Iran Minta Jaminan Ekonomi ke Amerika Serikat Terkait Kesepakatan Nuklir

Iran meminta jaminan ekonomi dari AS terkait usaha Washington dan beberapa negara besar lainnya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2022, 07:03 WIB
Ilustrasi nuklir Iran (AFP)

Liputan6.com, Teheran - Iran meminta jaminan ekonomi dari AS terkait usaha Washington dan beberapa negara besar lainnya untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 yang telah lama terhenti agar "tidak disengat dua kali" dengan cara yang sama, kata menteri luar negeri Iran.

Perjanjian tersebut, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), memberikan keringanan sanksi-sanksi kepada Iran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya untuk menjamin bahwa negara itu tidak dapat mengembangkan senjata nuklir, sesuatu yang selalu dibantahnya.

Tetapi penarikan sepihak Amerika Serikat dari perjanjian itu pada 2018 di bawah presiden saat itu, Donald Trump, dan penerapan kembali sanksi-sanksi ekonomi yang menggigit mendorong Iran untuk mulai melanggar komitmennya sendiri, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (23/7/2022).

"Kami tidak ingin disengat dua kali dengan cara yang sama. Untuk dapat menikmati manfaat ekonomi penuh dari JCPOA, Amerika harus memenuhi beberapa komitmen dan jaminan," kata Hossein Amir-Abdollahian kepada televisi pemerintah dalam sebuah wawancara pada Kamis malam.

"Kami sekarang berada pada tahap di mana kami memiliki teks yang siap di depan kami; kami setuju dengan semua pihak tentang 95 persen kontennya," katanya. "Kami serius untuk mencapai kesepakatan yang baik, kuat, dan langgeng. Kami tidak menginginkan kesepakatan asal-asalan.”

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kesepakatan Nuklir Sempat Terhenti

Presiden Iran Hassan Rouhani sedang meninjau program pengembangan nuklir negaranya (AFP Photo)

Pembicaraan di Wina yang dimulai pada April 2021 untuk memulihkan kesepakatan telah terhenti sejak Maret di tengah perselisihan antara Teheran dan Washington dalam beberapa masalah. Kedua belah pihak berunding secara tidak langsung melalui koordinator Uni Eropa.

Qatar menjadi tuan rumah pembicaraan tidak langsung bulan lalu antara Amerika Serikat dan Iran dalam upaya untuk mengembalikan proses itu ke jalurnya, tetapi diskusi itu bubar setelah dua hari tanpa terobosan.

"Amerika belum berhasil meyakinkan bahwa kami dapat menikmati manfaat ekonomi penuh dari JCPOA," kata Amir-Abdollahian. Tapi, ia mengatakan bahwa Iran akan melanjutkan negosiasi tidak langsungnya dengan AS melalui Uni Eropa.

Pada hari Kamis, juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan Iran tampaknya belum membuat keputusan politik yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan timbal balik sesuai JCPOA.

"Kami terus terlibat dalam diplomasi tidak langsung dengan Iran, berkat upaya Uni Eropa dan mitra lainnya, tetapi Iran, setidaknya sampai saat ini, belum menunjukkan kecenderungan untuk mencapai kesepakatan itu," kata sebuah pernyataan di situs web departemen itu.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Menlu Iran: Kesepakatan Nuklir Akan Tercapai Jika AS Realistis

Bendera Iran di luar gedung yang menampung reaktor fasilitas nuklir Bushehr di kota pelabuhan selatan Iran Bushehr pada tahun 2007 AFP / BEHROUZ MEHRI

Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian pada hari Senin mendesak Amerika Serikat untuk menjadi "realistis" untuk membantu mencapai kesepakatan dalam pembicaraan Wina yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA).

Diplomat Iran mengatakan dalam sebuah tweet bahwa "tuntutan berlebihan" dari Amerika Serikat dapat menyebabkan jeda dalam negosiasi Wina karena Iran "tidak akan pernah menyerah" pada tuntutan tersebut.

Amir-Abdollahian juga menunjukkan bahwa "kesepakatan dapat dicapai jika Amerika Serikat realistis."

Sebelumnya pada hari itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan bahwa Amerika Serikat harus bertanggung jawab atas penundaan pembicaraan di Wina.

Iran menandatangani JCPOA dengan kekuatan dunia pada Juli 2015. Namun, mantan Presiden AS Donald Trump menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian pada Mei 2018 dan menerapkan kembali sanksi sepihak terhadap Teheran, mendorong republik Islam itu untuk mengurangi beberapa komitmen nuklirnya di bawah kesepakatan sebagai pembalasan.


Upaya Kembali Capai Kesepakatan

Iran mengonfirmasi pada Januari bahwa mereka sedang memperkaya uranium hingga melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh kesepakatan nuklir 2015 di pabrik Fordow-nya. (Foto: AFP)

Sejak April 2021, delapan putaran pembicaraan telah diadakan di Wina antara Iran dan pihak-pihak JCPOA yang tersisa, yaitu China, Rusia, Inggris, Prancis, dan Jerman, untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.

Selama beberapa minggu terakhir, laporan dari Wina menunjukkan bahwa para perunding "dekat" dengan kesepakatan dengan beberapa masalah utama yang tersisa yang membutuhkan "keputusan politik" dari para pihak.

Infografis Dampak Global Konflik AS Vs Iran. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya