Liputan6.com, Jakarta - Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia mengingatkan agar masyarakat berhati-hati dengan situs yang mengatas namakan Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN).
Hal itu disampaikan oleh BKN melalui akun media sosial resminya, salah satunya Twitter, terkait adanya informasi soal wajib absensi SSCASN pada tanggal 25 Juli 2022.
Advertisement
"Apabila kalian menemukan pesan berantai melalui whatssap atau media lain terkait dengan absensi keaktifan seleksi PPPK 2022, Mimin nyatakan bahwa berita tersebut HOAKS," tulis @BKNgoid, Senin (25/7/2022).
BKN menambahkan, sampai saat ini, belum ada kebijakan terbaru terkait PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja), dan BKN tidak pernah mengeluarkan arahan terkait kewajiban absensi bagi PPPK pada 25 Juli 2022.
"Selain itu website dengan alamat sscasn.com bukan website resmi BKN," imbuh mereka.
Mengutip laman resminya, SSCASN adalah situs resmi pendaftaran ASN secara nasional, sebagai pintu pendaftaran pertama seleksi ASN ke seluruh instansi baik Pusat maupun daerah.
Situs ini dikelola oleh BKN RI sebagai Panitia Seleksi Penerimaan nasional, yang dapat diakses dengan alamat https://sscasn.bkn.go.id
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pentingnya Saring Sebelum Sharing
Perkembangan digitalisasi juga diwarnai dengan maraknya berita palsu, kabar bohong, misinformasi, atau hoaks. Maka dari itu, masyarakat pun harus lebih sadar pentingnya untuk menyaring informasi sebelum membagikannya di internet.
"Sharing itu adalah definisi tentang kita. Apa yang kita sharing, adalah definisi tentang saya," kata Wenseslaus Manggut, Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Maka dari itu, menurut Wenseslaus, jangan sampai diri kita dirusak karena jari-jari kita yang tidak bisa ditahan untuk membagikan sebuah informasi di internet. "Karena itu saringlah sebelum sharing," tegasnya.
Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), tantangan dalam memberantas hoaks dan disinformasi adalah penyebarannya yang lebih cepat dibandingkan dengan klarifikasinya.
"Ada penelitian menunjukkan bahwa hoaks itu tersebar enam kali lebih cepat daripada klarifikasi informasinya," kata Anthonius Malau, Plt. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika, Kemkominfo.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Literasi Digital
Sehingga, menurut Anthonius, dalam live streaming Saring Sebelum Sharing di Vidio dan Liputan6.com, literasi digital lagi-lagi menjadi kunci untuk melawan penyebaran hoaks di internet.
"Harapannya dengan literasi digital ini, masyarakat semakin tercerdaskan, terliterasi, secara pemanfaatan teknologi, pemanfaatan informasi, dapat memilih informasi yang benar, mana yang hoaks, mana yang informasi," ujarnya.
Dengan literasi digital, menurut Anthonius, masyarakat tidak akan mudah untuk ikut-ikutan dalam menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau hoaks.
Lebih lanjut, Anthonius mengungkapkan, Kemkominfo menggunakan semua kanal yang ada untuk melakukan literasi digital.
"Namun, pendekatan yang tatap muka itu lebih meyakinkan dan biasanya, informasi yang disampaikan lebih dapat dicerna, dimaknai, oleh para audiens," kata Anthonius.
Selain itu, para pelaku media siber online juga harus menjadi sumber yang terpercaya dalam mengklarifikasi sebuah informasi. "Peran media itu menyapu yang kita anggap sampah digital, salah satunya adalah hoaks," kata Wenseslaus.
Hoaks Menyebar Lebih Cepat
Meski begitu, Wenseslaus juga mengakui bahwa penyebaran hoaks lebih cepat ketimbang klarifikasinya.
"Dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan klarifikasi, itu lebih dari cukup bagi sebuah konten hoaks, untuk meresap lebih cepat dan membuat kerusakan," kata Wenseslaus. Sehingga, model klarifikasi konvensional dirasa tidak cukup.
Wenseslaus pun mengatakan, masyarakat akan mencari klarifikasi kebenaran informasi di media mainstream, apabila ada sebuah informasi yang seperti "air bah" dan diragukan.
"Karena itu edukasinya, bukan hanya ke publik, bukan hanya ke media, tetapi juga ke para pemasang iklan. Karena seringkali iklan mereka nyasar ke tempat-tempat hoaks atau hate speech tanpa mereka tahu," kata Wenseslaus.
Wenseslaus juga mengatakan bahwa literasi bagi perusahaan media juga penting. AMSI pun tengah melakukan banyak program literasi konten, literasi bisnis di media, serta bagaimana untuk membersihkan ekosistemnya.
"Kami ingin supaya ekosistem yang sekarang ini, tidak memberi banyak insentif, kepada hal-hal yang kita anggap receh, ke hal-hal yang kita anggap trafiknya gede," kata Wenseslaus.
(Dio/Ysl)
Advertisement