Pria Ditembak di Lokasi Syuting Law & Order, Pelaku Misterius

Kasus tembakan maut di lokasi Law & Order terjadi sebelum agenda syuting dimulai.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 20 Jul 2022, 11:06 WIB
Ilustrasi Foto Penembakan dengan Senjata Api (iStockphoto)

Liputan6.com, New York City - Seorang pria tewas ditembak di lokasi syuting serial televisi "Law & Order: Organized Crime". Jenazah korban penembakan ditemukan pada pukul 05.15 pagi pada Selasa (19/7) di Brooklyn, New York City.

Dilaporkan AP News, Rabu (20/7/2022), korban bernama Johnny Pizarro (31) ditemukan dengan luka-luka tembakan di kepala dan leher. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Pizarro adalah warga Queens yang juga berlokasi di New York City. Area TKP telah dijaga pihak kepolisian. Saat penembakan terjadi, tidak ada aktivitas syuting yang dibutuhkan.

"Law & Order: Organized Crime" tayang di NBC. Pihak NBC telah mengkonfirmasi bahwa Pizarro adalah anggota kru serial tersebut. Rencananya, seri itu tayang pada musim gugur 2020.

"Kami sangat luar biasa sedih dan syok mendengar bahwa salah satu anggota kru kami menjadi korban kejahatan pada pagi dini hari ini dan meninggal atas akibat hal tersebut," tulis pernyatan NBC dan Universal Television.

"Kami sekarang bekerja dengan penegak hukum setempat sebagaimana mereka melanjutkan investigasi," lanjut pernyataan tersebut, sembari meminta adanya privasi bagi keluarga korban di saat yang berat ini.

Polisi masih menginvestigasi kejadian ini dan belum merilis tersangka atau motif di balik peristiwa tersebut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Joe Biden Tandatangani UU Keamanan Senjata di Amerika Serikat

Presiden AS Joe Biden emosional saat membahas penembakan massal di sekolah dasar di Texas. Dok: VOA

Sebelumnya dilaporkan, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menandatangani undang-undang yang digambarkan sebagai UU keamanan senjata karena penembakan terus memakan korban di negara itu.

Undang-undang, yang ditandatangani pada Sabtu pagi, mulai berlaku sebulan setelah seorang pria bersenjata masuk ke sebuah sekolah dasar di Uvalde, Texas. 

Insiden itu menewaskan 19 anak dan dua guru yang telah memicu demonstrasi nasional menentang kekerasan senjata dan kelambanan politik, demikian dikutip dari laman Xinhua, Minggu (26/6/2022).

Ada lebih dari 21.000 kematian akibat kekerasan senjata dan 281 penembakan massal di seluruh Amerika Serikat sepanjang tahun ini, menurut data terbaru dari Arsip Kekerasan Senjata.

"Saya tahu masih banyak yang harus dilakukan," kata Biden dari Gedung Putih sebelum berangkat ke Eropa.

RUU tersebut meningkatkan pemeriksaan latar belakang untuk pembeli senjata berusia 18-21, sehingga mendapatkan senjata api melalui perdagangan ilegal sebagai pelanggaran federal dan menjelaskan definisi dari dealer senjata api berlisensi federal.

Dua hari sebelumnya, Mahkamah Agung AS membatalkan undang-undang negara bagian New York yang menempatkan pembatasan membawa pistol tersembunyi di luar rumah, yang kemungkinan akan memperumit upaya untuk mengekang kekerasan senjata.

"Saya sangat kecewa dengan keputusan Mahkamah Agung," kata Joe Biden dalam sebuah pernyataan, Kamis.

"Keputusan ini bertentangan dengan akal sehat dan Konstitusi, dan seharusnya sangat menyusahkan kita semua."

Senjata sudah mendarah daging dalam masyarakat AS dan perdebatan politik dan sosial bangsa.

Amerika Serikat memiliki lebih banyak senjata daripada negara lain mana pun di dunia -- dan jumlah itu terus bertambah, terutama karena konstitusinya yang melindungi hak untuk menyimpan dan memanggul senjata dan melobi dari kelompok hak senjata.

Pemilik senjata Amerika memiliki 393,3 juta senjata, atau 120 senjata api per 100 warga negara, menurut laporan tahun 2018 oleh Small Arms Survey, sebuah organisasi yang berbasis di Jenewa.


Kasus di Texas

Presiden Joe Biden melepas jaket sebelum disuntik dosis keempat vaksin COVID-19 Pfizer/BioNTech keduanya di South Court Auditorium di Gedung Putih, Rabu (30/3/2022). AS pada Selasa mengizinkan orang berusia di atas 50 tahun dan kondisi rentan bisa menerima booster kedua. (AP Photo/Patrick Semansky)

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberikan respons yang tenang namun penuh emosi usai penembakan di Robb Elementary School, San Antonio, negara bagian Texas. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (24/5) waktu setempat. 

Peristiwa di SD Texas itu adalah penembakan sekolah terburuk dalam sejarah Texas. Presiden Joe Biden memulai pidatonya membahas keadaan psikologis para orang tua, serta para anak-anak lain yang menjadi saksi mata peristiwa tersebut. 

Presiden Biden turut menyorot kenapa AS terus-terusan mengalami penembakan massal seperti ini, sementara tetapi negara-negara lain tidak.

"Penembakan massal seperti ini jarang terjadi di tempat lain di dunia. Mengapa? Mereka punya masalah mental. Mereka punya pertikaian domestik di negara-negar lain. Mereka memiliki orang-orang yang tersesat. Tapi penembakan massal ini tidak terjadi sesering yang terjadi di AS," ujar Presiden Joe Biden dalam konferensi pers di Gedung Putih dan didampingi Ibu Negara Jill Biden.

Salah satu insiden penembakan massal di sekolah yang terparah dalam sejarah AS adalah penembakan Sandy Hook. Ketika itu, Joe Biden masih menjabat sebagai wakil presiden. 

Presiden Biden lantas mendorong agar Amerika Serikat bisa berani melawan pelobi-lobi senjata, serta menghadapi pihak-pihak yang menghalangi pengesahan aturan senjata api.

"Saatnya mengubah rasa sakit ini menjadi aksi," ujar Presiden Biden. "Untuk semua orang tua, untuk semua warga, kita harus memperjelas ke semua pejabat terpiilh di negara ini. Saatnya bertindak!"

Sejumlah politisi dari Partai Republik diketahui dekat dengan pelobi senjata api, termasuk dengan National Rifles Assosiation (NRA). 


Aturan Senjata Api

Wakil Presiden AS Kamala Harris saat berada di Ruang Makan Negara, Gedung Putih di Washington, DC, pada 21 Januari 2021. Kamala Harris juga menjadi warga keturunan Asia dan Jamaika pertama yang menduduki posisi Wakil Presiden di Amerika Serikat. (MANDEL NGAN / AFP)

Di tempat lain, Wakil Presiden AS Kamala Harris berkata peristiwa penembakan massal di Texas membuat hancur hati masyarakat. Namun, Kamala berkata hati para orang tua korban pasti yang merasakan dampak terparah. 

Berbicara di acara Asian Pacific American Institute for Congressional Studies (APAICS), Kamala Harris menyayangkan bahwa insiden seperti ini kerap terjadi di AS, dan mendorong adanya peraturan yang masuk akal terkait senjata api.

"Cukup berarti cukup," ujar Kamala Harris yang tampak emosional. "Sebagai negara, kita harus memiliki keberanian untuk mengambil tindakan."

Kamala pun menegaskan bahwa pihaknya berdiri dengan masyarakat yang terdampak penembakan ini. 

Infografis 6 Tips Mudah Perlindungan Diri dan Sekitar dari Covid-19. (Liputan6.com/Niman)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya