Liputan6.com, Yogyakarta - Satai atau sate kere menjadi sajian yang sayang untuk dilewatkan jika berkunjung ke Kota Solo. Harganya yang ramah di kantong dan rasanya yang nikmat, membuat sate kere menjadi sajian yang cukup diburu oleh para pelancong.
Sajian sate kere yang kini melegenda ternyata memiliki perjalanan panjang yang menarik. Awalnya, sate kere merupakan sajian yang berasal dari ketidakpunyaan.
Sama seperti namanya, "kere", yang berarti miskin atau tidak punya uang. Istilah ini sering digunakan oleh masyarakat Jawa jika sedang tidak memiliki uang.
Nama "kere" inilah yang menggambarkan isi dari sate tersebut. Pada dasarnya, sate kere adalah sate dengan bahan dasar dari ampas tahu atau tempe gembus dan aneka jeroan, seperti kikil, jantung, usus, dan hati yang dibakar lalu disiram dengan bumbu kacang.
Baca Juga
Advertisement
Pada masa penjajahan, daging adalah makanan yang sangat mewah dan hanya bisa disantap oleh bangsa kolonial dan para priayi. Masyarakat pribumi kalangan bawah yang ingin makan sate pun menciptakan sajian sederhana dari bahan pangan yang mereka punya atau yang berasal dari limbah pangan para bangsawan kolonial.
Agar rasanya lebih kaya, sebelum dibakar tempe gembus dan jeroan dimasak dengan bumbu bacem yang merupakan cita rasa utamanya. Setelah itu, bahan-bahan tadi ditusukkan pada tusuk sate dan dibakar, lalu disajikan dengan bumbu kacang yang pedas, manis, dan gurih.
Menyantap olahan sate kere bersama dengan bumbu kacang seolah membuat makanan tersebut terasa seperti daging sapi. Sate kere bisa disajikan sebagai camilan atau bisa disajikan sebagai lauk-pauk.
Satu porsi sate kere komplet terdiri dari potongan lontong yang disiram dengan bumbu kacang, kemudian diberi taburan irisan bawang merah dan cabai. Saat ini, sate kere menjadi sajian yang melegenda dan dapat dengan mudah ditemukan.
Banyak penjual sate kere yang tersebar di kawasan Solo, Yogyakarta, dan sekitarnya. Harganya pun beragam, mulai dari Rp10.000 hingga Rp30.000 per porsi.
Penulis: Resla Aknaita Chak