Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana menggabungkan BTN Syariah masuk dalam bagian PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Namun rencana penggabungan Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) ini dinilai tidak tepat karena dikhawatirkan bisa mengancam Program Sejuta Rumah (PSR) yang digagas oleh Presiden Joko Widodo.
Advertisement
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah mengatakan kegelisahan timbul ketika isu merger atau akuisisi BTN Syariah oleh BSI.
Pengusaha khawatir karena realisasi KPR termasuk KPR FLPP untuk rumah subsidi rata-rata berada di BTN dan BTN Syariah. Sementara kontribusi BSI hanya 3 persen.
“Apersi menilai, jangan mencaplok bank yang sudah berjalan dengan baik. Selain itu, perlu diingat bahwa adalah satu penggerak ekonomi adalah pengembang dan 90 persen sektor properti ini melibatkan tenaga padat karya,” ujar Junaidi di Jakarta, Jumat (22/7/2022).
Apersi sepakat dengan cita-cita PSR dan pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Semangat Presiden Jokowi tersebut harus didukung penuh oleh semua pihak termasuk Kementerian BUMN.
Kegelisahan pengembang antara lain terkait tidak ada kepastian jika BTN Syariah sudah dipindah ke BSI, bagaimana pelaku usaha properti dapat memperoleh kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan. Pasalnya, bank yang sudah merger saja sampai sekarang belum solid.
Pengambilalihan BTN Syariah ini juga menjadi isu yang sensitif karena bank yang mau mengambil adalah bank fokus pembiayaan UMKM.
Sementara itu, Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) mengatakan jika langkah itu bisa memperlemah dan mempersulit akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan pembiayaan perumahan khususnya yang berbasis syariah. Hal itu karena BTN Syariah tidak dapat terlepas dari ekosistem pembiayaan perumahan.
“Ingat, perumahan rakyat adalah amanat konstitusi negara Pasal 28H ayat (1) UUD1945. BTN Syariah itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem, kinerja, dan kultur pembiayaan perumahan bersubsidi yang merupakan bagian penting dalam Program Sejuta Rumah,” tegas Ketua Umum Kornas-Pera, Muhammad Joni.
Dia mengatakan jika perumahan rakyat adalah mandatory konstitusi dan juga program strategis nasional, maka BTN dan UUS (BTN Syariah) harus saling bergandengan tangan.
Kornas-Pera, dikatakan setuju dengan harapan para stakeholder perumahan bahwa BTN Syariah harus dibiarkan terus berkembang maju dan menjadi bagian dari pembiayaan yang fokus di perumahan.
Selain itu, jika diambil atau dipindahkannya BTN Syariah ke BSI dimaksudkan untuk menyediakan industri perbankan halal yang lebih kuat, maka hal itu harus dilakukan dengan cara yang sesuai perundang-undangan.
Dia mengingatkan jika merunut sejarah, Bung Karno pada 1964 telah mengukuhkan keberadaan BTN dari sekadar bank pos menjadi permodelan institusi pembiayaan perumahan.
“BTN punya roadmap menjadi bank pembiayaan perumahan terbaik di Asia Tenggara tahun 2025. Apakah agenda BTN itu masih relevan dan tidak menjadi backfire apabila diambil alih oleh bank lain,” kata Joni.
Meski pun Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur adanya kewajiban bank umum konvensional yang memiliki UUS harus melakukan pemisahan (spin off), namun syaratnya jika asetnya sudah mencapai 50 persen dari aset bank induk.
Dia menilai diksi yang dipakai jelas pemisahan, bukan pengambilalihan atau pun penggabungan. “Pendapat kami kalau pun dilakukan spin off, maka biarkan dia berdiri sendiri. Biarlah dia punya legal standing sebagai bank fokus pembiayaan perumahan dan fokus misi konstitusi Pasal 28H ayat (1) UUD 1945,” kata Joni.
Kontribusi
Dia mengatakan jika secara kinerja dalam penyaluran KPR FLPP bersubsidi, kalau BTN dan BTN Syariah digabung kontribusinya sudah mencapai 66 persen (data BP Tapera). Kalau diarahkan ke bank yang kinerja penyaluran KPR FLPP hanya 3 persen, dinilai tidak tepat.
Menurut Joni, Kalau pemerintah ingin mengembangkan kapitalisasi BSI, maka caranya bukan dengan mengambil BTN Syariah. Alasannya, hal itu tidak akan berdampak karena secara aset BTN Syariah tidak besar yakni sekitar Rp 37 triliun-Rp 38 triliun.
Kornas-Pera pun menyatakan sikap terkait hal ini. Pertama, pemerintah diminta tetap mempertahankan dan membesarkan BTN Syariah sebagai bank syariah yang fokus pada misi teknis pembiayaan perumahan dan misi juridis konstitusional.
Kedua, menolak langkah pemisahan BTN Syariah dari bank konvensional induknya yang mengakibatkan hilangnya BTN Syariah yang bersama-sama dengan BTN konvensional sudah membuktikan eksistensi, kapasitas, kapabilitas dan kompetensinya sebagai bank fokus pembiayaan perumahan rakyat bagi MBR.
Ketiga, Kornas-Pera menyiapkan upaya hukum dan juridis konstitusional untuk mempertahankan atau membesarkan BTN Syariah.
Advertisement
Pertimbangkan Matang
Sementara itu, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida mendesak pemerintah mempertimbangkan secara matang rencana akuisisi BTN Syariah oleh BSI. Pasalnya, BTN Syariah adalah satu-satunya bank syariah yang fokus di perumahan.
“Kalau nanti BTN Syariah digabung atau dilebur ke bank lain, maka tinggal BTN konvensional sendirian yang fokus pada pembiayaan rumah subsidi. Padahal persentase penyaluran KPR FLPP bersubsidi justru seharusnya ditambah termasuk bank fokusnya,” ujar Totok.
Dia pun khawatir, kalau tidak ada BTN dan BTN Syariah siapa yang akan memberikan kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan. Padahal mayoritas developer rumah subsidi adalah UMKM.
Karena itu, kata Totok, jika tidak ada kredit untuk developer rumah subsidi maka tidak akan ada yang akan merealisasikan pembangunan rumah rakyat.
“Sekali lagi ini mohon dipertimbangkan ulang, sehingga pembiayaan perumahan terlebih untuk MBR tidak mengalami stagnasi. Pengadaan rumah rakyat ini dijamin konstitusi dan mayoritas yang membutuhkan adalah para pekerja/buruh,” sebut Totok.
Pekerja memang menjadi salah satu MBR yang berharap tetap ada konsistensi pembiayaan perumahan.
Kata Pekerja
Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Pramuji Hari Purnama menyebutkan sesuai hasil Kongres V KSPI mendorong kepemilikan perumahan menjadi satu dari tiga program prioritas KSPI.
“Penciptaan kesejahteraan buruh tidak cukup hanya sandang dan pangan saja, tetapu juga papan,” jelasnya. Sejauh ini, KSPI melihat hanya BTN yang berbicara tentang pembiayaan untuk rumah MBR. Sampai hari ini bahkan banyak pekerja tinggal yang disebut Rumah BTN.
“Program Sejuta Rumah ini sangat masuk akal karena dari jumlah pekerja tetap saat ini masih banyak yang belum punya rumah. Karena itu, KSPI berharap eksistensi BTN termasuk BTN Syariah di dalamnya tetap dipertahankan,” harap dia.
Advertisement