Ada Kasus Baru Covid-19, Tianjin China Tutup Bisnis Hiburan hingga Tempat Bimbel

Kota Tianjin di China menutup banyak tempat hiburan hingga lembaga bimbingan belajar setelah melaporkan 11 kasus baru Covid-19.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Jul 2022, 15:13 WIB
Pengunjung pusat perbelanjaan berjalan melalui pos pemeriksaan kesehatan di Beijing, China, Selasa (14/12/2021). Kasus pertama varian omicron COVID-19 telah terdeteksi di daratan negara di kota Tianjin di sebelah timur Beijing. (AP Photo/Ng Han Guan)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah kasus infeksi Covid-19 telah memaksa kota pelabuhan Tianjin di China menutup banyak tempat hiburan dan beberapa sekolah taman kanak-kanak hingga lembaga bimbingan belajar. 

Dilansir dari Channel News Asia, Rabu (20/7/2022)  Tianjin, dengan populasi lebih dari 12 juta dan lokasi pabrik-pabrik perusahaan ternama seperti Boeing dan Volkswagen, melaporkan 11 kasus Covid-19 lokal baru setelah sekitar seminggu nol kasus.

Pejabat Tianjin mengatakan pada Senin malam (18/7) bahwa berbagai tempat hiburan dalam ruangan, seperti tempat karaoke, bar, di dua distrik dengan total lebih dari 2 juta penduduk diperintahkan untuk ditutup, tanpa mengungkapkan tanggal pembukaan kembali.

Salah satu distrik lainnya juga memerintahkan penutupan di taman kanak-kanak dan lembaga bimbingan belajar selama tiga hari.

Namun pelabuhan Tianjin, yang mengelola bisnis bongkar muat kargo pelabuhan, beroperasi secara normal. 

Beban kasus di Tianjin dan wilayah China lainnya cukup rendah dalam konteks global selama lebih dari dua tahun, tetapi negara itu mempertahankan kebijakan "dinamis nol-Covid-19 untuk menahan penularan. 

Dengan aturan pencegahan Covid-19 nya yang ketat, kebijakan ini memicu hambatan di sejumlah besar bisnis lokal dan mengaburkan prospek ekonomi China.

Analis Nomura mengatakan dalam sebuah catatan, bahwa diperkirakan sebanyak 264,1 juta orang di 41 kota di China terdampak pemberlakukan lockdown penuh atau aturan pembatasan lainnya.

Angka tersebut menandai kenaikan dari 247,5 juta orang di 31 kota pekan lalu.

 


Ekonomi China Susut Imbas Lockdown, Terburuk Dibandingkan Awal Pandemi Covid-19

Seorang wanita mengenakan masker berjalan ke sebuah pusat perbelanjaan di Beijing, China, Selasa (14/12/2021). Kasus pertama varian omicron COVID-19 telah terdeteksi di daratan negara di kota Tianjin di sebelah timur Beijing. (AP Photo/Ng Han Guan)

 Ekonomi China mengalami kontraksi tajam pada kuartal kedua tahun ini karena lockdown Covid-19 yang meluas menghantam bisnis dan konsumen.

Dilansir dari BBC, Produk domestik bruto (PDB) China turun 2,6 persen dalam tiga bulan hingga akhir Juni 2022 dari kuartal sebelumnya.

Pada basis year-on-year, ekonomi China tumbuh hanya 0,4 persen di periode April-Juni 2022, kurang dari ekspektasi 1 persen.

"Pertumbuhan PDB kuartal kedua adalah hasil terburuk sejak awal pandemi, karena lockdown, terutama di Shanghai, sangat berdampak pada aktivitas pada awal kuartal," kata Tommy Wu, Ekonom Utama di Oxford Economics.

Angka resmi bulan lalu menunjukkan peningkatan kinerja ekonomi China menyusul dicabutnya pembatasan.

"Namun, data Juni lebih positif, dengan aktivitas meningkat setelah sebagian besar lockdown dicabut. Tetapi penurunan real estat terus menyeret pertumbuhan," tambah Tommy Wu.

Sementara itu, Jeff Halley, analis pasar senior untuk Asia Pasifik di platform perdagangan Oanda, mengatakanbahwa dia juga melihat beberapa titik terang dalam data ekonomi hari ini dari China.

"PDB lebih buruk dari yang diharapkan, namun pengangguran turun menjadi 3,5 persen dan penjualan ritel mengungguli secara mengesankan," ungkap Halley.

"Pasar keuangan cenderung berkonsentrasi pada angka ritel, yang tampaknya menunjukkan konsumen China dalam kondisi yang lebih baik dari yang diharapkan," jelasnya. 


IMF : China Butuh Lebih Banyak Kebijakan Fiskal dan Moneter demi Tangani Dampak Ekonomi dari Covid-19

Warga mengenakan masker antre swab tes corona selama pengujian massal di Tianjin, China, Minggu (9/1/2022). Tianjin memulai pengujian massal terhadap 14 juta penduduknya setelah sekelompok anak-anak dan orang dewasa dinyatakan positif COVID-19, beberapa dengan varian omicron. (AP Photo/Andy Wong)

Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa China perlu menambahkan lebih banyak dukungan kebijakan fiskal dan moneter untuk mengatasi perlambatan ekonomi yang disebabkan oleh lockdown Covid-19. 

Beberapa kota di China pekan ini memberlakukan pembatasan baru dalam upaya menahan penuluran Covid-19, dengan pusat ekonomi Shanghai meluncurkan upaya tes massal lainnya.

Juru bicara IMF Gerry Rice menyebut, diperlukannya kebijakan penahanan pandemi Covid-19 yang tidak terlalu ketat.

"Kami menyambut baik pergeseran ke kebijakan fiskal yang lebih ekspansif tahun ini, tetapi bahkan lebih banyak dukungan akan membantu mengatasi perlambatan pertumbuhan yang sedang berlangsung," kata Rice, ketika ditanya tentang saran kebijakan IMF untuk China, dikutip dari Channel News Asia Jumat (15/7/2022).

"Dukungan fiskal ini akan sangat efektif, dalam pandangan kami, jika difokuskan pada rumah tangga rentan melalui transparansi dan penguatan sistem perlindungan sosial," ujarnya.

Mengingat inflasi inti yang rendah di China, IMF percaya bank sentral negara itu harus terus memberikan dukungan kebijakan moneter.

Rice mengatakan penurunan suku bunga kebijakan utama awal tahun ini adalah "langkah yang disambut baik" yang menurunkan biaya pinjaman dan memperkuat investasi.

Selain itu, peningkatan vaksinasi juga diperlukan untuk menyesuaikan strategi nol-Covid-19 China yang telah mendorong lockdown dan gangguan rantai pasokan yang memengaruhi ekonomi global.

"Mengurangi gangguan aktivitas ekonomi dari Covid-19 akan membutuhkan peningkatan suntikan vaksinasi booster dan menargetkan lansia yang kurang divaksinasi," jelas Rice.

"Ini pada akhirnya akan memungkinkan penyesuaian strategi penahanan menjadi lebih fleksibel dan tidak terlalu membatasi," tambah dia. 


Bisnis dan Kasino di Makau Tutup Hingga 22 Juli, Lockdown Covid-19 Diperpanjang Lagi

Kasino Lisboa ditutup di Makau, Senin (11/7/2022). Pihak berwenang Makau telah memerintahkan bisnis yang tidak penting, yang mencakup lebih dari 30 kasino, untuk ditutup selama seminggu akibat ledakan kasus Covid-19 yang menyebar di pusat judi terbesar dunia itu. (AP Photo/Kong)

Otoritas Makau memperpanjang penutupan bisnis, termasuk kasino hingga 22 Juli mendatang, dalam upaya menekan penyebaran Covid-19, menurut sebuah pernyataan di situs webnya.

Dilansir dari Channel News Asia, lockdown Covid-19 di wilayah administrasi khusus China itu awalnya dijadwalkan berakhir pada Senin (18/7). 

Makau memberlakukan lockdown Covid-19 Senin lalu, dengan menutup pusat ekonomi kota termasuk kasino, dan melarang penduduk meninggalkan rumah mereka, kecuali untuk kegiatan penting seperti berbelanja bahan makanan.

Makau telah mencatat sekitar 1.700 infeksi Virus Corona Covid-19 sejak pertengahan Juni 2022.

Sejauh ini, lebih dari 20.000 orang tengah berada dalam karantina wajib karena kebijakan nol-Covid-19 China, yang bertujuan untuk meredam wabah, meski tidak seperti dengan tren global yang mencoba hidup berdampingan dengan Virus Corona.

Selain itu, lebih dari 90 persen dari 600.000 penduduk Makau telah divaksinasi  Covid-19 dengan dosis lengkap, tetapi ini adalah pertama kalinya kota itu harus bergulat dengan varian Omicron yang menyebar cepat.

Wilayah tersebut hanya memiliki satu rumah sakit umum untuk lebih dari 600.000 penduduknya, dan sistem medisnya sudah diperluas sebelum wabah Virus cCrona.

Pihak berwenang Makau juga telah mendirikan rumah sakit darurat di sebuah fasilitas olahraga di dekat kawasan jalur Cotai dan memiliki sekitar 600 pekerja medis dari China yang membantu mereka.

Infografis 6 Tips Mudah Perlindungan Diri dan Sekitar dari Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya