Liputan6.com, Jakarta - Asian Development Bank (ADB) telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia, karena dampak lockdown dan kebijakan nol Covid-19 di China, kenaikan suku bunga di negara maju serta perang Rusia-Ukraina.
Dilansir dari AlJazeera, Senin (25/7/2022) prospek ekonomi terbaru ABD mengatakan bahwa ekonomi negar Asia, yang meliputi China hingga India, diperkirakan akan tumbuh 4,6 persen pada 2022 dan 5,2 persen pada 2023.
Advertisement
Sebelumnya, pada April 2022 ADB memperkirakan ekonomi kawasan itu akan tumbuh masing-masing 5,2 persen dan 5,3 persen.
"Dampak ekonomi dari pandemi telah menurun di sebagian besar Asia, tetapi kita masih jauh dari pemulihan penuh dan berkelanjutan," kata Kepala Ekonom ADB, Albert Park.
"Selain perlambatan di China, dampak dari perang di Ukraina telah menambah tekanan inflasi yang menyebabkan bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga,yang mengerem pertumbuhan. Sangat penting untuk mengatasi semua ketidakpastian global ini, yang terus menimbulkan risiko bagi pemulihan kawasan ini," tambahnya.
Meskipun menghadapi tekanan harga yang tidak terlalu berat dibandingkan dengan wilayah lain di dunia, ADB memperkirakan negara berkembang di Asia juga akan mengalami inflasi yang memburuk selama dua tahun ke depan.
ADB menyebut, Inflasi Asia diperkirakan mencapai 4,2 persen pada 2022 ini dan 3,5 persen pada 2023 mendatang, dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yang masing-masing 3,7 persen dan 3,1 persen.
Sebelum ADB, Dana Moneter Internasional awal bulan ini juga mengatakan akan secara substansial menurunkan prospek ekonomi global dalam pembaruan berikutnya setelah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi 2022 dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen, karena dampak perang Rusia-Ukraina.
ADB Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi China Jadi 4 Persen
sian Development Bank memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China karena kekhawatiran atas dampak pembatasan Covid-19 dan lockdown yang ketat, yang memberi lebih banyak tekanan pada sektor real estat.
Dilansir dari CNBC International, Jumat (22/7/2022) ADB dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada 21 Juli mengatakan pertumbuhan produk domestik bruto China diperkirakan sebesar 4 persen di tahun 2022, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 5 persen.
"Kepatuhan China yang berkelanjutan terhadap strategi nol-covid-19 dalam menanggapi wabah baru pada awal 2022 telah memicu penerapan kembali lockdown yang ketat," kata bank itu dalam laporannya.
"Dengan banyak ekonomi di kawasan yang semakin memilih untuk hidup dengan virus dan pembukaan kembali, kegiatan ekonomi terus berkembang pada paruh pertama tahun 2022 – dengan pengecualian di China," ADB menambahkan.
Selain pelemahan konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh lockdown, menurut ADB, ekonomi China masih dibebani oleh pasar perumahan yang belum stabil.
Diketahui bahwa permintaan rumah tangga di China telah menurun karena wabah Covid-19 baru-baru ini, yang telah memberikan tekanan lebih lanjut pada pasar properti.
"Rata-rata harga rumah baru di 70 kota besar turun 0,8 persen YoY pada Mei 2022, meskipun ada penurunan suku bunga hipotek untuk pembeli rumah pertama dan pemotongan 15 bps pada suku bunga pinjaman 5 tahun pada Mei" jelas laporan ADB.
Pekan lalu, China melaporkan pertumbuhan PDB hanya 0,4 persen pada kuartal kedua, angka ini berbeda dari ekspektasi karena ekonomi negara itu berjuang untuk mengurangi dampak dari pembatasan terkait Covid-19.
Advertisement
Ada Kasus Baru Covid-19, Tianjin China Tutup Bisnis Hiburan hingga Tempat Bimbel
Sejumlah kasus infeksi Covid-19 telah memaksa kota pelabuhan Tianjin di China menutup banyak tempat hiburan dan beberapa sekolah taman kanak-kanak hingga lembaga bimbingan belajar.
Dilansir dari Channel News Asia, Tianjin, dengan populasi lebih dari 12 juta dan lokasi pabrik-pabrik perusahaan ternama seperti Boeing dan Volkswagen, melaporkan 11 kasus Covid-19 lokal baru setelah sekitar seminggu nol kasus.
Pejabat Tianjin mengatakan pada Senin malam (18/7) bahwa berbagai tempat hiburan dalam ruangan, seperti tempat karaoke, bar, di dua distrik dengan total lebih dari 2 juta penduduk diperintahkan untuk ditutup, tanpa mengungkapkan tanggal pembukaan kembali.
Salah satu distrik lainnya juga memerintahkan penutupan di taman kanak-kanak dan lembaga bimbingan belajar selama tiga hari.
Namun pelabuhan Tianjin, yang mengelola bisnis bongkar muat kargo pelabuhan, beroperasi secara normal.
Beban kasus di Tianjin dan wilayah China lainnya cukup rendah dalam konteks global selama lebih dari dua tahun, tetapi negara itu mempertahankan kebijakan "dinamis nol-Covid-19 untuk menahan penularan.
Dengan aturan pencegahan Covid-19 nya yang ketat, kebijakan ini memicu hambatan di sejumlah besar bisnis lokal dan mengaburkan prospek ekonomi China.
Analis Nomura mengatakan dalam sebuah catatan, bahwa diperkirakan sebanyak 264,1 juta orang di 41 kota di China terdampak pemberlakukan lockdown penuh atau aturan pembatasan lainnya.
Angka tersebut menandai kenaikan dari 247,5 juta orang di 31 kota pekan lalu.