bantuan itu berupa pembinaan, pengawasan dan yang utama kepastian perpanjangan perizinan.

“Kami dari provinsi punya kewajiban untuk membina, mengawasi. Yang sudah dapat izin (praktik) bisa diperpanjang ke kabupaten dan kota. Kalau ada perubahan (Permenkes) untuk selanjutnya disampaikan ke kabupaten dan kota,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana Dewi dalam keterangan resmi ditulis Rabu, 20 Juli 2022.

Perizinan operasional tukang gigi telah diatur dalam Permenkes tersebut pada pasal 2 hingga 5 Permenkes No. 39 Tahun 2014.

Untuk proses perpanjangan izin tukang gigi, harus terlebih dahulu diajukan ke pemerintah kabupaten dan kota masing-masing.

"Mendatang mereka langsung berkoordinasi dengan Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jawa Barat terkait hal ini," ujar Nina.

Peraturan soal pekerjaan tukang gigi dituangkan dalam Permenkes nomor 39 tahun 2014 Pasal 6.

Disebutkan bahwa pekerjaan tukang gigi hanya membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh.

Lalu, bahannya terbuat dari bahan heat curing acrylic sesuai ketentuan dan persyaratan kesehatan dengan tidak menutupi sisa akar gigi.

Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa untuk pemasangan kawat gigi yang promonya banyak dipasang oleh tukang gigi, sesungguhnya harus dilakukan dokter gigi yang kompeten.

Ada rontgen gigi terlebih dahulu, kemudian pencetakan struktur gigi, pencabutan gigi, dan pemasangan kawat. Setelah itu diperlukan penggantian karet sekitar dua minggu sekali. (Arie Nugraha)


Permenkes No.39

Peraturan tentang pekerjaan tukang gigi tertuang jelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 39 tahun 2014 Pasal 6.

Disebutkan pekerjaan tukang gigi hanya membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh. Lalu, bahan tersebut terbuat dari bahan heat curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan dengan tidak menutupi sisa akar gigi.

Permenkes ini dikeluarkan untuk mencegah terjadinya korban akibat tindakan oknum tukang gigi. Salah satu masalah yang sering muncul karena tindakan oknum gigi adalah infeksi karena pemasangan gigi secara permanen. Di antaranya infeksi abses leher dalam karena kesalahan pemasangan gigi palsu oleh oknum tukang gigi.


Bekerja Berdampingan

Lalu bagaimana keterkaitan antara tukang gigi dan dokter gigi dalam dunia kesehatan?

Di dunia kedokteran gigi, tukang gigi disebut dengan tekniker yang senantiasa membantu para dokter gigi membuat gigi palsu atau tiruan.

Seperti dijelaskan Spesialis Gigi Palsu drg Andy Wirahadikusumah, Sp.Pros, dokter gigi dan tukang gigi bekerja berdampingan.

"Kita mau buat gigi palsu enggak ada waktu, dong. Maka itu, kita harus selalu berdampingan dengan tekniker. Mereka bagian yang membuatnya." kata Andy pada 2014 silam.

 


Tukang Gigi Tidak Diperbolehkan Menerima Pasien

Menurut Andy, kerja sama yang terjalin antara dokter gigi dan tukang gigi bak seorang arsitek dan tukang bangunan yang bekerja sama membangun satu gedung atau rumah yang kokoh untuk ditempati.

"Kita yang desain rahangnya dan lain-lainnya, tekniker ini yang nantinya akan membuatnya. Ya, kita arsiteknya, mereka tukang bangunannya. Setelah jadi, dokter gigi yang akan melihat hasilnya. Ketika ada yang kurang akan langsung diberitahu," kata Andy menambahkan.

Lebih lanjut Andy,mengatakan bahwa seorang tekniker memiliki laboratorium resmi bernama Dental Lab. Di sana para tekniker menerima jasa pembuatan gigi yang resmi. Namun tidak diperbolehkan menerima pasien.

"Hanya boleh membuat gigi palsu tok, atas perintah si dokter gigi," kata Andy.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya