Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad memandang Indonesia tak akan masuk ke jurang krisis ekonomi. Meskipun berbagai negara diprediksi terdampak dengan adanya krisis ekonomi global yang dipicu oleh memanasnya kondisi geopolitik global.
Kendati begitu, ada hal yang perlu dijaga oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya berkaitan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan kuartal IV yang harus dijaga tetap positif.
Advertisement
“Resesi ekonomi indonesia tahun ini bisa dipastikan masih relatif aman, jika Pertumbuhan ekonomi Q3 dan Q4 masih Positif. Tentu hal tersebut akan dipengaruhi oleh supply dan demand,” katanya kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (21/7/2022).
Politisi dari Partai Gerindra itu mengamini resesi ekonomi yang terjadi di sejumlah negara bisa berdampak pada Indonesia. Apalagi dengan status Amerika Serikat yang saat ini telah masuk ke resesi.
“Kita akan lihat dampaknya terhadap Tiongkok dan beberapa negara Asia yang merupakan mitra utama dagang Indonesia,” terangnya.
Adanya kenaikan komoditas global turut mempengaruhi tingkat ekonomi sejumlah negara. Meski begitu Kamrussamad memandang Indonesia masih diuntungkan, karena Indonesia menjadi salah satu penghasil komoditas yang diminati dunia.
Dua hal yang paling diminati adalah sektor energi. Yakni, batu bara dan minyak kelapa sawit. Walaupun untuk penyaluran Crude Palm Oil (CPO) tengah diupayakan untuk ditingkatkan.
“Saat ini indonesia masih diuntungkan oleh harga komoditas dunia meningkat sehingga neraca perdagangan meningkat positif,” ujarnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Antisipasi Krisis Pangan
Lebih lanjut, Kamrussamad memandang pemerintah harus bisa mengatasi krisis pangan yang jadi salah satu ancaman nyata. Ini juga disebut menjadi tantangan baru sejumlah negara di dunia dalam menjaga kestabilan pasokan pangannya.
“Yang perlu diantisipasi krisis pangan, sejauh mana produksi dalam negeri, ketersediaan stok dan kelancaran jalur distribusi antar pulau. Karena hal ini bisa mempengaruhi harga (di pasaran),” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap harga pangan diprediksi akan terus meningkat hingga tahun depan. Ia bersandar pada kondisi global yang belum pulih dari dampak Covid-19 ditambah ketegangan geopolitik global.
Per Maret tahun ini kenaikan harga pangan telah mencapai 13 persen, maka sampai akhir tahun kenaikan ini bisa mencapai 20 persen.
"Kemungkinan akan naik lebih jauh, berpotensi hingga 20 persen menjelang akhir tahun 2022," kata Sri Mulyani dalam Seminar Internasional: Global Collaboration for Tackling Food Insecurity, Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Advertisement
Menguntungkan
Sebelumnya, Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah optimistis Indonesia jauh dari jurang krisis ekonomi. Meski sejumlah negara di dunia saat ini tengah dihadapkan oleh ancaman krisis yang melanda akibat berbagai sebab.
Misalnya, Sri Lanka yang belakangan di label sebagai negara bangkrut. Bahkan, menyebabkan kerusuhan yang melanda negaranya tersebut.
“Ekonomi Indonesia didukung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, kenaikan harga komoditas saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah bagi Indonesia, Penerimaan pemerintah mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan selama periode booming harga komoditas. Hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka,” ujar Piter kepada Liputan6.com, Rabu (20/7/2022).
Di sisi usaha, ekonomi Indonesia ditopang oleh sejumlah perusahaan pelat merah dan swasta yang sama-sama dinilai berkelas dunia. Sehingga ini jadi salah satu aspek penting dalam menjaga kestabilan ekonomi nasional.
“Indonesia punya Pertamina, Inalum, Telkom, Bank Mandiri, Bank BCA, Medco, hingga Indofood, yang kiprahnya tidak hanya diakui di dalam negeri tetapi juga global. Semuanya aktif memutar perekonomian Indonesia menghasilkan output nasional sekaligus menjadikan Indonesia termasuk 20 besar ekonomi dunia,” paparnya.
Dari sisi kebijakan, Piter memandang Indonesia memiliki kebijakan moneter dan fiskal yang terencana dengan cukup baik. Sehingga utang pemerintah juga tidak pernah melewati 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Dengan kinerja perekonomian yang konsisten, didukung kedisiplinan pemerintah mengelola fiskal, investor asing dan domestik tidak pernah kehilangan keyakinannya untuk membeli surat utang Indonesia, fiskal terjaga dengan terus berputarnya utang pemerintah,” bebernya.
Dampak Pandemi
Lebih lanjut, Piter memandang Indonesia sempat masuk ke jurang resesi. Namun hal ini bisa kembali dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional. Diantaranya, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia yang mempercepat pemulihan ekonomi.
“Meskipun perekonomian dilanda resesi, sistem keuangan Indonesia relatif terjaga stabil. Response kebijakan yang terukur dari OJK mampu menjaga sistem keuangan tidak mengalami perburukan yang berarti,” terangnya.
“Indikator-indikator utama di pasar keuangan, industri perbankan, dan industri keuangan non bank selama pandemi masih menunjukkan kinerja yang relatif baik. Indikator-indikator utama tersebut antara lain adalah kualitas kredit atau pembiayaan (NPL dan NPF), permodalan, dan likuiditas,” tambah Piter.
Di sisi lain, kualitas kredit perbankan atau pembiayaan di lembaga pembiayaan selalu terjaga di level yang relatif aman. Meski sempat mengalami sedikit peningkatan akibat pandemi. Menurut catatan Piter, NPL dan NPF tidak pernah melewati batas psikologis 5 persen, selalu di kisaran 3 persen.
Advertisement