Liputan6.com, Jakarta - Polisi membeberkan yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) nyatanya membuat perusahaan-perusahaan cangkang yang diduga untuk menggelapkan dana. Ada 10 perusahaan yang terdeteksi terafiliasi dengan lembaga kemanusiaan tersebut.
"Iya (ada 10)," tutur Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dikonfirmasi, Selasa (26/7/2022).
Advertisement
Secara rinci, nama dari 10 perusahaan cangkang tersebut adalah PT Sejahtera Mandiri Indotama, PT Insan Madani Investama, PT Global Itqon Semesta, dan PT Global Wakaf Corpora yang juga memiliki enam perusahaan turunan, yakni PT Trihamas Finance Syariah, PT Hidro Perdana Retalindo, PT Agro Wakaf Corpora, PT Trading Wakaf Corpora, PT Digital Wakaf Ventura, dan PT Media Filantropi Global.
Menurut Whisnu, pihaknya masih melakukan penelusuran dan pendalaman lebih jauh terhadap perusahaan cangkang ACT. Diketahui, 10 perusahaan tersebut bergerak di bidang amal dan bisnis.
"Masih didalami satu persatu," jelas dia.
Sebelumnya, Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf membeberkan besaran gaji yang diterima oleh empat tersangka kasus dugaan penyelewengan dana kemanusiaan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Adapun nilai gaji keempatnya mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 450 juta.
Diketahui, ACT belakangan menuai sorotan lantaran diduga adanya penyelewengan dana donasi milik masyarakat. Diduga penyelewengan dana donasi tersebut untuk kepentingan pribadi para pejabat yayasan kemanusiaan tersebut.
"Gajinya sekitar Rp 50-Rp 450 juta per bulannya," tutur Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Menurut Helfi, secara rinci para tersangka yakni mantan Presiden ACT Ahyudin (A) bergaji Rp 450 juta, Presiden ACT Ibnu Khajar (IK) sekitar Rp 150 juta, anggota pembina ACT Hariyana Hermain (HH) dan NIA sebesar Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
"Untuk A saja (Rp 450 juta-red).Untuk IK Rp 150 juta, HH dan NIA sekitar Rp 50-Rp 100 juta," kata Helfi.
Penyelewengan Dana Korban Kecelakaan Pesawat
Diketahui, ada tiga hal yang didalami oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus ACT, yakni terkait dengan dugaan penyelewengan dana CSR ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Kemudian kedua, masalah penggunaan uang donasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu terkait dengan informasi yang diberikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT).
Selanjutnya, ketiga adanya dugaan menggunakan perusahaan-perusahaan baru sebagai cangkang dari perusahaan ACT.
Polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penyelewengan dana kemanusiaan lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dua di antaranya adalah mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
Adapun ACT belakangan menuai sorotan lantaran adanya penyelewengan dana donasi umat. Diduga penyelewengan dana donasi tersebut untuk kepentingan pribadi para pejabat yayasan kemanusiaan tersebut.
"Terkait empat orang yang telah disebutkan tadi, pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka," tutur Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (25/7/2022).
Keempat tersangka itu secara rinci adalah mantan Presiden ACT Ahyudin (A), Presiden ACT Ibnu Khajar (IK), anggota pembina ACT Hariyana Hermain (HH), dan anggota Pembina ACT inisial NIA.
"Untuk sementara akan kita gelar kembali terkait penangkapan dan penahanan," kata Helfi.
Advertisement
Rp 34 Miliar Disalahgunakan Pimpinan ACT
Helfi Assegaf mengungkapkan, bahwa dari jumlah total bantuan Rp138 miliar yang digelontorkan, ada sekitar Rp34 miliar yang tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Hal ini setelah Yayasan kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi lembaga yang bekerja sama dengan Boeing dalam rangka penyaluran bantuan dana kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018 lalu.
"Kami sampaikan bahwa total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing Rp138 miliar, digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT Rp 103 miliar, dam sisanya Rp 34 miliar digunakan tidak sesuai peruntukannya," tutur Helfi.
Sebagai informasi, dugaan penyelewengan dana oleh pengurus Yayasan ACT terjadi saat penyaluran bantuan kepada ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang terjadi pada 2018.
Dugaan penyimpangan ini disebut dilakukan mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar. Mereka diduga menggunakan dana bantuan untuk kepentingan pribadi.