Liputan6.com, Jakarta - Selain fenomena langit yang biasa disaksikan tiap bulannya, ada fenomena antariksa langka yang hanya terjadi beberapa tahun atau berpuluh tahun sekali di langit. Salah satunya fenomena menarik dan langka adalah komet yang melintasi Bumi.
Sekadar informasi, komet merupakan anggota Tata Surya yang turut mengitari Matahari, seperti Bumi. Dalam perjalanannya dari area luar Tata Surya (outer solar system) ke area dalam Tata Surya (inner solar system), sebuah komet baru saja melintasi Bumi.
Advertisement
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Abdul Rachman, yang merupakan Koordinator Balai Pengelola Observatorium Nasional Kupang mengatakan, komet C/2017 K2 (PanSTARRS) atau yang dikenal sebagai K2 melintasi Bumi.
Mengutip keterangan BRIN, Senin (25/7/2022), komet ini diduga berasal dari suatu lokasi di bagian luar Tata Surya yang bernama Awan Oort.
Inisial C dari komet tersebut memperlihatkan tipe non-periodik. Sementara, angka 2017 menunjukkan tahun ditemukannya komet tersebut. Sementara kombinasi huruf dan angka K2 memperlihatkan urutan ditemukannya pada tahun 2017.
"Komet ini melintas pada jarak terdekatnya dengan Bumi pada 13 Juli 2022, dengan jarak 2 kali jarak Bumi dan Matahari," kata Abdul Rachmat.
Lebih lanjut Abdul menjelaskan, saat ini Komet K2 tengah menuju jarak terdekatnya ke Matahari yang diperkirakan terjadi pada Desember 2022.
"Karena termasuk dalam golongan komet non periodik, K2 tidak rutin melintas di dekat Bumi seperti komet-komet periodik, misalnya Komet Halley yang periodenya 83 tahun. Dengan begitu, tidak diketahui kapan K2 akan kembali melintas dekat Bumi lagi," kata Abdul, memberikan penjelasan.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informsasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ditemukan Sistem Pemantau di Hawaii
Abdul mengungkapkan, Komet K2 ditemukan oleh sistem pemantau komet bernama Panoramic Survey Telescope and Rapid Response System (PanSTARRS) yang berlokasi di Hawaii pada 21 Mei 2017.
Komet ini diduga berasal dari Awan Oort atau Oort Cloud yang berupa kumpulan benda-benda yang berada di bagian terluar Tata Surya.
Penampakan Komet K2 saat melintas di jarak terdekatnya dengan Bumi, menampilkan ekor debu dan ekor gas. Makin dekat ke Matahari, ekor gas akan terlihat makin jelas.
"Saat melintas dekat Bumi, K2 hanya bisa dilihat memakai teleskop. Apalagi saat itu bertepatan dengan bulan purnama. Namun, seiring makin dekatnya komet dengan Matahari, ia bisa dilihat dengan binokular," kata Abdul.
Lebih lanjut Abdul menjelaskan, semua daerah di permukaan Bumi berkesempatan melihat komet K2 di malam hari yang cerah.
"Kita bisa mengamati Komet K2 beberapa bulan, terutama saat komet itu melintas dekat Bumi, dalam perjalanannya menuju titik terdekatnya dengan Matahari, hingga beberapa bulan setelah itu," kata Abdul.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Bisa Dipelajari
Abdul lebih lanjut menjelaskan, dengan fenomena komet melintas Bumi, riset bisa mempelajari kemungkinan jatuhnya komet tersebut ke Bumi.
Pada kasus Komet K2 ini, komet melintasi Bumi pada jarak lebih dari 270 juta Km, sehingga tidak berdampak apa-apa ke Bumi. Karena melintasnya cukup jauh dari Bumi, yakni sekitar 2 kali jarak Matahari-Bumi, tidak ada efek negatif yang ditimbulkannya.
Sekadar informasi, pengamatan Komet K2 di BPON dilakukan di Kantor Operasional dan Pusat Sains di Desa Oelsani selama beberapa hari, sejak 13-16 Juli 2022.
Pengamatan dilakukan setiap hari selama beberapa jam per hari. Data yang terkumpul, selain bisa dianalisis untuk keperluan riset juga bisa dipakai untuk astrofotografi.
Tim Gunakan Teleskop untuk Pantau Komet
Dalam mengamati komet tersebut, tim menggunakan teleskop yang memakai cermin berukuran 25 cm dan detektor CCD yang dilengkapi dengan beberapa buah filter warna.
Kepala Pusat Riset Antariksa Emanuel Sungging, mengungkapkan bahwa data hasil pengamatan ini bisa dimanfaatkan untuk riset, tidak hanya oleh peneliti BRIN tetapi juga semua yang tertarik untuk mempelajari dinamika benda di Tata Surya.
Ia menyebut, dari kedua ekor komet yakni debu dan gas, bisa diperoleh pemahaman pada sifat intrinsik komet dan bagaimana kondisi cuaca saat itu.
Dari perjalanan komet hingga Desember 2022, dapat diketahui juga apakah komet tersebut mengakhiri hidupnya dengan menghujam Matahari atau melanjutkan lintasan ke luar Tata Surya.
Emanuel menyebut, fenomena melintasnya komet ini jadi kesempatan yang baik bagi ilmuwan untuk mengamati komet lebih dekat. Sementara, pegiat astofotografi bisa memotretnya.
(Tin/Isk)
Advertisement