Liputan6.com, Jakarta Polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penyelewengan dana kemanusiaan lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dua di antaranya adalah mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Adapun ACT belakangan menuai sorotan lantaran adanya penyelewengan dana donasi umat. Diduga penyelewengan dana donasi yersebut untuk kepentingan pribadi para pejabat yayasan kemanusiaan tersebut.
Advertisement
"Terkait empat orang yang telah disebutkan tadi, pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka," tutur Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Keempat tersangka itu secara rinci adalah mantan Presiden ACT Ahyudin (A), Presiden ACT Ibnu Khajar (IK), anggota pembina ACT Hariyana Hermain (HH), dan anggota Pembina ACT inisial NIA.
"Untuk sementara akan kita gelar kembali terkait penangkapan dan penahanan," kata Helfi.
Sebagai informasi, dugaan penyelewengan dana oleh pengurus Yayasan ACT terjadi saat penyaluran bantuan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018.
Dugaan penyimpangan ini disebut dilakukan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar. Mereka diduga menggunakan dana bantuan untuk kepentingan pribadi.
Bahkan, status penanganan kasus ini sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan. Dengan begitu, cepat atau lambat bakal ada penetapan tersangka.
Peningkatan status kasus ini berdasarkan hasil gelar perkara. Polisi beranggapan di kasus ini telah terjadi tindak pidana.
Sudah Lakukan Gelar Perkara
Bareskrim Polri melalui Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) melakukan gelar perkara kasus dugaan penyelewengan dana oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap alias ACT pada Senin siang.
"Gelar perkara ACT nanti," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin pagi.
Whisnu menyebutkan pelaksanaan gelar perkara merupakan pengembangan dari penyidikan oleh penyidik. Tahapan ini sebelum penyidik menetapkan tersangka.
Menurut rencana, gelar perkara ACT bakal dihadiri oleh Divisi Propam, Wasidik Irwasum, dan Divisi Hukum Polri.
Hingga Selasa 19 Juli 2022 penyidik telah memeriksa 18 orang saksi dalam perkara tersebut. Pada saksi yang diperiksa, di antaranya mantan presiden sekaligus pendiri ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Sebelumnya, Sejumlah petinggi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus dipanggil Bareskrim Polri. Mereka diperiksa terkait dugaan penyelewengan dana santunan terhadap korban kecelakaan pesawat tahun 2018.
Menurut Kasubdit IV Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Andri Sudarmaji, hari ini para petinggi ACT tersebut kembali dipanggil untuk memberi keterangan.
Dia merinci, mereka yang dipanggil adalah mantan Presiden ACT Ahyudin. Diketahui, yang bersangkutan terhitung sudah delapan kali dimintai keterangan dalam statusnya yang masih sebagai saksi.
Selain Ahyudin, ada juga Senior Vice Presiden Global Islamic Hariyana Hermain yang dijadwalkan pemeriksaannya hari ini. Andri mengatakan, keduanya diperiksa dalam jadwal terpisah.
"Jadwal pemeriksaan ACT hari Rabu tanggal 20 Juli 2022, Ahyudin jam 11.00, Hariyana Hermain jam 13.00," kata Andri kepada awak media, Rabu 20 Juli 2022.
Advertisement
Temuan PPATK
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut mencermati dugaan penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan yang dikelola organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sejauh ini, pengurus telah menghentikan transaksi 300 rekening milik ACT.
"Saat ini PPATK menghentikan sementara transaksi di 141 CIF di lebih dari 300 rekening milik ACT yang tersebar di 41 Penyedia Jasa Keuangan (PJK)," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangannya, Kamis 7/ Juli 2022.
Berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia periode 2014 hingga Juni 2022 terkait ACT, diketahui dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar Rp64.946.453.924 dan dana keluar dari Indonesia sebesar Rp52.947.467.313.
Selanjutnya, salah satu tanggapan PPATK terhadap hasil penilaian risiko TPPU dan TP Pendanaan Terorisme, serta teridentifikasinya beberapa kasus penyalahgunaan yayasan sebagai media pencucian uang dan pendanaan terorisme, Pemerintah telah menerbitkan atau menetapkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017.
"Esensinya adalah meminta kepada setiap organisasi yang melakukan kegiatan penghimpunan dan pendistribusian donasi agar mengenal pemberi (know your donor) dan mengenal penerima (know your beneficiary) serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel atas penerimaan bantuan kemanusiaan. bantuan,” jelasnya.
PPATK berharap berbagai pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana bantuan kemanusiaan tidak menolak memberikan ruang pengawasan oleh pemerintah. Karena kegiatan penggalangan dana dan donasi yang dilakukan melibatkan masyarakat luas, serta nama baik negara.
“PPATK berkomitmen untuk bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Aparatur Penegak Hukum dan Kementerian Sosial selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menangani isu-isu yang menarik perhatian masyarakat,” tegas Ivan.