Duel Lula Vs Bolsonaro Berebut Kursi Presiden Brasil, Siapa Unggul?

Pemilihan umum kepresidenan di Brasil pada 2 Oktober 2022 mendatang dipastikan bakal mempertemukan dua kandidat, yakni petahana Jair Bolsonaro dan bekas Presiden Luiz Inacio Lula da Silva. Persilangan ideologi kedua kandidat mencerminkan perpecahan yang melanda Brasil.

Oleh DW.com diperbarui 27 Jul 2022, 12:03 WIB
Ilustrasi bendera Brasil (AFP)

, Rio de Janeiro - Brasil bakal segera memiliki presiden baru. Ada dua calon yang diunggulkan.

Mengutip DW Indonesia, Rabu (27/7/20220, pemilihan umum kepresidenan di Brasil pada 2 Oktober 2022 mendatang dipastikan bakal mempertemukan dua kandidat, yakni petahana Jair Bolsonaro yang diusung partai-partai populis kanan, melawan tokoh kiri dan bekas Presiden Luiz Inacio Lula da Silva. Persilangan ideologi kedua kandidat mencerminkan perpecahan yang melanda Brasil.

Kembalinya Lula

Luiz Inacio Lula da Silva berasal dari keluarga miskin. Sebagai buruh pabrik logam, dia memprakarsai sejumlah aksi mogok melawan kediktaturan militer pada dekade 1970an. Aktivitasnya itu berulangkali membawanya ke balik jeruji besi.

Lula kemudian mendirikan Partai Buruh (PT) yang sejak itu mengusungnya sebagai kandidat presiden. "Kalau bukan dia sendiri yang mencalonkan diri, maka kandidat PT adalah orang pilihannya," kata Camila Rocha, pemerhati politik Brasil. Tahun ini, dia akan mencalonkan diri untuk keenam kali.

Ketika Lula menyerahkan jabatan presiden kepada rekan separtainya, Dilma Roussef, pada 2010 silam, tingkat kepuasan publik terhadap presiden mencapai 83 persen. Popularitasnya terdongkrak oleh program bantuan sosial pemerintah, antara lain beasiswa dan bantuan keluarga alias "Bolsa Familia" yang membantu banyak keluarga untuk keluar dari garis kemiskinan.

Namun belakangan, Lula tidak lagi semata dianggap sebagai "pelindung kaum miskin dan kelas buruh," kata Rocha, tetapi juga "cacat korupsi''. Selama pemerintahan PT antara 2003 hingga 2016, Brasil digoyang sejumlah skandal korupsi. Kasus paling mencolok adalah Operasi Lava Jato, di mana pemerintah menyogok anggota Kongres melalui perusahaan minyak negara, Petrobras.

Akibatnya 2018 silam Lula dipidana penjara selama beberapa bulan dengan dakwaan pencucian uang dan pembiaran tindak korupsi. Hingga kini, dia membantah dirinya bersalah dan menuduh proses persidangan sebagai upaya konspirasi. Pada 2019, sekelompok peretas membocorkan bukti transkrip pembicaraan antara penyidik dan hakim pengadilan. Alhasil, proses sidang dibatalkan dan hukuman terhadap Lula dicabut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

 


Kebangkitan Bolsanoro

Presiden Brasil Jair Bolsonaro memegang bendera negara Brasil dalam acara peluncuran kampanyenya untuk maju kembali dalam pemilihan presiden Brasil. Acara tersebut digelar di Rio de Janeiro, Brasil, pada 24 Juli 2022. (Foto: AP/Bruna Prado)

Bukan kebetulan bahwa Jair Messias Bolsonaro hingga kini masih menggelorakan era kedikaturan militer Brasil (1964-1985) dan mendukung tindak penyiksaan oleh kepolisian. Pria berusia 67 tahun ini sejak awal mengimpikan karier militer. Namun masalah disipliner membuatnya terusir dari angkatan bersenjata. Ujung-ujungnya, Bolsonaro beralih ke politik.

Pengamat politik Brasil, Rafael Cortez, menggambarkan sang politikus sebagai "pejabat kelas dua yang eksentrik. Sudah jelas bahwa dia mewakili kepentingan militer, tapi selebihnya dia kurang mencolok atau pernah memegang jabatan penting:"

Meski berulangkali pindah partai, idealisme Bolsanoro yang dikenal gemar melontarkan narasi homofobi, misogini dan rasis itu tetap bermuara di  spektrum kanan. Serupa poltisi populis kanan lain, dia menjunjung prinsip BBB, yakni Biblia, Boi e Bala, alias Alkitab, daging sapi dan senjata api. Bahwa dia sukses menjadi presiden pada 2018 silam, adalah berkat dua faktor, kata Cortez.

"Dia mengenali pengaruh media sosial sejak dini dan memodernisasi kampanyenya. Selain itu skandal korupsi Lula da Silva sangat berpengaruh menjauhkan pemilih di Brasil dari partai-partai politik arus utama, terutama terhadap kelompok kiri."

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS


Ekonomi Hijau Vs Ekonomi Ekstraktif

Mantan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dipeluk putrinya Lurian Cordeiro da Silva ketika ia keluar dari markas Polisi Federal di Curitiba, Brasil (8/11/2019). Lula adalah satu dari ribuan napi yang diuntungkan dari putusan tersebut. (AP Photo/Leo Correa)

Tiga bulan sebelum pemilu, Lula memperkenalkan program politiknya di sebuah hotel di Sao Paulo. Di dalamnya dia berjanji menanggulangi kejahatan lingkungan, terutama terhadap penebangan dan penambangan ilegal di Amazona. Sikapnya itu berbanding terbalik dengan kebijakan Bolsonaro yang memprioritaskan pertumbuhan ekonomi di atas kerusakan lingkungan.

Selama masa jabatannya, dunia menyaksikan kebakaran raksasa di hutan Amazona dan kawasan bakau, Pantanal, yang antara lain dipicu pembukaan lahan. Ekspansi ini terutama mengancam suku asli Amazona yang kehilangan hutan dan sumber penghidupan.

Menurut pakar politik, Camila Rocha, Lula ingin membenahi UU Perburuhan untuk mempersulit perusahaan melakukan pemecatan.

Sebaliknya, Bolsonaro belum mengumumkan program kongkrit, kecuali fokus utama pada pertumbuhan ekonomi. Dua tahun setelah pandemi Corona, perekonomian Brasil masih dibebani inflasi yang tinggi. Isu lapangan kerja diyakini akan menjadi faktor utama bagi pemilih.

Selama masa kampanye, dia sering memoles reputasi sebagai "pelindung nilai-nilai tradisional dan kejayaan masa lalu yang katanya pernah ada di Brasil sebelum kedatangan kelompok kiri," kata Cortez. Menurutnya, Bolsonaro akan mempertahankan gaya politiknya yang "konfrontatif, berbeda dengan Lula yang selalu mendahulukan dialog dan kompromi."

 


Berebut Dukungan Elektoral

Ilustrasi Kampanye. (Freepik/Rawpixel)

 

Salah satu kelemahan terbesar Bolsonaro adalah riwayatnya yang buruk dalam penanggulangan pandemi corona. Tidak heran jika berbagai jajak pendapat memprediksikan kemenangan mutlak Lula. Menurut survey Instit Datafolha pada 23 Juni silam, sebanyak 43 persen pemilih Brasil mendukung Lula, sementara Bolsonaro hanya mendapat 28 persen suara.

Situasi ini bisa berubah dalam beberapa bulan ke depan, kata Camila Rocha. Tapi secara umum, kantung pendukung kedua kandidat terbagi jelas, terutama bagi Lula yang didukung rakyat miskin. "Selain itu, perempuan, warga kulit hitam dan pemuda banyak yang mendukungnya. Pada Bolsonaro situasinya terbalik, pemilihnya kebanyakan kaum menengah atas, laki-laki, putih dan berusia tua."

Untuk menyiasati ketertinggalannya, Bolsonaro dikhawatirkan akan meminjam siasat bekas Presiden AS, Donald Trump, yakni dengan menebar keraguan terhadap keabsahan pemilu sejak dini. Baik Cortez dan Rocha menilai, dengan cara itu dia bisa menolak mengakui hasil pemilu.

 

Infografis Wanti-Wanti Euforia Boleh Lepas Masker (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya