Liputan6.com, Jakarta - Tiap orang mungkin punya impian untuk bekerja sesuai dengan jurusan saat kuliah atau setidaknya menurut minat dan kemampuan mereka. Mereka yang baru lulus jadi sarjana misalnya, biasanya ingin bekerja di bidang atau ilmu yang dipelajarinya saat kuliah.
Namun, tidak semua orang bisa mewujudkan hal tersebut. Beragam faktor, seperti ketatnya persaingan kerja dan minimnya lowongan pekerjaan yang memadai, bisa jadi penghalangnnya. Situasi inilah yang dialami oleh seorang wanita asal Malaysia.
Baca Juga
Advertisement
Wanita tersebut mengikuti tren Tiktok yang memperlihatkan perbedaan kentara antara gelar yang dimiliki dan juga pekerjaannya saat ini. Kisahnya ia bagikan melalui akun TikTok @ainxang.
Wanita ini merupakan lulusan sarjana sains dari Universiti Teknologi MARA (UiTM) Shah Alam di Sarawak, Malaysia. Dalam unggahannya, wanita ini menjelaskan bila dirinya berasal dari jurusan Kimia dan mendapatkan predikat lulus dengan pujian. Wanita berhijab itu juga menunjukkan momen wisudanya di kampus.
Lulus dari universitas tersebut, wanita ini berharap dapat bekerja sesuai bidangnya. Namun, sepertinya hal tersebut belum bisa terwujud. Kini dirinya bekerja di salah satu restoran cepat saji atau fastf ood, KFC. "Tidak ada pekerjaan yang sempurna, tetapi rezeki berasal dari Allah," tulisnya dalam unggahan di akun TikTok @ainxang.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dukungan dan Tawaran Pekerjaan
Meskipun berbeda jauh dari pendidikan yang dimiliki, wanita tersebut tetap bersyukur atas pekerjaannya sekarang. Ia tampak bahagia menjalani pekerjaannya sebagai pelayan restoran cepat saji. Video yang diunggah pada tiga hari lalu itu sampai berita ini ditulis sudah dilihat lebih dari 3,1 juta kali dan mendapatkan lebih dari 11 ribu komentar.
Video ini juga menuai reaksi yang beragam dari warganet. Ada waragnet yang mendukung, ada yang mengaku punya pengalaman serupa dan bahkan ada yang meawarkan pekerjaan.
"Bagus, kamu lulusan kimia tapi nggak pilih-pilih kerja. Selama kamu ada usaha untuk punya pendapatan sendiri itu sudah bagus. Semoga sukses ya, Dik," komentar seorang warganet.
"Sementara itu, aku yang memiliki gelar diploma sekarang bekerja sebagai ojek online selama hampir 3 tahun. Semangat ya!" komentar warganet lainnya. "Semoga Allah SWT meringankan segalanya untuk anda sayang. Percaya proses dan perjalanan indah anda yang terbaik belum datang," timpal warganet lainnya.
Advertisement
Jadi Pemulung Sampah
Tak hanya di Malaysia, tahun lalu di Indonesia nama Marina Tri Muliawati sempat ramai dibicarakan. Sarjana Hukum lulusan UGM (Universitas Gadjah Mada) Jogja ini memilih untuk menjadi pemulung sampah-sampah organik.
Hal itu diketahui dari sejumlah unggahan di akun Instagram dan TikTok miliknya. Usai lulus pada 2020, ia lebih menyukai pekerjaan sebagai pemulung sampah dibanding kerja kantoran.
Menurut dia, kebanyakan orang memilih untuk bekerja di kantor dan tidak ada yang mau mengurus masalah sampah yang sudah semakin banyak. Marina mengaku tak tertarik untuk bekerja di bidang yang sejalan dengan studi yang telah diambil.
Ia mengatakan bahwa lulusan Hukum di UGM sudah banyak sekali. Dia ingin memberikan mereka kesempatan untuk bekerja di bidang hukum, tapi tidak untuk dirinya. Ia juga tak mau bekerja sebagai pegawai di bawah pimpinan orang lain, sehingga memilih untuk membangun usaha sendiri. Marina diketahui mengembangkan bisnis maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF).
Dukungan Keluarga
Maggot BSF adalah larva dari jenis lalat besar hitam yang penampakannya seperti tawon. Marina rupanya memiliki ide mengolah sampah ini sejak kecil. Sejak kecil ia berusaha mencari tahu bagaimana menghilangkan atau setidaknya mengurangi bau sampah yang ada di dekat rumahnya.
Pada awalnya, Marina seorang diri menjalankan bisnis ini. Kini, ia bersama suaminya, Ahimsa Bagas, bekerja sama menggarap usaha tersebut. Harga larva terbilang cukup mahal. Di area Jawa Tengah, harga jual maggot di kisaran Rp8 ribu sampai Rp10 ribu, bergantung ukurannya. Semakin kecil, harga jualnya juga semakin mahal.
Selain itu, larva kering per kilogram mencapai harga jual hingga Rp100 ribu. Orang-orang terdekatnya sempat mempertanyakan tentang bisnis larvanya, dan menyarankan untuk beternak hewan lain. Namun, pada akhirnya keluarga mendukung setelah keduanya menjelaskan potensi bisnis larva.
Menurut keduanya, bisnis ini memiliki peluang ekspor yang masih sangat besar. Modal yang sangat minim dan tingkat kerugian yang nyaris tidak ada, menjadi sebagian faktor keduanya menekuni usaha tersebut.
Advertisement