Liputan6.com, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ingin Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) mengusung calon presiden dari kader partai politik. Sementara untuk cawapres, PPP membuka peluang KIB menggaet dari non parpol.
Peneliti BRIN, Wasisto Rahardjo Jati mengatakan, dua nama yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil punya kesempatan yang sama untuk diusung sebagai Cawapres oleh KIB.
Advertisement
"Keduanya mewakili pilihan pemilih terkini yang sepertinya lebih memperhatikan rekam jejak kinerja sebagai acuan," kata Wasis saat dihubungi merdeka.com, Selasa (26/7/2022).
Menurut Wasis, antara Anies dan Ridwan Kamil juga memiliki kapasitas. Termasuk berpotensi mendulang suara besar dalam Pemilu 2024.
"Keduanya juga adalah kepala daerah dengan prosentase salah satu kantong suara terbesar di Indonesia," imbuhnya.
Wasis menilai, kedua nama tersebut cocok apabila disandingkan dengan capres dari internal KIB. Sejauh ini ada dua nama, yakni Ketum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PAN Zulkifli Hasan.
"Saya pikir cocok saja. Terlebih pasangan capres dan cawapres idealnya mencerminkan sinergi politisi dan teknokrat," jelas Wasis lagi.
Sementara untuk peluang, Wasis tak mau terbuka melihat peluang capres dan cawapres dari KIB dengan komposisi tersebut. Terlebih, pemilihan presiden dan wakil presiden masih jauh. Dinamika politik bisa sangat cepat berubah.
"Kalau bicara peluang, tentu perlu pematangan lebih lanjut terlebih dinamika politik selalu berkembang," tegas dia.
Mesti Kader Partai
Sebelumnya, Ketua umum PPP Suharso mengatakan, syarat utama bagi seseorang yang diusung sebagai kepala daerah hingga presiden adalah kader partai. Hal tersebut merupakan tradisi yang tak boleh dirusak.
"Bung Karno sampai dengan Pak Jokowi, itu semua kader partai yang jadi presiden. Jadi kita berharap ke depan jangan dirusak tradisi itu," ucap dia.
"Harusnya adalah kader partai, jadi siapa yang mau jadi presiden harus masuk ke partai karena setengah mati kita mengurusi partai terus ada orang lain cepluk masuk saja begitu," ia melanjutkan.
Meski begitu, menurut dia ada pengecualian bagi jabatan wakil yang bisa diisi oleh orang non partai untuk menunjukan Demokrasi.
"Kalau wakil presiden ya mungkin gitu ya, masih mungkin non partai, untuk menunjukkan bahwa partai politik itu demokratis dan bisa membuka peluang juga, jadi bukan dia berarti mendiskriminasi, enggak," Jelas dia.
"Tapi juga orang partai politik jangan didiskriminasi selama profesional, jadi seimbang gitu ya. Jadi orang politik juga banyak yang profesional," ujarnya.
Advertisement