Liputan6.com, Jakarta - Praperadilan yang diajukan oleh Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Mardani Maming, ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau PN Jaksel. Praperadilan ini terkait pengujian keabsahan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK terhadapnya.
Diketahui, KPK sebelumnya telah menersangkakan Mardani Maming dalam kasus suap serta disangkakan menerima gratifikasi saat masih menjabat Bupati Tanah Bumbu.
Advertisement
"Menyatakan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim tunggal Hendra Utama Sutardodo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).
Dalam praperadilan itu, seluruh permintaan Mardani Maming telah ditolak. Hakim menilai lembaga antirasuah sudah sesuai prosedur dalam menetapkan Mardani sebagai tersangka.
Oleh karena itu, lembaga yang dikepalai oleh Firli Bahuri diperintahkan untuk melanjutkan penyidikan dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu yang menjerat Mardani Maming.
Dengan adanya putusan ini, Mardani Maming masih berstatus sebagai tersangka dalam kasus yang menjeratnya. Selain itu, untuk status buronannya juga masih berlaku.
Selanjutnya, Hakim menilai praperadilan Mardani Maming telah masuk ke dalam pokok perkara. Seharusnya, protes itu dilancarkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Menetapkan biaya perkara nihil," jelasnya.
Terjerat Kasus Suap dan Gratifikasi
Diketahui, Ketua Umum HIPMI Mardani Maming tak hanya dijerat dalam kasus suap oleh KPK. Bendum PBNU itu juga disangkakan menerima gratifikasi oleh lembaga antirasuah.
"KPK telah menaikan ke tahap penyidikan terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan penerimaan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa 12 Juli 2022.
Dugaan gratifikasi Mardani Maming diduga dilakukan saat dirinya menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Ali menegaskan KPK sudah mengantongi sejumlah bukti perbuatan pidana Mardani Maming ini.
"Setelah KPK meminta bahan keterangan kepada sejumlah pihak dan kemudian ditemukan bukti permulaan yang cukup," kata Ali.
Tak terima dijerat sebagai tersangka, Mardani Maming ajukan praperadilan kepada KPK. KPK menyatakan praperadilan yang diajukan Mardani H. Maming tak akan menghentikan pengusutan kasus dugaan suap dan gratifikasi izin tambang di Kabupaten Tanah Bumbu, Jakarta Selatan.
"Penting perlu kami sampaikan bahwa permohonan praperadilan ini tidak menghalangi upaya KPK untuk terus melakukan penyidikan," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa 12 Juli 2022.
Ali mengatakan praperadilan hanya menguji aspek formil seperti sah tidaknya penangkapan atau penahanan. Termasuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, atau penyitaan.
"Jadi tidak menyentuh aspek materiil, yaitu substansi pokok perkara yang sedang dilakukan proses penyidikannya oleh KPK," kata Ali.
Advertisement
Buronan KPK
KPK resmi berkirim surat daftar pencarian orang atau DPO atas nama Mardani Maming ke Bareskrim Polri. Ketua Umum HIPMI itu ditetapkan menjadi buronan lantaran dua kali tak memenuhi panggilan KPK.
"Hari ini (26/7/2022) KPK memasukkan tersangka ini dalam daftar pencarian orang (DPO) dan paralel dengan itu KPK juga berkirim surat ke Bareskrim Polri untuk meminta bantuan penangkapan terhadap Tersangka dimaksud," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa 26 Juli 2022.
Ali berharap, usai penerbitan surat DPO ini Mardani Maming kooperatif terhadap proses hukum di lembaga antirasuah. Ali berharap Bendum PBNU itu segera menyerahkan diri ke KPK.
"KPK berharap tersangka dapat kooperatif dan menyerahkan diri kepada KPK agar proses penegakkan hukum tindak pidana korupsi tidak terkendala," kata Ali.
Adapun KPK tak berhasil menemukan Ketua Umum HIPMI Mardani H. Maming dalam upaya penjemputan paksa. Bendum PBNU itu tak ada di apartemen miliknya di kawasan Jakarta Selatan.
Ali mengatakan, upaya jemput paksa bisa dilakukan KPK terhadap tersangka yang tidak kooperatif terhadap proses hukum.
"Perlu juga kami sampaikan, tersangka yang tidak koperatif sesuai hukum acara pidana, KPK dapat melakukan jemput paksa dan secara bertahap dapat menerbitkan DPO yang nantinya kami publikasikan secara terbuka kepada khalayak," kata Ali.
KPK juga mengancam akan menjerat pihak yang berusaha menyembunyikan Mardani Maming. Ancaman tersebut tertera dalam Pasal 21 UU Tipikor.
Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, 'Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.'
Sumber: Nur Habibie/Merdeka.com