Liputan6.com, Jakarta - Pengembang properti raksasa China, Evergrande Group mengumumkan pengunduran diri Chief Executive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO).
Hal itu menyusul temuan awal penyelidikan yang menemukan keterlibatan mereka terkait pinjaman yang dijamin oleh unit properti Evergrande yang dialihkan kembali ke grup.
Advertisement
Unit layanan properti perusahaan yang berhutang itu sedang menyelidiki bagaimana 13,4 miliar yuan (USD 1,99 miliar) dari simpanannya digunakan sebagai jaminan dan disita oleh bank.
Perusahaan mengatakan pinjaman yang dijaminkan itu melibatkan tiga set deposito, dna telah ditransfer dan dialihkan kembali ke grup melalui pihak ketiga dan digunakan untuk operasi umum grup. Melansir Nikkei Asia, Sabtu (23/7/2022), Siu Shawn, yang saat ini menjadi Direktur Eksekutif perusahaan, telah ditunjuk sebagai CEO baru.
Sementara Wakil Presiden Qian Cheng telah ditunjuk sebagai CFO. Evergrande mengatakan sedang dalam pembicaraan dengan Evergrande Property tentang jadwal pembayaran sesuai dengan komitmen awal. Pembicaraan itu utamanya untuk menetapkan jumlah yang relevan dengan mentransfer aset grup ke unit tersebut.
Pengembang mengatakan akan mempertimbangkan untuk menunjuk konsultan pengendalian internal untuk melakukan tinjauan komprehensif terhadap pengendalian internal dan sistem manajemen risiko perusahaan, mengingat temuan awal penyelidikan dan akan mengeluarkan laporan setelah penyelidikan ditutup.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Raksasa Properti China Evergrande Kembali Tangguhkan Perdagangan Saham Lagi
Sebelumnya, raksasa pengembang properti China Evergrande dan semua unitnya menangguhkan perdagangan di Hong Kong, Senin pagi (21/3/2022). Hal tersebut diketahui berdasarkan pemberitahuan ke bursa saham.
Perusahaan properti China telah berjuang di tengah upaya Beijing untuk mengekang utang yang berlebihan di sektor real estate, serta spekulasi konsumen yang merajalela.
Selain itu, di antara mereka yang terlibat dalam krisis adalah Evergrande, salah satu pengembang terbesar di negara itu, yang telah terlibat dalam negosiasi restrukturisasi setelah menanggung kewajiban sebesar USD 300 miliar atau sekitar Rp 4.302 triliun (asumsi kurs Rp 14.342 per dolar AS).
Pada Senin, 21 Maret 2022, perusahaan mengumumkan perdagangan saham akan dihentikan tanpa memberi alasan.
"Dengan demikian, semua produk terstruktur yang berkaitan dengan perusahaan juga akan dihentikan dari perdagangan pada saat yang sama," tulis pemberitahuan kepada Bursa Efek Hong Kong, Senin (21/3/2022) dikutip dari Channel News Asia.
Kemudian, saham Evergrande Property Services Group dan China Evergrande New Energy Vehicle Group ditangguhkan.
Penangguhan tersebut yang kedua pada tahun ini, sebelumnya kewajiban pembayaran kembali yang diharapkan sebesar USD 2 miliar pada Rabu, dan bulan berikutnya sebesar USD 1,4 miliar.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Berjuang Bayar Kreditur
Evergrande telah berjuang untuk membayar kembali pemasok dan krediturnya serta menyelesaikan proyek dan rumah.
Unit andalannya Hengda Real Estate Group Co Ltd mendapatkan persetujuan dari pemegang obligasi dalam negeri selama akhir pekan untuk menunda pembayaran kupon yang jatuh tempo September 2021 hingga September 2022. Hal tersebut diungkapkan berdasarkan pengajuan pengacara perusahaan ke Bursa Efek Shenzhen pada Minggu.
Hengda mengadakan pertemuan dengan kreditur obligasi 4 miliar yuan (USD 629 juta) 2025 pada 18-19 Maret untuk menyetujui pembayaran bunga yang terjadi antara September 2020 hingga September 2021 yang akan dilakukan pada September 2023.
Evergrande sejauh ini menghindari default teknis obligasi di dalam negeri, meskipun telah melewatkan pembayaran pada beberapa obligasi luar negeri.
Pengembang yang diberi label sebagai default oleh perusahaan pemeringkat internasional pada Desember setelah gagal membayar kewajiban tepat waktu.
Perjuangan sebelumnya untuk membayar pemasok dan kontraktor karena krisis utang menyebabkan protes berkelanjutan dari pembeli rumah dan investor di markas besar kelompok itu di Shenzhen pada September.
Upaya Evergrande
Perusahaan telah berulang kali mengatakan akan menyelesaikan proyeknya dan mengirimkannya kepada pembeli dalam upaya putus asa untuk menyelamatkan utangnya.
Namun, pada Januari diperintahkan oleh pihak berwenang untuk merobohkan 39 bangunan di pulau Hainan karena bangunan itu dibangun secara ilegal di kepulauan buatan di pusat wisata.
Perusahaan telah mencoba menjual aset, dengan ketua Hui Ka Yan melunasi sebagian hutang menggunakan kekayaan pribadinya.
Kesengsaraan Evergrande memiliki efek knock on di seluruh sektor properti China dengan beberapa perusahaan kecil juga gagal membayar pinjaman dan yang lain berjuang untuk menemukan cukup uang.
Dana Moneter Internasional memperingatkan pada akhir Januari kalau krisis pendanaan properti dapat memiliki efek limpahan pada ekonomi yang lebih luas dan pasar global.
Saham Evergrande diperdagangkan pada HKD 1,65 sebelum penangguhan. Mereka telah naik 3,8 persen tahun ini setelah jatuh 89 persen pada 2021.
Advertisement