Liputan6.com, Jakarta - Salah satu tim kuasa hukum istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawathi, Patra M Zen meminta semua pihak, termasuk pengacara keluarga Brigadir J atau Yoshua agar tidak terlalu banyak berspekulasi atau pun berasumsi yang diperuntukkan menggiring opini publik.
"Advokat itu profesi ahli hukum, bukan ahli nujum atau ahli sihir," tutur Patra kepada wartawan, Rabu (27/7/2022).
Advertisement
Patra menyinggung salah satu kuasa hukum keluarga Brigadir J yakni Kamarudin Simanjuntak yang dinilainya kerap menggiring opini masyarakat. Padahal, pihaknya sudah melaporkan kasus dugaan pelecehan dan kekerasan yang dialami istri Irjen Ferdy Sambo, seperti yang tertuang dalam laporan dengan nomor LP/B/1630/VII/2022/SPKT/Polres Metro Jaksel tanggal 9 Juli 2022 lalu.
"Pernyataan-pernyataan saudara Kamarudin yang saya baca di media itu, seakan-akan dia mengetahui fakta dan kebenaran peristiwa," jelas dia.
Patra menyatakan bahwa proses penyidikan kasus kematian Brigadir J pun sudah dilakukan oleh pihak kepolisian. Tentu diharapkan semua pihak dapat bersabar dan mengikuti proses hukum yang ada.
"Kita tunggu hingga pembuktian di persidangan. Jangan seperti ahli nujum yang mau meramal nasib seseorang atau ahli sihir yang bisa melihat kejadian masa lalu dengan lihat air di baskom," Patra menandaskan.
Sebelumnya, pengacara keluarga Brigadir Yoshua, Kamaruddin Simanjuntak menyebut ada dugaan penyiksaan terhadap almarhum, seperti kuku sudah dicabut, jari patah, dan luka sayatan yang diduga berasal dari senjata tajam.
Sehingga Kamaruddin mengatakan, telah terjadi dugaan penyiksaan terhadap pria yang awalnya disebut sebagai Brigadir J itu, sebelum dia meninggal dunia. Hal ini harus dibongkar oleh pihak kepolisian.
"Sampai jarinya patah semua ini sehingga tidak lagi, kenapa tidak copot hanya karena kulitnya saja, dia sudah remuk hancur. Kemudian kukunya dicabut, nah kita perkirakan dia masih hidup waktu dicabut, jadi ada penyiksaan. Nah, oleh karena itu ini ada di bagian kaki ada luka sayatan," tutur Kamarudin.
Pelaku adalah Psikopat
Kamaruddin mengungkapkan, pelaku yang diduga telah meyiksa Brigadir Yoshua adalah psikopat. Sebab ditemukan berbagai bentuk kekerasan terhadap jenzah Brigadir Yoshua.
"Oleh karena itu saya sangat yakin betul bahwa ini adalah ulah psikopat atau penyiksaan. Oleh karena itu kita menolak cara-cara seperti ini di negara Pancasila," tegasnya.
Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, proses ekshumasi atau penggalian kembali makam Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J diawasi oleh Komnas HAM sebagai pengawas eksternal.
"Pelaksanaan ekshumasi ini diawasi langsung dari Komnas HAM. Beliau sangat konsisten, beliau juga cara kerjanya independen dan imparsial tidak bisa diintervensi oleh semua pihak," kata dia di Jambi, Rabu (27/7/2022).
Bukan hanya Komnas HAM saja, tapi juga Kompolnas juga turut mengawasi. Hal ini agar kasus tersebut dan proses pembuktian secara scientific crime investigasi betul bisa dilakukan.
"Tentunya agar semua kasus yang ditangani ini betul-betul dapat dijelaskan di persidangan secara terang benderang dan dapat dipertanggungjawabkan," jelas Dedi.
Saat disinggung soal pihak keluarga apakah bisa juga meninjau proses ekshumasi dan autopsi Brigadir J, dia pun mempersilahkannya.
"Untuk pengawas eksternal silahkan. Keluarga yang mewakili silahkan tapi sekali lagi ekshumasi ini dilakukan oleh pihak yang berwenang. Pihak yang berwenang dalam hal ini penyidik karena ini untuk kepentingan penyidikan dan juga nanti akan dibuka hasilnya di pengadilan," jelas Dedi.
Advertisement
Autopsi dilakukan oleh Tim yang Mumpuni
Dedi Prasetyo memastikan autopsi ulang jenazah Brigadir J alias Nopryansah Yosua Hutabarat dilakukan oleh tim yang mumpuni dari Perhimpunan Kedokteran Forensik Indonesia dari berbagai rumah sakit dan universitas.
"Setelah pembongkaran kubur atau ekshumasi adalah dilaksanakan autopsi ulang, kegiatan ini sebagai bentuk komitmen dari bapak Kapolri sesuai arahan Bapak Presiden agar kasus ini terbuka secara terang benderang," kata Dedi di Jambi, Rabu, (27/7/2022).
Dedi memastikan dokter forensik yang memeriksa jenazah Brigadir J memiliki sifat independen dan parsial. Yaitu, hasil autopsi ulang yang dilaksanakan pada hari ini memiliki dua konsekuensi, pertama dari sisi keilmuan harus sahih dan bisa dipertanggungjawabkan.
Kemudian, konsekuensi kedua ekshumasi ini harus memiliki konsekuensi yuridis karena untuk proses penyidikan.
"Yang berwenang siapa dalam hal ini penyidik, penyidik akan sangat berkepentingan untuk meminta hasil autopsi yang kedua ini sebagai tambahan alat bukti yang nanti akan dibuka dan diungkap di sidang pengadilan," kata dia.