Ruben Onsu Idap Empty Sella Syndrome

Empty Sella Syndrome inilah yang membuat Ruben Onsu ini merasakan amat tersiksa kala suhu udara dingin, mata kering, suhu tubuh antara tangan kanan dan kiri bisa berbeda.

oleh Benedikta DesideriaDiviya Agatha diperbarui 28 Jul 2022, 06:00 WIB
Saat hadir dalam acara KICKS di Jakarta Pusat, Senin (14/8) Ruben mengaku bahwa ia diminta untuk menggantikan Jupe. Saat itu, pelantun lagu Belah Duren itu mengaku tidak bisa datang lantaran terbaring di rumah sakit. (Adrian Putra/Bintang.com)

Liputan6.com, Jakarta Presenter dan pengusaha Ruben Onsu bertanya-tanya saat dokter menegakkan diagnosis bahwa dirinya alami Empty Sella Syndrome. Baginya, ini adalah suatu istilah yang teramat asing tidak pernah ia dengar.

"Namanya (nama penyakit itu) asing di telinga gue, 'Ini apa ya?'," kata Ruben kala mengingat-ingat diagnosis dokter tentang dirinya.

Empty Sella Syndrome inilah yang membuat suami Sarwendah ini merasakan amat tersiksa kala suhu udara dingin, mata kering, suhu tubuh antara tangan kanan dan kiri bisa berbeda. Perihal suhu udara yang dingin, sampai-sampai membuat Ruben mencai alasan tak berlama-lama ketika akan briefing di studio televisi untuk syuting.

Ruben pun tak mengerti tentang penyebab kehadiran kondisi Emptu Sella Syndrome itu.

"Enggak ngerti, enggak ada keturunan juga," katanya kepada Irfan Hakim dalam sesi dialog di akun Youtube MOP Channel, ditulis Kamis, 28 Juli 2022.

Empty Sella Syndrome (ESS) adalah penyakit langka yang menyerang otak. ESS adalah masalah kesehatan langka yang terjadi pada sella tursika, yaitu struktur tulang yang terletak di bagian dasar tulang tengkorak dan berfungsi untuk melindungi kelenjar pituitari.

ESS sendiri terbagi menjadi dua jenis yakni ESS primer dan ESS sekunder. Pada ESS primer, sella tursika terbentuk sedemikian rupa dan cairan di tulang belakang dapat bocor ke dalamnya seperti mengutip WebMD.

Penumpukan cairan tersebut kemudian menekan kelenjar pituitari sehingga sella tursika pasiennya akan kosong. Itulah mengapa penyakit satu ini dinamai dengan sebutan Empty Sella Syndrome.

Sedangkan ESS sekunder menyebabkan kelenjar pituitari berada dalam kondisi yang kecil (menyusut). Hal ini dapat disebabkan oleh riwayat pasien apabila pernah menjalani operasi atau radiasi untuk tumor atau cedera di kepala yang serius.


Apa Itu Empty Sella Syndrome?

Kebanyakan ESS tidak memiliki tanda-tanda. Itulah mengapa para pasien seringkali tidak merasakan apapun sebelumnya dan bisa merasa sehat-sehat saja.

Namun, terdapat beberapa gejala yang umumnya muncul pada pasien dengan ESS. Berikut diantaranya.

  • Sakit kepala
  • Tekanan darah tinggi
  • Kelelahan
  • Impotensi (pada pria)
  • Gairah seks rendah
  • Tidak ada periode menstruasi atau tidak teratur (pada wanita)
  • Infertilitas

Sedangkan terdapat pula gejala yang tidak umum yang juga dapat muncul pada pasien ESS. Seperti perasaan tekanan dalam tulang, cairan tulang belakang bocor melalui hidup, pembengkakan di mata, dan penglihatan kabur.

Dalam kasus Ruben Onsu, dirinya merasa tidak tahan pada suhu dingin. Hal tersebut lantaran kelenjar pituitari memang merupakan kelenjar endokrin penting yang bertugas membuat hormon berbeda.

Kelenjar pituitari manusia terhubung ke hipotalamus melalui batang pembuluh darah dan saraf. Hipotalamus sendiri adalah bagian dari otak Anda yang mengontrol fungsi-fungsi seperti tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pencernaan.


Kondisi Langka

Ruben Onsu memiliki jadwal aktivitas yang sangat padat. Mulai dari mengisi acara dari satu stasiun televisi ke stasiun televisi yang lain (Adrian Putra/Bintang.com)

Menurut publikasi dalam laman Cleveland Clinic, ESS begitu jarang terjadi dan masuk dalam kategori penyakit langka. Beberapa peneliti memperkirakan bahwa terdapat kurang dari satu persen pasien yang pernah mengalami ESS dengan gejala.

Sedangkan dengan gejala terdapat sekitar delapan sampai 35 persen dari populasi yang mengalami.

Berdasarkan hasil pengujian neuroimaging, laporan lain yang diungkap oleh Cleveland Clinic juga memperkirakan bahwa ESS terjadi hanya pada sekitar 12 persen orang.


Penanganan ESS

Ruben Onsu (https://www.instagram.com/p/Cf8wRtNjHIL/)

Mengutip laman Johns Hopkins Medicine, seseorang dengan ESS tidak memerlukan pengobatan jika Anda tidak memiliki gejala apapun, dan jika kelenjar pituitari Anda tidak membesar. Namun, bila ada masalah atau keluhan terkait, salah satu opsi adalah menangani masalah hormon apa pun dengan penggantian hormon.

Tertulis juga di laman tersebut, bahwa ESS bukanlah suatu kondisi yang bisa mengancam nyawa.

"Ini bukan kondisi yang mengancam jiwa."

Infografis 12 Cara Sehat Hadapi Stres Era Pandemi Covid-19 (Liputan6.com/Niman)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya