Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan Putusan Nomor 106/PUU-XVIII/2020 pada 20 Juli 2022 yang menolak permohonan uji materil pasal pelarangan Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan.
Namun dalam pertimbangannya, MK memerintahkan Pemerintah untuk segera melakukan riset terhadap Narkotika Golongan I dengan kepentingan praktis pelayanan kesehatan.
Baca Juga
Advertisement
Menanggapi hal itu, Koalisi Advokasi Narkotika untuk Kesehatan (Rumah Cemara, ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba, LGN, EJA) menyerukan agar Pemerintah dan DPR harus mengkaji ulang pelarangan penuh penggunaan narkotika untuk kepentingan kesehatan.
"Penjelasan Pasal 6 ayat (1) dan Pasal 8 UU Narkotika harus menjadi poin penting untuk dihapuskan dalam revisi UU Narkotika," tulis koalisi dalam keterangan pers diterima, Rabu (20/7/2022).
Selain itu, koalisi mendesak agar pihak Pemerintah maupun swasta bisa menjalankan amanat MK yang memberi peluang besar untuk menyelenggarakan penelitian yang komprehensif dan mendalam tentang penggolongan narkotika dan teknis pemanfaatan narkotika untuk kepentingan kesehatan.
"Pemerintah segera lakukan penelitian dan pengkajian ilmiah terhadap jenis-jenis narkotika golongan I yang dapat dimanfaatkan sebagai pelayanan kesehatan," jelas koalisi.
Koalisi meyakini, penelitian terkait juga penting untuk menghasilkan skema yang jelas dan komprehensif tentang pemanfaatan Narkotika Golongan I untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
"MK telah menekankan kata segera pada putusannya, harus dimaknai tidak boleh lagi ada penundaan dan ketidakpastian dari pemerintah dalam melakukan penelitian narkotika untuk pelayanan kesehatan," tegas koalisi.
Merujuk Penelitian
Koalisi menyarankan, agar Pemerintah dapat merujuk terhadap penelitian-penelitian lain di luar negeri maupun yang dikeluarkan badan PBB.
Mulai dari kajian pada 2019 dari Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD) yang menjadi dasar rekomendasi perubahan golongan dan pemanfaatan ganja untuk pelayanan kesehatan di the Commission on Narcotics Drugs (CND).
"Pemerintah harus memberikan solusi kepada anak-anak yang menderita cerebral palsy, khususnya yang membutuhkan pengobatan spesifik seperti terapi minyak ganja. Pemerintah harus membantu memikirkan pembiayaan pengobatan di Indonesia yang tidak tercover BPJS dan peralatan penunjang lain yang berbiaya tinggi," koalisi memungkasi.
Advertisement
Komisi III DPR Pastikan Revisi UU Narkotika
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika akan mulai dibahas pada masa sidang Agustus 2022 mendatang.
“Masa sidang yang akan datang, setelah 17 Agustus kita akan memulai pembahasan itu,” kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (20/7/2021).
Pembahasan revisi UU Narkotika akan dimulai dengan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). “Tentu pembahasan itu dibarengi dengan melakukan RDPU dulu dengan para dokter, ahli farmasi,” ujarnya.
Lebih lanjut, politikus PPP ini menyatakan bahwa DPR tidak mau melegalkan ganja lewat revisi UU Narkotika ini. Namun DPR ingin merelaksasi penggunaan ganja untuk medis.
“Tetapi sekali lagi ingat jangan ada pembelokan. DPR atau Komisi III tidak sedang melakukan usaha melegalkan ganja, bukan itu, apalagi untuk rekreasi atau untuk kesenangan. Kita cuma merelaksasi agar kalau perkembangan ilmu pengetahuan ke depan itu ada obat yang memang ada campuran ganja dan itu bisa mengobati penyakit,” kataya menandaskan.