Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China karena kekhawatiran atas dampak pembatasan Covid-19 dan lockdown yang ketat, yang memberi lebih banyak tekanan pada sektor real estat.
Dilansir dari CNBC International, Jumat (22/7/2022) ADB dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 21 Juli mengatakan pertumbuhan produk domestik bruto China diperkirakan sebesar 4 persen di tahun 2022, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 5 persen
Advertisement
"Kepatuhan China yang berkelanjutan terhadap strategi nol-covid-19 dalam menanggapi wabah baru pada awal 2022 telah memicu penerapan kembali lockdown yang ketat," kata bank itu dalam laporannya.
"Dengan banyak ekonomi di kawasan yang semakin memilih untuk hidup dengan virus dan pembukaan kembali, kegiatan ekonomi terus berkembang pada paruh pertama tahun 2022 – dengan pengecualian di China," ADB menambahkan.
Selain pelemahan konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh lockdown, menurut ADB, ekonomi China masih dibebani oleh pasar perumahan yang belum stabil.
Diketahui bahwa permintaan rumah tangga di China telah menurun karena wabah Covid-19 baru-baru ini, yang telah memberikan tekanan lebih lanjut pada pasar properti.
"Rata-rata harga rumah baru di 70 kota besar turun 0,8 persen YoY pada Mei 2022, meskipun ada penurunan suku bunga hipotek untuk pembeli rumah pertama dan pemotongan 15 bps pada suku bunga pinjaman 5 tahun pada Mei" jelas laporan ADB.
Pekan lalu, China melaporkan pertumbuhan PDB hanya 0,4 persen pada kuartal kedua, angka ini berbeda dari ekspektasi karena ekonomi negara itu berjuang untuk mengurangi dampak dari pembatasan terkait Covid-19.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Prediksi Bank Morgan Stanley
Dalam laporan baru-baru ini, perusahaan jasa keuangan Macquarie mengatakan bahwa ekonomi China hanya akan tumbuh 2,5 persen year-on-year di paruh pertama tahun ini.
Dengan demikian, menurut Macquarie, pertumbuhan PDB China harus dipercepat menjadi lebih dari 7 persen pada paruh kedua tahun 2022 untuk memberikan pertumbuhan tahunan sebesar 5 persen untuk sepanjang tahun ini.
“Tidak mungkin jika tanpa eskalasi stimulus kebijakan yang signifikan dari level saat ini," kata perusahaan itu.
Sementara menurut bank investasi Morgan Stanley, untuk menguranfi dampak ekonomi dari lockdown Covid-19, China masih membutuhkan lebih banyak stimulus untuk pemulihan di tahun ini.
Bank tersebut memperkirakan pertumbuhan PDB China akan meningkat secara bertahap menjadi 2,7 persen pada kuartal ketiga dan 4,7 persen pada kuartal keempat, yang didukung oleh dukungan tambahan dari stimulus infrastruktur.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Penurunan di Sektor Properti Berisiko Hambat Pertumbuhan Ekonomi China
Seperti yang ditunjukkan ADB dalam laporannya, sektor properti China telah terhuyung-huyung dari default dan boikot hipotek, yang juga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Real estate dan industri terkait menyumbang lebih dari seperempat ekonomi China, menurut perkiraan Moody.
"Sektor properti adalah bagian yang cukup besar dari ekonomi China dan sejauh itu, kita tidak melihat pembuat kebijakan berada di depan untuk masalah ini – menangani masalah pembiayaan untuk sektor properti,” kata Chetan Ahya, kepala ekonom di Morgan Stanley.
"Ini masih akan menjadi hambatan di babak kedua," bebernya.
Ekonomi China Susut Imbas Lockdown, Terburuk Dibandingkan Awal Pandemi Covid-19
Ekonomi China mengalami kontraksi tajam pada kuartal kedua tahun ini karena lockdown Covid-19 yang meluas menghantam bisnis dan konsumen.
Dilansir dari BBC, Jumat (15/7/2022) Produk domestik bruto (PDB) China turun 2,6 persen dalam tiga bulan hingga akhir Juni 2022 dari kuartal sebelumnya.
Pada basis year-on-year, ekonomi China tumbuh hanya 0,4 persen di periode April-Juni 2022, kurang dari ekspektasi 1 persen.
"Pertumbuhan PDB kuartal kedua adalah hasil terburuk sejak awal pandemi, karena lockdown, terutama di Shanghai, sangat berdampak pada aktivitas pada awal kuartal," kata Tommy Wu, Ekonom Utama di Oxford Economics.
Angka resmi bulan lalu menunjukkan peningkatan kinerja ekonomi China menyusul dicabutnya pembatasan.
"Namun, data Juni lebih positif, dengan aktivitas meningkat setelah sebagian besar lockdown dicabut. Tetapi penurunan real estat terus menyeret pertumbuhan," tambah Tommy Wu.
Sementara itu, Jeff Halley, analis pasar senior untuk Asia Pasifik di platform perdagangan Oanda, mengatakanbahwa dia juga melihat beberapa titik terang dalam data ekonomi hari ini dari China.
"PDB lebih buruk dari yang diharapkan, namun pengangguran turun menjadi 3,5 persen dan penjualan ritel mengungguli secara mengesankan," ungkap Halley.
"Pasar keuangan cenderung berkonsentrasi pada angka ritel, yang tampaknya menunjukkan konsumen China dalam kondisi yang lebih baik dari yang diharapkan," jelasnya.
Advertisement