Liputan6.com, Jakarta - The Cave, restoran fine dining yang terletak di dalam gua di kawasan Pecatu, Kabupaten Badung, Bali, terpaksa berhenti sementara. Pihak restoran disebut belum melengkapi izin dan kini menunggu kajian dari sejumlah instansi terkait pemanfaatan gua sebagai restoran.
Kepala Satpol PP Badung I Gusti Agung Ketut Suryanegara mengatakan pihak pengelola hanya memiliki izin operasional untuk hotel dan restoran yang ada di area hotel, bukan restoran di dalam gua itu. Karena itu, pihaknya memutuskan restoran itu tidak boleh digunakan sampai izinnya dilengkapi.
Baca Juga
Advertisement
Dilansir Antara, Selasa, 19 Juli 2022, penghentian operasional sementara dilakukan setelah Satpol PP Badung bersama sejumlah instansi meninjau ke lapangan. Mereka ingin memastikan legalitas bangunan restoran yang terletak di dalam kawasan hotel The Edge tersebut.
"Dari peninjauan ini, kesimpulan yang diambil untuk kegiatan di Restoran The Cave dihentikan sementara karena kami ingin mendapatkan kajian dari instansi terkait, khususnya balai budaya apakah gua ini kategori alam atau cagar budaya, sehingga dalam waktu secepatnya bisa diberikan rekomendasi," ujar Ketut Suryanegara.
Ia mengatakan hasil rekomendasi nantinya juga akan menentukan apakah gua itu sebagai cagar budaya atau bukan. Bila menjadi cagar budaya, negara wajib menjaga kelestariannya. "Kalaupun itu nantinya murni bentukan alam, maka kami juga ingin adanya kepastian, baik itu perizinan maupun dari segi keamanan," katanya.
Ketut menjelaskan, dengan adanya kepastian hukum seperti perizinan, rekomendasi dari pihak lingkungan hidup, dan balai budaya yang menyatakan itu layak untuk bisa digunakan, pihaknya akan bisa merekomendasikan The Cave untuk beroperasi kembali.
"Namun kalau memang rekomendasinya tidak layak dan tidak diperbolehkan, ya kami pastikan untuk tidak boleh restoran ini beroperasi," dia mengingatkan. Liputan6.com mencoba menghubungi pihak restoran untuk meminta tanggapan terkait penutupan tersebut, tetapi belum direspons.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gua Alami
Dikutip dari laman resmi The Cave, restoran di bawah tanah itu berkapasitas 22 kursi yang berkonsep fine dining. Pihak restoran menyatakan gua itu sebagai gua alam yang ditemukan pada 2013 saat pembangunan vila baru.
"Stalaktit batu kapur terbentuk sangat lambat - biasanya kurang dari 10 cm setiap seribu tahun - yang membuat stalaktit ini berusia lebih dari 30.000 tahun," keterangan pihak restoran.
Pihak restoran mengklaim gua itu dilestarikan sebelum dioperasionalkan sebagai hotel. Rencana pembukaan restoran sudah diumumkan sejak 15 Juli 2018, sesuai unggahan pertama mereka di akun Instagram @thecavebali.
Empat tahun kemudian, tepatnya pada 19 Mei 2022, restoran yang dirancang oleh desainer interior Caroline Usher itu akhirnya resmi beroperasi. Di antara stalaktit alami, mereka menempatkan bar dan meja kursi untuk tamu. Tidak diketahui apakah bagaimana mereka menjaga agar proses memasak tidak merusak stalaktit. Pasalnya, stalaktit sangat rentan terhadap perubahan iklim, tidak boleh disentuh, dan dipatahkan.
Mereka menawarkan slot makan siang dan makan malam untuk pengalaman menyantap tujuh menu hidangan dari chef. Biaya yang dikeluarkan untuk menikmati tujuh hidangan tersebut mulai dari Rp1,4 juta, belum termasuk pajak.
Advertisement
Tuai Perdebatan Warganet
Pembukaan restoran mewah itu menarik perhatian warganet dan influencer. Dikutip dari kanal Hot Liputan6.com, beberapa dari mereka langsung datang ke lokasi untuk merasakan langsung suasana restoran. Akun Twitter @BacangSpecial menyorot mulut gua ini dihiasi arca khas Bali yang menyambut setiap pengunjung.
Begitu masuk ke dalam, dekorasi mewah langsung menyambut. Perut gua ini terbilang luas, di dalamnya dijadikan tempat para koki memasak, hingga deretan kursi para tamu. Selain itu, restoran juga memiliki penerangan tak biasa, dilengkapi tujuh jenis light show berbeda.
Para pengunjung bisa menikmati sajian sambil memandangi langit-langit gua yang tersorot oleh proyektor lampu hiburan. Nuansa remang-remang jadi kesan tersendiri saat berada di dalam restoran gua berumur jutaan tahun ini.
Terlihat eksotis dan lain daripada yang lain, sensasi restoran mewah di dalam gua ini juga menyulut perdebatan netizen. Tak sedikit yang menganggap keberadaan restoran ini merusak gua yang seharusnya natural. Namun, tak sedikit beranggapan justru jadi nilai jual destinasi wisata itu sendiri.
"Apa ga takut makananya kejatohan eek kelelawar ya?" komentar @aprprmt.
"pasti ngerusak sih. itu apakah tidak takut dihinggapin binatang pas makan atau tiba2 goa nya kolaps?" tanggap akun @NonaMaya222.
"Tempat yang (mungkin) seharusnya bisa dinikmati semua kalangan sekarang banyak yang dieksklusifkan hanya bagi yang berduit ya," keluh pengguna @yobluga.
Kota Seribu Gua
Bukan restoran itu saja yang memanfaatkan gua, Pacitan juga mengelolanya sebagai destinasi wisata. Bahkan, kota kelahiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu dijuluki sebagai Kota Seribu Gua. Ini dibuktikan dari jumlah goa atau gua yang mencapai 105 buah, menurut laman resmi Pacitan.
Salah satu gua yang terkenal akan keindahannya adalah Goa Gong. Masyarakat menamai tempat ini ‘Gong’ karena sering mendengar suara gong yang menggema dari dalamnya.
Tidak seperti tempat uji nyali, Goa Gong sudah diberi lampu hias warna-warni agar menambah keindahan dalamnya. Tempat ini bahkan dijuluki gua stalaktit terindah se-Asia Tenggara. Gua ini terletak di Desa Bomo, Kecamatan Punung dengan jarak tempuh 37 km arah barat dari kota Pacitan.
Ada pula Goa Kalak. Konon, mantan Presiden Soeharto pernah bersemadi di gua ini. Ada juga Goa Tabuhan. Di dalam gua ini jika dipukul akan membunyikan suara seperti gamelan Jawa.
Advertisement