Kemenkes Segera Tindaklanjuti Putusan MK Soal Penelitian Ganja Medis

Tindaklanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendorong penelitian ganja medis.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 21 Jul 2022, 16:16 WIB
Banner Ganja untuk Medis. (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 terkait Penggunaan Ganja Medis untuk Kesehatan. Walau begitu, MK menekankan untuk mendorong adanya penelitian atau kajian penggunaan ganja medis.

Terkait putusan MK, Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Mohammad Syahril menyampaikan, Kemenkes segera menindaklanjuti hal tersebut. Bahwa ganja yang masuk kategori 'Narkotika Golongan I' ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk kemungkinan melihat pemanfaatan secara medis.

"Sesuai dengan pendirian (putusan) MK, Kemenkes akan menindaklanjutinya (penelitian ganja untuk medis)," kata Syahril saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Kamis, 21 Juli 2022.

MK menolak gugatan perkara Nomor 106/PUU-XVIII/2020 yang diajukan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

Menurut MK, pihaknya tidak berwenang mengadili materi legalisasi ganja untuk medis yang dimohonkan. Sebab, permohonan para pemohon merupakan bagian dari kebijakan terbuka DPR dan Pemerintah untuk mengkaji, apakah ganja bisa digunakan untuk medis.

“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar ketua MK Anwar Usman dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (20/7/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Dorong Kajian Ganja untuk Medis

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) membacakan putusan saat sidang uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 atau legalisasi ganja untuk medis di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Sidang uji materi tersebut dengan pemohon Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Para penggugat meminta Mahkamah Konstitusi untuk mengubah Pasal 6 Ayat (1) UU Narkotika supaya memperbolehkan penggunaan ganja yang masuk jenis 'Narkotika Golongan I' untuk kepentingan medis. Mereka juga meminta MK menyatakan Pasal 8 Ayat (1) yang berisi larangan penggunaan 'Narkotika Golongan I' untuk kepentingan kesehatan inkonstitusional.

Dalam rilis resmi, Kamis (21/7/2022), Mahkamah Konstitusi pun dapat memahami dan memiliki rasa empati yang tinggi kepada para penderita penyakit tertentu yang menurut para Pemohon dapat disembuhkan dengan terapi menggunakan jenis 'Narkotika Golongan I.'

Namun, hal tersebut belum merupakan hasil yang valid dari pengkajian dan penelitian secara ilmiah. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi MK untuk mendorong penggunaan jenis 'Narkotika Golongan I' dengan sebelumnya harus dilakukan pengkajian dan penelitian secara ilmiah.

Hal ini berkaitan dengan kemungkinan pemanfaatan jenis 'Narkotika Golongan I' untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi. Selanjutnya, hasil pengkajian dan penelitian secara ilmiah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pembentuk undang-undang di dalam merumuskan kemungkinan perubahan kebijakan berkenaan dengan pemanfaatan jenis 'Narkotika Golongan I.'


Kekhawatiran Bila Disalahgunakan

pasangan suami-istri Santi Warastuti dan Sunarta berharap Mahkamah Konstitusi memberikan keputusan bijak terkait penggunaan ganja untuk kepentingan medis

Ditegaskan kembali, MK menyatakan, semangat yang terkandung dalam Penjelasan Umum UU Narkotika, bahwa narkotika jenis tertentu merupakan zat atau obat yang bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu.

Di sisi lain, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan, baik perseorangan maupun masyarakat, khususnya generasi bangsa.

Terlebih, narkotika jenis tertentu lainnya -- yang oleh undang-undang sepenuhnya masih dilarang penggunaannya -- selain apa yang secara tegas diperbolehkan, seperti halnya jenis 'Narkotika Golongan I' yang hanya diperbolehkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

“Hal itu akan sangat merugikan jika pembatasan tersebut justru ada penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," jelas Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh saat membacakan pertimbangan hukum.  

"Pada akhirnya, akan dapat merusak generasi bangsa dan bahkan melemahkan ketahanan nasional."


Pemanfaatan Butuh Pengkajian

Suasana sidang uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap UUD 1945 atau legalisasi ganja untuk medis di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Sidang uji materi tersebut dengan pemohon Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti, Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Berkaitan dengan dalil para Pemohon terkait dengan inkonstitusionalitas Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Narkotika yang dibaca:

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan dan/atau terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Terkait dalil di atas, menurut Mahkamah Konstitusi, pengelompokkan narkotika ke dalam tiga jenis golongan sebagaimana dimaksud dalam UU Narkotika, yaitu Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, dan Narkotika Golongan III merupakan hal yang penting dilakukan.

Hal ini melihat sifat dari ketiga jenis golongan narkotika mempunyai dampak yang berbeda. Demikian dengan akibat hukum yang ditimbulkan, jika terjadi penyalahgunaan pemanfaatan narkotika yang dapat menimbulkan bahaya, maka tidak hanya berkaitan dengan ancaman jiwa, melainkan juga kehidupan manusia yang lebih luas.

Oleh karena itu, sangat relevan pembagian jenis golongan narkotika tersebut tetap dipertahankan untuk dijadikan rujukan dalam membuat regulasi terkait dengan penggunaan, pengkajian dan penelitian, serta penegakan hukumnya ketika terjadi penyalahgunaan.

Maka, di dalam menentukan jenis-jenis narkotika yang ditetapkan ke dalam suatu jenis golongan narkotika tertentu dibutuhkan metode ilmiah yang sangat ketat. Sehingga, terkait dengan adanya keinginan untuk menggeser/mengubah pemanfaatan jenis narkotika dari golongan yang satu ke dalam golongan yang lain, hal tersebut juga tidak dapat secara sederhana dilakukan.

Infografis Jeritan Hati untuk Legalisasi Ganja Medis di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya