Gegara Bangun SPBU di Kawasan Hutan Lindung, Wakil Ketua DPRD Mamuju Jadi Tersangka

Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara tindak pidana dugaan korupsi pengalihan hak pada hutan negara dengan fungsi lindung di Desa Tadui, Mamuju

oleh Abdul Rajab Umar diperbarui 22 Jul 2022, 04:00 WIB
Wakil Ketua DPRD Mamuju, ADH ditetapkan tersangka dugaan kasus korupsi oleh Kejati Sulbar (Foto: Liputan6.com/Abdul Rajab Umar)

Liputan6.com, Mamuju - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara tindak pidana dugaan korupsi pengalihan hak pada hutan negara dengan fungsi lindung di Desa Tadui, Mamuju. Tiga tersangka itu, yakni ADH (48), HM (62) dan SH (56).

Tersangka ADH merupakan anggota DPRD Mamuju yang menjabat sebagai unsur pimpinan atau wakil ketua. Sedangkan, HM merupakan mantan Kepala Kantor Pertanahan Mamuju dan SB merupakan mantan Kepala Desa Tadui. 

Kepala Kejajaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Didik Istiyanta mengatakan, para tersangka melakukan muslihat dalam penertiban Sertifikat Hak Milik (SHM). Mereka secara sadar menerbitkan SHM di tanah yang merupakan kawasan hutan lindung seluas satu hektare tempat ADH membangun sebuah SPBU.

"Dugaan tindak pidana korupsi ini merugikan keuangan negara hingga Rp2,8 milliar," kata Didik kepada wartawan, Kamis (21/07/22).

Didik menambahkan, ADH yang juga anggota legislatif dari fraksi Partai Hanura itu berperan sebagai penginisiasi pemohon SHM tanah di Desa Tadui. Dia juga merupakan pemilik perusahaan yang mengajukan serta mendirikan SPBU di kawasan hutan lindung.

"Tersangka sudah tau bahwa lokasi pendirian SPBU tersebut sebagian besar masuk dalam kawasan hutan lindung," ujar Didik.

Didik menyebutkan, dalam kasus dugaan korupsi ini kerugian negara memang tidak besar. Namun, penanganan perkara ini sebagai sarana untuk mengembalikan hutan negara sebagai hutan linding.

"Terhadap para tersangka masing-masing dilakukan penahanan dengan jenis penahanan rutan di Rutan Kelas II Mamuju selama 20 hari mulai hari ini 21 Juli 2022," sebut Didik.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Ancaman 20 Tahun Penjara

Tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Tersangka diancaman pidana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp1 miliar," jelas Didik.

Kuasa Hukum ADH, Nasrun mengatakan, pihaknya menghargai proses penetapan tersangka dan penahanan kliennya oleh kejaksaan. Namun, akan segera melakukan upaya preperadilan sebagai hak kliennya sesuai ketentuan Undang-undang.

"Dasar penetapan tersangka ini menurut kami tidak sesuai dengan aturan yang ada. Kami juga akan melakukan upaya penangguhan penahanan," tutup Nasrun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya