Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengimbau agar jajaran Korps Adhyaksa dapat mengambil sikap netral dalam Pemilu 2024 mendatang. Hal itu diperlukan demi terwujudnya atmosfer demokrasi dan penegakan hukum yang kondusif.
Hal ini Burhanuddin katakan, saat memimpin jalannya upacara Hari Bhakti Adhyaksa atau HUT Kejaksaan RI ke-62 di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta Selatan.
Advertisement
"Wajib bersikap netral, karena sikap netral sangat diperlukan demi terwujudnya atmosfer demokrasi dan penegakan hukum yang sejuk, kondusif, serta tidak berpihak dalam mewujudkan demokrasi yang sehat, khususnya dalam mencegah potensi polarisasi politik menuju pesta demokrasi nanti," tutur Burhanuddin di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (22/7/2022).
Menurut Burhanuddin, pemilu memang baru berlangsung sekitar dua tahun lagi. Namun, sejatinya suhu politik sudah mulai terasa sejak tahun 2022 ini. Kata dia, pengalaman sebelumnya menyongsong tahun politik sedikit banyak akan diwarnai dengan isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), tak terkecuali ASN Kejaksaan.
"Posisi ASN Kejaksaan dalam kedudukannya sebagai pelayan masyarakat dan pelaksana jalannya pemerintahan di bidang penegakan hukum tidak akan lepas dari sorotan publik, karena dinilai berpotensi mampu menggerakkan kepentingan sosial dan kepentingan politik yang berada di sekitarnya," jelas dia.
Burhanuddin mengajak seluruh jajaran kejaksaan untuk semakin membangun soliditas dan fokus dalam kinerja profesional. Sehingga sikap netral sangat diperlukan demi terwujudnya atmosfer demokrasi dan penegakan hukum yang sejuk, kondusif, serta tidak berpihak. Dia pun mengajak seluruh jajaran kejaksaan untuk semakin membangun soliditas dan fokus dalam kinerja profesional.
"Dalam mewujudkan demokrasi yang sehat, khususnya dalam mencegah potensi polarisasi politik menuju pesta demokrasi nanti," ungkapnya.
Jokowi Keluarkan Aturan, PNS Tak Netral di Pemilu Bisa Dipecat
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Aturan itu salah satunya menekankan bahwa PNS harus netral dalam Pemilu dan tak boleh memberikan dukungan kepada calon presiden maupun calon kepala daerah manapun.
"PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/WakilPresiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," demikian bunyi Pasal 5 sebagaimana dikutip Liputan6.com dari salinan PP, Selasa 14 September 2021.
Adapun ASN yang terbukti melanggar tak bersikap netral dalam Pemilu dapat dikenakan hukuman disiplin berat yang terdiri dari, penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan. Selain itu, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan hingga pemberhentian dengan hormat.
"Hukuman disiplin berat dijatuhkan bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota Dewan Perwakilan Ralryat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," bunyi Pasal 14.
Hukuman disiplin berat diberikan kepada PNS yang terbukti menjadi peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, ikut kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. Kemudian, membuat keputusan dan/atau tindakan yangmenguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
Lalu, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Mulai dari, pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
"Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk," jelas PP 94 tahun 2021.
Advertisement