Wawancara Eksklusif Petinggi Komisi Eropa Johannes Hahn: Buka-Bukaan Soal Rusia dan Krisis Energi

Johannes Hahn, Komisioner Komisi Eropa Bidang Anggaran dan Administrasi, berbicara soal krisis energi akibat perang yang dipicu Rusia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Jul 2022, 19:51 WIB
Johannes Hahn, Komisioner Komisi Eropa Bidang Anggaran dan Administrasi. Dok: Uni Eropa

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Eropa Bidang Anggaran dan Administrasi, Johannes Hahn, sedang mengadakan kunjungan di negara-negara Asia Tenggara. Ia mempromosikan obligasi hijau untuk mencari dana tambahan bagi anggaran Uni Eropa yang ingin bangkit dari COVID-19.

Obligasi hijau itu disebut kesempatan emas bagi pembeli di Asia. Selain kualitas obligasi yang baik, Uni Eropa memastikan dana dari obligasi itu digunakan untuk proyek-proyek berkelanjutan. 

Liputan6.com berkesempatan berbincang dengan Johannes Hahn di Kedutaan Besar Uni Eropa di Jakarta. Perbincangan ikut menyorot krisis energi yang terjadi di Eropa akibat konflik dengan Rusia. 

Johannes Hahn tidak gentar dengan gertakan Rusia. Ia menyorot bahwa ekonomi Rusia bergantung kepada energi yang dijual ke Eropa, sementara brand-brand lainnya tak terkenal.

"Ekonomi Rusia itu berdasarkan pada sumber daya alam. Apakah kamu tahu brand global apa yang dari Rusia?" ujar Johannes Hahn.

Alhasil, Hahn menyebut Rusia juga akan rugi apabila mencoba menggunakan energi sebagai senjata politik. 

Wawancara dengan Johannes Hahn terbagi dalam tiga bagian. Halaman kesatu terkait isu obligasi hijau. Kedua, terkait krisis energi dan peran Rusia dalam memicu krisis itu. Ketiga, terkait Jokowi, G20, hingga kemungkinan normalisasi hubungan.

Berikut rangkuman wawancara bersama Johannes Hahn pada Jumat (23/7/2022).

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


1. Next Generation EU

Ilustrasi bendera Uni Eropa di kantor pusatnya di Brussels (AP Photo)

Anda travel sangat jauh untuk mempromosikan Obligasi Hijau ini. Bisakah Anda jelaskan tentang obligasi ini. Dan mengapa hal ini bagus untuk dibeli?

Mungkin saya akan menjelaskan secara singkat tentang Next Generation EU di Uni Eropa. Kita biasanya memiliki anggaran tujuh tahun yang kita sebut Multi-Annual Financial Framework. Yang terkini adalah dari 2021 sampai 2027.

Ini adalah anggaran kerja sama sejumlah sekitar 1,2 triliun Euro dan sekitar 1 persen GDP Eropa. Para anggota dan kepada negara mengirimkan proposal kepada Komisi Eropa untuk mendapatkan instrumen tambahan untuk berekasi melawan pandemi dan membantu negara-negara anggota, sektor bisnis, dan masyarakat untuk pulih secepat mungkin. Dan untuk peristiwa yang unprecedented ini, kami membuat instrumen unprecedented: Next Generation EU yang sekitar 800 miliar.

Jadi gabungan dua kekuatan keuangan multi-annual ini adalah sekitar 2 triliun dan pada keduanya memiliki fokus, fokus politik, yakni prioritas pada transisi hijau dan digitalisasi.

Dan pertama kalinya, kita bisa mengumpulkan uang dari pasar modal, karena pertanyaannya bagaimana mendanai 800 miliar ini. Anggaran yang biasa didanai kurang lebih oleh kontribusi nasional negara-negara anggota. Yang 800 didanai oleh pasar modal. Inilah yang kita lakukan sejak tahun lalu. Jadi sejak Juli tahun lalu, sejauh ini kita telah mendapati 130 miliar euro dari pasar modal. Sebanyak 28 miliar dari obligasi hijau. Kami memperkenalkannya melalui sindikasi dan lelang. Kita punya periode maturity dari 3 hingga 30 tahun.

Kami cukup senang dengan besarnya ketertarikan pembeli dari Eropa sejauh ini. Hanya 7 persen share dari investor-investor Asia sejauh ini, dan inilah kenapa saya pergi ke kawasan ke negara-negara yang kami perkirakan ada ketertarikan.

Berapa yang Anda perkirakan bisa dapatkan dari pembeli Asia?

Saya tidak bisa membahas angka pastinya. Apa yang saya ingin lihat adalah penambahan dari share investor Asia dari saat ini yang tujuh persen. Saya tak tahu apakah akan realistis untuk menggandakannya di sini. Sekali lagi kami tidak bisa mengeluh tentang ketertarikan, tetapi kita ingin melihat lebih banyak investor di Eropa dari kawasan ini karena Eropa berinvestasi banyak di kawasan ini. Jadi ini kepentingan kita bersama untuk memperkuat hubungan kita.

Kita memiliki banyak area hubungan. Perdagangan adalah satu hal, isu geopolitik adalah hal lainnya. Dan saya pikir sektor keuangan berada di atas, atau turisme adalah sesuatu yang penting. Banyak yang datang ke Eropa. Banyak warga Eropa yang berlibur di kawasan ini. Jadi areanya ada banyak. Dan negara-negara di kawasan ini memiliki komitmen serupa seperti kami di Eropa untuk multilateralisme, untuk tatanan global yang berdasarkan pada aturan, perjanjian, dan kontrak yang saling menghormati.

Inilah yang disebut like-minded countries. Dan hari ini misi saya, jika bisa disebut visi, adalah memperkuat hal ini atas nama Komisi Eropa. Dan inilah kenapa di luar aspek finansial ingin melihat keterlibatan lebih kuat dari aktor-aktor Asia Tenggara di Eropa. Fokus saya tentunya Asia Tenggara. Juga Jepang, Korea Selatan. Saya ke Singapura, Malaysia, Thailand, dan kini Indonesia. Ini juga untuk menggemakan obligasi hijau. Saya paham di kawasan ini ada sensitivitas yang muncul terhadap transisi hijau.

Jadi Anda akan bertemu Menteri Sri (Menteri Keuangan) dan Gubernur Perry (Bank Indonesia)?

Sayangnya pertemuan dengan Menteri Keuangan tidak bisa berlangsung karena ia punya acara lain, tetapi tentunya akan ada kesempatan lain. Orang-orang saya bertemu dengan deputi gubernur BI.


Krisis Energi dan Vladimir Putin

Presiden Rusia Vladimir Putin (Mikhail Klimentyev/Pool Photo via AP)

Selama konflik antara Rusia dan Ukraina terdapat masalah energi di Eropa. Dan UE dan AS berkata Rusia memanipulasi energi. Ada yang bilang bahwa konflik ini adalah tanda bahwa tiap negara harus independen dalam hal energi. Tetapi mereka tidak mendukung energi berkelanjutan karena mereka pikir energi berkelanjutan bukanlah solusi di tengah konflik dengan Rusia, apa respons Anda?

Ini bukanlah konflik. Ini adalah perang.

Hal ini penting. Ini adalah perang yang dipicu Rusia tanpa justifikasi apapun. Tak ada justifikasi untuk perang, tetapi dalam hal ini mereka menyerang negara berdaulat. Inilah kenapa komunitas internasional harus bersatu untuk bereaksi, karena jika kita berkomitmen untuk tatanan global yang berdasarkan aturan, kita harus menghormati integritas wilayah serta moral. Integritas negara dan saya pikir komunitas internasional telah jelas menyatakan bahwa hal ini tidak bisa diterima.

Jadi semua masalah yang kita hadapi sekarang dalam hal energi dan ketahanan pangan di sini, Indonesia mengimpor banyak gandum dari Ukraina, semua masalahnya disebabkan masalah mereka (Rusia) karena memprovokasi perang ini.

Kami senang untuk membantu Ukraina agar mengekspor gandum, tetapi sayangnya pelabuhannya diblokir. Eropa atau sejumlah negara Eropa sangat bergantung pada gas Rusia. Dan situasi sekarang adalah bukti bahwa kita harus mempercepat usaha-usaha kita menuju energi bersih, produksi energi terbarukan, supaya kita bisa mengurangi ketergantungan kita dan menutup potensi kerugian apabila Rusia tidak lagi mengekspor gas.

Banyak yang skeptis tentang energi hijau. Mereka bilang butuh waktu lama untuk mendapat energi berkelanjutan, tetapi kamu butuh energi saat ini. Mereka mendukung batu bara, bensin, drilling, fracking. Bagaimana Anda membalas mindset tersebut?

Saya pikir arah yang seperti itu meresahkan. Kita tak bisa melakukan segalanya dari hari pertama ke hari berikutnya, tetapi sekali lagi perang ini menunjukkan bahwa kita harus meningkatkan usaha-usaha kita agar semakin cepat ketimbang sebelumnya. Itu yang nomor satu.

Nomor dua, tentunya perlu membantu negara-negara anggota untuk transisi dari situasi saat ini ke level yang hampir seluruhnya produksi energi terbarukan. Setidaknya kita memiliki diversifikasi yang baik. Juga tenaga nuklir. Apa yang kamu ucapkan dan memang benar bahwa tentunya kita butuh energi. Kita butuh listrik, tetapi kita harus memahami strukturnya.

Dalam hal situasi iklim ini tidaklah berkelanjutan. Tetapi kita harus menemukan pendekatan yang ambisius namun pragmatis untuk mengubah situasi ini.

Dua hari lalu saya bertemu diplomat Rusia dan kita membahas tentang krisis energi dan ketahanan pangan. Narasi dari Rusia adalah Eropa menyakiti dirinya sendiri, sebab Rusia punya gasnya, tinggal dibeli saja, tetapi Eropa memberikan sanksi. Apa respons Anda?

Rusia telah memprovokasi perang. Dan tentu kita harus mengadapi konsekuensinya, dan terutama bagi Rusia. Tetapi saya juga ingin membedakan ini bukan perang rakyat Rusia. Ini kerjaan Putin, dan keputusan ada di tangannya untuk mengubah situasi.

Jadi sahabat kami Ukraina diserang, dan tentunya mereka mempertahankan diri mereka sendiri karena ingin menentukan takdir mereka sendiri. Dan tak ada ruang untuk penafsiran. Ini kan sudah jelas. Kita kini harus menghadapi realita.

Kami melakukan hal yang terbaik untuk memitigasi kerugian. Kami percaya telah meningkatkan struktur suplai kita. Kita sekarang telah menambah input hingga 75 persen dari AS. Input ini naik tiga kali lipat. 75 persen lebih sejak Maret. Kami telah menjalin kemitraan energi dengan Mesir, Israel, Aljazair, Norwegia, dan lain-lain.

Saya yakin kita akan punya gas yang cukup untuk musim dingin ini. Tetapi ini adalah tantangan, dan tentunya mahal. Akan tetapi Rusia telah memprovokasi kami, dan kita lebih mandiri dari sebelumnya. Selamat!

Rusia dan Presiden Putin telah berkali-kali menolak klaim bahwa mereka memanipulasi pasar energi. Jadi Anda pikir itu tidak benar?

Mereka memanipulasi pasar energi untuk digunakan sebagai senjata. Jadi mereka telah memprovokasi pelanggan utama mereka. Keuntungan dari ekspor gas ke Eropa itu setara antara 40 hingga 45 persen anggaran Rusia. Ekonomi Rusia itu berdasarkan pada sumber daya alam. Apakah kamu tahu brand global apa yang dari Rusia? Mengerti, kan? Selamat kalau kamu paham.

Kini, Swedia dan Finlandia bergabung ke NATO. Jadi apapun yang diinisiasi Rusia selalu jadi senjata makan tuan dalam beberapa minggu kemudian. Dan ia (Putin) menghancurkan ekonominya sendiri. Ia menghancurkan relasi. Jadi ia kehilangan kepercayaan dan confidence internasional.

Kemarin Presiden Putin berkunjung ke Iran. Saya merasa Putin berusaha mencari pembeli lain dari Asia. Apakah Anda khawatir sebab ia bisa menemukan pembeli gas dari Asia?

Tidak bisa untuk seluruh persediannya. Infrastruktur gas mayoritas berdasarkan pipeline atau jalur pipa gas. Dan infrastruktur pipeline (milik Rusia) berorientasi ke Eropa. Dia (Putin) tidak bisa dengan mudah berkata 'saya jual ke tempat lain'. Kamu tidak bisa main mengirimkannya, kecuali kalau dicairkan seperti LNG dan seterusnya. Namun volumenya tidak sama. Jadi bila mau memakai pipeline, maka kamu harus membangun infrastruktur yang diperlukan. Itu butuh waktu dan mahal. Jadi Eropa bisa lebih cepat menutup kerugiaannya, agar bisa mencari alternatifnya.


Bukan Perang Rakyat Rusia

Reaksi Natali Sevriukova di samping rumahnya menyusul serangan roket di kota Kyiv, Ukraina, 25 Februari 2022. Tepat pada hari ini, Kamis, 24 Maret 2022, invasi Rusia ke Ukraina sudah terhitung genap satu bulan penuh. (AP Photo/Emilio Morenatti)

Banyak orang dari Negara Dunia Ketiga yang berkata bahwa tak penting siapa yang salah atau benar dalam konflik ini, korban-korbannya adalah negara-negara miskin. Bagaimana menurut Anda?

Sekali lagi saya jelaskan. Ini bukanlah tanggung jawab 50:50 antara Rusia dan Eropa.

Ini 100 persen Rusia, dan ini adalah sesuatu yang saya tekankan lagi dan lagi. Dan agar semakin cepat kita bisa menghentikan perang ini, dan mengembalikan wilayah Ukraina, kedaulatan Ukraina. Itulah kenapa saya pikir mesti ada solidaritas internasional untuk membuat tekanan dalam menghentikan perang.

Akankah hubungan antara Uni Eropa dan Rusia kembali normal lagi? Katakan apabila Rusia mundur dari Ukraina.

Saya sangat meragukannya, sehingga saya harus mengakui bahwa selama Putin adalah presiden maka situasi ini masih berkembang. Tetapi sekali lagi saya ingin membedakan antara Putin dan rakyat Rusia. Andaikan saja rakyat Rusia mendapat informasi yang benar, maka mereka tentunya tidak akan mendukung perang. Mereka semestinya tidak dibuat bertanggung jawab atas sesuatu yang tak bisa mereka pengaruhi.

Apa Anda punya teman orang Rusia? Apa pendapat mereka tentang perang ini?

Ya. Teman-teman Rusia saya yang tinggal di luar negeri. Mereka sangat memahami tentang situasi, tetapi ada jutaan orang Rusia yang hidup tergantung pada informasi media yang diberikan media milik negara atau dikendalikan negara. Jadi tidak ada laporan-laporan independen. 

Presiden Jokowi baru saja berkunjung ke Kiev dan Moskow. Bagaimana menurut Anda?

Ia kesana dalam kapasitas presidensi G20. Saya pikir sayangnya hasilnya terbatas.

Apa Anda pikir G20 pada summit meeting bisa memberikan solusi?

Saya pikir itu penting, bahwa yang paling penting adalah ekonomi-ekonomi paling kuat di dunia agar memberi tekanan untuk menyetop perang ini.

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya