Liputan6.com, Surabaya - Akhir-akhir ini kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur marak terjadi. Rata-rata kasus kekerasan seksual itu terjadi di institusi pendidikan seperti kampus, sekolah dan pondok pesantren.
Mirisnya, dari sekian banyak kasus kekerasan seksual, korban umumnya masih anak-anak atau dibawah umur. Hal itu membuat sejumlah Lembaga Perlindungan Anak (LPA) angkat bicara terkait persoalan ini.
Baca Juga
Advertisement
Ketua Bidang Data Komunikasi dan Litbang LPA Jawa Timur, M Isa Anshori mengatakan, salah satu faktor terjadinya kekerasan seksual karena lemahnya pengawasan dan perhatian terhadap anak. Hal itu menjadikan anak sangat rentan akan kejahatan asusila itu.
"Saya melihat maraknya aksi kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai akibat dari masih lemahnya pengawasan dan pencegahan," kata Isa kepada wartawan, Sabtu (23/07/22).
Isa menambahkan, data LPA Jawa Timur, pada 2022 tercatat 66 kasus kekerasan seksual. Kasus itu meningkatat pada tahun 2021, tercatat 363 kekerasan terhadap perempuan dan anak dimana 112 merupakan kekerasan seksual.
"Pada tahun 2022 sampai bulan Juli ini ada 112 kasus kekerasan, dimana 38 diantaranya kekerasan seksual," ujar Isa.
Isa mengungkapkan, dirinya merasa miris karena aksi kekerasan seksual kebanyakan terjadi di lingkungan pendidikan. Menurunya, di lingkungan itu harusnya menjadi tempat para intelektual yang bermoral, tidak seharusnya para pelaku kekerasan seksual berada disana.
"Yang memprihatinkan lagi adalah sekolah dan rumah menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual," ungkap Isa.
Menurut Isa, kekerasan seksual yang terjadi lingkungan pendidikan, seperti di Ponpes Shiddiqiyyah Jombang, kekerasan seksual yang terjadi Unesa dan guru ngaji mencabuli korbannya di mesjid membuktikan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja.
"Hukuman maksimal bagi pelaku kekerasan seksual menjadi penting, karena selama ini jarang diterapkan," tegas Isa.
Isa menyebutkan, stigma buruk terhadap korban kekerasan seksual membuat korban enggan untuk melapor kepada pihak berwajib. Sehingga sosialisasi tentang kesehatan reproduksi kepada semua, terutama kepada orang tua, guru dan anak anak menjadi penting.
"Korban enggan melapor membuat kasus kekerasan seksual terus meningkat. Pelaku kekerasan seksual biasanya orang dekat, sehingga ini dianggap aib," tutup Isa.