Liputan6.com, Caracas - Nilai mata uang Venezuela, Bolivar, terus anjlok dalam 10 tahun terakhir. Kenyataan pahit itu mendorong seniman dari Kolombia untuk menggunakan uang kertas yang sudah tidak berharga itu sebagai kanvas.
Adalah Ernesto Rojas Tellez, seorang seniman Venezuela yang tinggal di Kolombia, yang dalam beberapa tahun lalu mulai mengumpulkan mata uang Venezuela, Bolivar. Mata uang tersebut terpuruk akibat inflasi.
Advertisement
Mengutip VOA Indonesia, Sabtu (30/7/2022), ia menggunakan cat warna-warni, kuas, dan karakter ikonik untuk mengubah mata uang yang hampir tidak ada nilainya itu menjadi karya seni.
Dia menyebut proyek tersebut "Complement Two Art" atau Pelengkap Dua Seni.
"Sekitar tahun 2018 atau 2017 banyak orang membuang uang kertas begitu saja. Melihat serakan uang kertas itu, saya menyadari satu-satunya nilai uang kertas itu adalah emosional. Jadi, saya mengumpulkan uang-uang itu dan membawanya pulang," katanya.
"Pada setiap uang kertas, dalam setiap karya yang saya hasilkan, saya mencoba menyisipkan cinta. Siapa pun yang membeli karya itu, dia tidak hanya mengambil karton atau kanvas, tetapi membawa cinta yang dituangkan sang seniman ke dalam karya itu," tutur Juan Carlos.
Karya seperti mantan Presiden AS Barack Obama adalah bagian dari karya seni yang dirancang pada uang-uang kertas itu. Karya tersebut laku sekitar $22 hingga $25.
"Kami membuat karya berupa tokoh-tokoh dari Amerika Serikat dan ikon-ikon perjuangan, Martin Luther King, Obama, Nelson Mandela di Afrika, penyanyi Edith Piaf, karakter film dari Disney, dan juga pejuang-pejuang Kolombia," kata Tellez.
Wisatawan dan penduduk dapat menyaksikan para seniman itu bekerja.
"Karya-karya ini cantik, sangat ekspresif. Menurut saya, sangat bagus bagaimana mereka bisa menggunakan uang-uang kertas untuk mengekspresikan seni," ujar Silvana Saenz, seorang warga Kolombia.
Menggunakan sesuatu yang tidak berharga sebagai bahan dasar, para seniman ini telah memberi wajah baru kepada Bolivar, dan mengubah uang kertas ini menjadi sarana untuk mencari nafkah.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kondisi Cacat Fisik Tak Halangi Seniman Mozambik Melukis
Seorang seniman dari Mozambik, Nicktar Benedito, memiliki cacat fisik. Ia tidak leluasa menggunakan tangannya. Namun begitu, ia bertekad kuat untuk mandiri.
Nicktar Benedito tahu betul cara menyesuaikan diri dengan keterbatasan. Ia terlahir dengan cacat fisik yang membatasi penggunaan tangan dan lengan.
Namun, kondisi itu tidak menghambatnya untuk menentukan profesi yang diminati. Pria Mozambik itu secara otodidak belajar menggambar dan melukis dengan kakinya untuk mengekpresikan dirinya dengan lebih baik, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (23/7/2022).
Dalam 37 tahun kehidupannya, artis itu mengatakan bahwa pandemi COVID-19 adalah rintangan terbesar yang menghadangnya. Tantangan itu menginsipirasinya untuk memproduksi rangkaian lukisan yang dia sebut “The Cry of the World” atau “Tangisan Dunia.”
"Saya telah melukis apa yang ditangisi dunia, berkali-kali," katanya.
Seri lukisan ini menggambarkan perempuan dan anak perempuan yang menderita akibat pandemi COVID. Dana PBB untuk Anak-Anak (UNICEF) telah melaporkan peningkatan jumlah pernikahan anak dan siswi yang putus sekolah.
Keprihatinan itu juga diungkapkan oleh pihak berwenang di provinsi Manica, Mozambik, kota tempat tinggal Benedito. Lukisan barunya berfokus pada perempuan yang semuanya sedang menghadapi kesulitan. Sebagian dari mereka sedang hamil.
"Ketika pandemi COVID dimulai, orang-orang di pedesaan tidak mengerti apa itu. Para perempuan ini menanggung segalanya. Mereka meninggalkan kampung mereka karena mereka mengira COVID-19 adalah sihir. Karena itu, (dalam lukisan) ditampilkan punggung mereka," kata Benedito.
Selengkapnya klik link berikut...
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Seniman Inggris Ubah Bokong Kuda Jadi Karya Seni
Lain lagi dengan seniwati bernama Melody Cannon yang memiliki pekerjaan cukup menarik ini, memberikan layanan potong rambut bagi kuda di JMC Equestrian Driving & Custom Clipping in Bury di Greater Manchester.
Selama tiga tahun, ia menggunakan bakatnya untuk memotong bulu kuda menjadi sebuah karya seni.
Awalnya, Melody hanya menghasilakan gambar-gambar sederhana seperti bintang, hati dan lebah. Namun, seiring waktu tren ini berkembang, dan ia mulai melakukan gambar-gambar yang lebih rumit, dan semua itu ia lakukan dengan tangan, tanpa stensil.
Potongan yang dilakukan oleh Melody, tak hanya membuat kuda terlihat lebih menonjol, tapi potongannya diduga dapat mencegah hewan mamalia itu kawin.
Melalui Facebook JMC, ia memperlihatkan kreasi Melody yang belum lama ini ia tuntaskan, berjudul ‘Armour De L’amore’ -- Perisai Cinta, seperti yang dilaporkan Oddity Central, Selasa (5/4/2016).
Meski kuda-kuda terlihat cantik, tapi netizen telah memberikan komentar yang kurang mendukung atas kegiatannya itu.
"Bukankah potongan seperti itu akan memudahkan serangga untuk menggigit kuda?" ungkap seorang netizen.
"Meski terlihat trampil, seharusnya Anda tidak melakukan ini terhadap kuda!!" tulis netizen lainnya.
Sementara itu netizen lainnya mengatakan karya seni yang melekat pada kuda diduga adalah rekayasa perangkat lunak komputer, mengira mereka tak akan bisa berdiam dalam waktu yang cukup lama untuk dipotong sedemikian rupa.
Menderita Vitiligo, Gadis India Ubah Bercak Kulit Jadi Karya Seni
Lain lagi dengan kisah ini, sejak kecil Kartiki Bhatnagar, remaja wanita asal India mengalami vitiligo (kelainan warna kulit). Kondisi semacam ini sudah ia alami sejak usia tujuh tahun. Akibatnya, terjadi perubahan warna kulit yang tak merata di tubuh gadis tersebut.
Dikutip dari laman Daily Mail, Jumat (4/8/2017), selama bertahun-tahun Kartiki hidup dengan rasa malu karena merasa berbeda dengan teman-teman sebayanya. Orangtua Kartiki bahkan sudah putus asa karena menerima banyak cercaan dari banyak orang.
Dalam sebuah blog pribadi, Kartiki menulis dirinya bagaikan orang buangan. Ada saja orang jahil yang mengusik dirinya. Pada satu momen teman sebaya gadis tersebut membandingkan pola warna kulit Kartiki dengan logo Apple.
Tak lama setelah Kartiki didiagnosa dengan vitiligo, ia kerap melihat sang ibu yang menangis, melakukan ritual ke tempat suci untuk memohon kesembuhan anaknya.
Sepuluh tahun setelah didiagnosa menderita vitiligo, gadis remaja ini benar-benar mengubah cara pandang terhadap kulitnya.
Cara pandangnya berubah ketika sekolah Kartiki mengadakan sesi khusus untuk menjelaskan kondisinya. Kepercayaan diri Kartiki berangsur pulih setelah mendapat respons positif dari sahabat yang menilai pola pada kulitnya adalah sesuatu hal yang menarik.
Perkataan temannya itu seketika menginspirasi Kartiki untuk bereksperimen dengan warna kulitnya. Gadis itu menggambar bercak berbagai macam bentuk di sekitar bercak pada kulitnya.
Advertisement