PDIP dan NasDem Diprediksi Bakal Sulit Berkoalisi di Pilpres 2024

Dua partai politik yaitu PDI Perjuangan dan Partai NasDem diprediksi bakal sulit bersatu dalam perhelatan Pemilihan Presiden 2024. Dua partai ini dinilai akan berhadap-hadapan dalam pesta demokrasi lima tahunan.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2022, 15:00 WIB
Elite Nasdem mengunggah poto Megawati, Surya Paloh, dan Puan Maharani di akun media sosialnya. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta - Dua partai politik yaitu PDIP dan Partai NasDem diprediksi bakal sulit bersatu dalam perhelatan Pemilihan Presiden atau pilpres 2024. Dua partai ini dinilai akan berhadap-hadapan dalam pesta demokrasi lima tahunan.

PDIP juga sudah terang-terangan mengutarakan alasannya untuk tidak berkoalisi dengan NasDem. Partai Megawati Soekarnoputri terlihat menutup pintu dengan partai Surya Paloh.

Belakangan ini, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengungkit upaya pembajakan kader PDIP melalui instrumen hukum. Hasto menuturkan, meski punya rekam jejak berkoalisi bersama NasDem mengusung Presiden Joko Widodo sejak periode pertama, ada etika politik yang perlu dihormati. Menurut dia, upaya pembajakan kader ini menjadi evaluasi kritis bagi PDIP.

"Ketika di dalam kerja sama kemudian yang terjadi itu adalah proses penggunaan berbagai instrumen politik yang melanggar etika politik. Misalnya ada instrumen hukum yang dipakai untuk membajak kader partai lain yang telah diperjuangkan susah payah di dalam pilkada. Nah itu kan juga menjadi evaluasi kritis bagi PDI Perjuangan," ujar Hasto.

Hasto menuturkan, saat bertemu dengan Sekjen PAN Eddy Soeparno, fenomena bajak kader ini juga dibahas. PAN juga mengalami upaya pembajakan kader melalui instrumen hukum.

"Ini kan sebagai bagian dari suatu evaluasi tentang kerja sama partai politik yang seharusnya mengedepankan aspek etika," ujarnya.

Soal peluang kerja sama dengan NasDem, PDIP juga melihat agenda Pilpres 2024. Siapa yang dicalonkan menjadi pertimbangan PDIP untuk melakukan kerja sama.

"Prinsip lainnya yang keempat juga agenda masa depannya. Agenda masa depan ini kan harus melihat nantinya akan mengerucut, siapa yang akan dicalonkan pada pemilu presiden 2024, dan ini kan pemilunya rakyat," ujar Hasto.

"Ini kan sebagai bagian dari suatu evaluasi tentang kerja sama partai politik yang seharusnya mengedepankan aspek etika," ujarnya.


PDIP Enggan Ganggu Penjajakan Kerja Sama Parpol Lain

Cak Imin, Surya Paloh, Megawati, Puan Maharani dan Jokowi saling bergenggam tangan sebagai wujud mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (14/05/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo).

Lebih lanjut, Hasto tidak ingin mengganggu penjajakan kerja sama politik yang dibangun oleh NasDem bersama PKS dan Demokrat. Dia melihat kerja sama yang dibangun NasDem untuk Pemilu 2024 sudah intens dan mengarah koalisi.

"PDI Perjuangan menghormati itu. Menghormati langkah-langkah organisatoris melalui langkah Rakernas termasuk pertemuan silaturahim antar ketua umum partai politik yang di dalam berbagai rilis yang disampaikan itu kan sudah mengarah pada bentuk kerjasama partai politik," ujar Hasto.

"Itu yang dihormati PDI Perjuangan, suatu hal yang sangat bagus. Kami tidak ingin mengganggu suatu kemapanan dalam kerja sama yang sudah dibangun," terangnya.

Menurut Hasto, kerja sama politik PDIP juga dibangun atas kesamaan calon presiden yang akan diusung di Pilpres 2024. Dia menyebut, NasDem dan PKS terlihat kecenderungan mendukung Anies Baswedan sebagai Capres 2024. PDIP tidak ingin menganggu urusan rumah tangga partai lain.

"Bahkan kemudian juga dengan PKS yang kemudian Rakernas NasDem itu kan mayoritasnya memberikan preferensi kepada pak Anies sebagai calon presiden," katanya.

Di luar sejumlah pertimbangan tersebut, Hasto menegaskan PDIP mementingkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Semangat gotong royong itu dikedepankan PDIP.

Maka dari itu, PDIP melalui Ketua DPR RI Puan Maharani akan melakukan komunikasi politik dengan seluruh partai di parlemen.

"Karena itu mbak Puan Maharani itu juga akan terus melakukan komunikasi politik, baik kapasitasnya sebagai ketua DPR, yang membangun komunikasi dengan seluruh fraksi dengan seluruh partai seluruh elemen politik," ujar Hasto.

 

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Faktor Anies Baswedan

Menurut Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno penyebab yang paling mencolok PDIP sulit koalisi dengan NasDem karena Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah dipilih NasDem sebagai salah satu capresnya.

Partai Surya Paloh itu pun dinilai membuat perang terbuka dengan PDIP Ketika memilih Anies sebagai capres. Potensi kedua partai ini bakal berhadapan di Pemilu 2024 pun bakal terjadi.

"Saya kira sulit membayangkan PDIP dan NasDem berkoalisi di 2024, argumennya dua hal, yang paling mencolok itu ketika NasDem menominasikan Anies Baswedan sebagai salah satu kandidat capres yang akan diusung," kata

"Secara tidak langsung itu NasDem membuat front terbuka kepada PDIP bahwa di 2024 mereka akan pisah jalan dan sangat mungkin akan berhadap-hadapan," sambungnya.

Adi mengatakan, Anies merupakan salah satu sosok yang saat ini berada di luar koalisi pemerintah. Anies juga menurut Adi, terkesan selalu dimarjinalkan maupun dikucilkan secara politik.

"Jadi mengherankan ketika NasDem memasukkan nama Anies itu secara langsung menantang PDIP, partai-partai penguasa lainnya untuk berhadapan di Pilpres 2024," ujar dia.


Pantun Politik tentang Partai Sombong

Faktor lainnya, hubungan NasDem dan PDIP makin panas dingin lantaran belakangan saling berbalas pantun politik tentang partai sombong. Saling sindir tentang membajak kader orang lain juga mencuat.

"Yang menegaskan dua partai ini secara politik chemistrynya enggak dapat," kata dia.

Hal ini semakin menebalkan keyakinan Adi bahwa hubungan NasDem dan PDIP tidak baik. Bahkan pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang tak mau berkoalisi dengan PKS dan Demokrat bukanlah sasaran utama.

"Sasaran utama sebenarnya dari pernyataan Hasto itu tidak mau koalisi dengan NasDem," ujar Adi.


Komunikasi Politik PDIP dan NasDem Buntu

Sementara Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, berkaca dari dinamika politik saat ini, NasDem dan PDIP cenderung sulit bersatu di Pilpres 2024.

"Kecenderungannya per hari ini PDIP dan NasDem tidak akan berkoalisi di 2024 yang akan datang alias jalan sendiri-sendiri," ungkapnya.

Penyebabnya, komunikasi antara PDIP dan NasDem cenderung buntu dan jarang bagus. Salah satu sebabnya karena perebutan para kepala daerah di pelbagai wilayah di Indonesia.

"Terutama pasca Pilkada 2020 terjadi persaingan di sana," kata Qodari.

Faktor kedua, NasDem ingin menjadi partai besar yang punya logika-logika politik dan belum tentu sama dengan PDIP. Contohnya saat nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Andika Perkasa masuk dalam nominasi calon presiden NasDem pada rakernas.

"Itu kan belum tentu sama dengan PDIP, PDIP bisa aja mencalonkan Puan dan kalau benar nanti NasDem mencalonkan Anies misalnya, atau misalnya Ganjar itu kan berarti koalisinya beda, enggak sama, jadi akan berhadapan," ucapnya.

"Intinya begitu, per hari ini kalau semuanya linier NasDem punya jalan sendiri, PDIP punya jalan sendiri dan per hari ini itu sesuai dengan analisis yang mengatakan kemungkinan capres dan cawapres ada tiga atau empat pasang," pungkasnya

Infografis Relawan Tokoh Bermunculan Jelang Pilpres 2024. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya