8 Jurus Pemerintah Berantas Tambang Ilegal

Kementerian ESDM memiliki delapan strategi dan upaya penanganan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 28 Jul 2022, 15:45 WIB
Lokasi penambangan di dalam kawasan hutan di Desa Hampangen, Kabupaten Katingan yang digrebek Gakkum LHK Wilayah 1 Kalimantan Tengah. (Foto: Gakkum LHK)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki delapan strategi dan upaya penanganan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia.

Hal itu disampaikan Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Antonius Agung Setijawan, dalam webinar E2S Berantas tuntas pertambangan tanpa izin, Kamis (28/7/2022).

“Kementerian ESDM tetap berupaya bagaimana melakukan penanganan-penanganan, paling tidak mengurangi bisa mengambil manfaat baik untuk negara maupun masyarakat,” kata Antonius.

Pertama, penataan wilayah pertambangan dan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat. Kedua, meningkatkan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam pembinaan terhadap pertambangan berbasis rakyat.

Ketiga, pendataan dan pemantauan kegiatan PETI oleh inspektur tambang. Antonius mencatat ada 2.700 lokasi pertambangan tanpa izin di Indonesia. Data tersebut merupakan hasil pemantauan oleh inspektur tambang yang ditempatkan di Provinsi dan Pusat.

“Tapi tidak semua lokasi PETI tersebut merupakan kegiatan permanen, karena PETI ini kegiatan yang dikerjakan hari itu saja dan berhenti, bisa dikerjakan lagi dua hari kemudian, tergantung kegiatannya, tapi ada juga yang dilakukan terus menerus,” katanya.

Strategi keempat, yaitu upaya formalisasi menjadi wilayah pertambangan rakyat dan IPR. Dia menegaskan, hal tersebut memang ada amanatnya dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan juga di dalam Peraturan Pemerintah nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.

“Memang perizinan pertambangan rakyat ini diddrong untuk dapat diberlakukan, dan didelegasikan bahwa ini kewenangan Gubernur untuk dapat mengupayakan dengan masyarakat setempat bisa ikut mengembangkan,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kerusakan Lahan

Ilustrasi salah satu kawasan tambang ilegal. (Liputan6.com)

Kelima, upaya pemilihan kerusakan lahan bekas pertambangan tanpa izin, Kementerian ESDM juga berkoordinasi dengan KLHK maupun Pemerintah Daerah.

Keenam, upaya pengendalian peredaran dan penggunaan B3 utamanya merkuri yang merupakan bahan utama untuk kegiatan ekstraksi emas.

“Ini menjadi hal yang masih sulit diterapkan karena memang peredaran merkuri aktualnya masih terjadi,” katanya.

Oleh karena itu Pemerintah melalui Kementerian ESDM, KLHK, Kementerian dan juga pihak lain seperti kepolisian berkoordinasi untuk mempersempit ruang gerak dari peredaran merkuri yang memang sangat berbahaya dan memicu adanya tambang-tambang emas yang dikelola oleh masyarakat, tentu saja kebanyakan tanpa izin.

Ketujuh, upaya penegakan hukum. Kedelapan, identifikasi lokasi PETI dengan analisis data penginderaan jauh kami bekerjasama dengan BRIN. 


Marak Tambang Marak, Ternyata Ini Biang Kerok

Polres Bangka merazia penambang timah ilegal, hingga perajin gula merah justru menuai keuntungan saat kemarau.

 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat ada beberapa hal yang menyebabkan maraknya Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia.

Hal itu disampaikan Inspektur Tambang Ahli Madya Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Antonius Agung Setijawan, dalam webinar E2S Berantas tuntas pertambangan tanpa izin, Kamis (28/7/2022).

“Beberapa hal yang kami dapatkan informasi ini dari berbagai pihak khususnya inspektur tambang ahli di provinsi dan hasil kami melakukan kunjungan lapangan. Kegiatan Peti ini memang disebabkan karena keterbatasan lapangan kerja,” kata Antonius.

Selain keterbatasan lapangan kerja, juga disebabkan oleh desakan ekonomi. Pertambangan tanpa izin ini tidak memerlukan syarat pendidikan, artinya siapa saja yang mau bisa bekerja bermodalkan tenaga.

Banyak pelaku pertambangan tanpa izin yang tergiur hasil yang instan, karena dalam pengerjaannya yang mudah dan cepat dalam mendapatkan uang atau penghasilan.

“Hal-hal inilah yang memang memicu terjadinya kegiatan pertambangan tanpa izin, dimana pelaku-pelakunya rakyat kecil yang tidak punya akses di dunia formal dalam mencari sumber penghidupannya,” ujarnya/

Pertambangan tanpa izin ini merupakan dunia pelarian bagi masyarakat yang tidak memiliki kesempatan mendapatkan pekerjaan, dan mereka berpikir hal ini memungkinkan  mendapatkan penghasilan secara instan.

 


Landasan Hukum PETI

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Lebih lanjut, Antonius menjelaskan, landasan hukum pertambangan tanpa izin ini tertuang dalam Undang-undang nomor 3 tahun 2020 perubahan atas UU nomor 4 tahun 2009 Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Dipertambangan mineral dan batu bara menganai PETI dicantumkan di pasal 158 sampai 162. Tetapi kegiatan PETI dijelaskan dalam pasal 158, 160, dan 161 dimana memang kegiatan PETI masuk kategori tindak pidana,” ujarnya.

Adapun isi Pasal 158 yaitu setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

Pasal 160 berbunyi, “Setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara.”

Pasal 161, “Setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan atau batubara yang tidak berasal dari pemenang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 3 huruf c dan huruf g, pasal 104, atau pasal 105 dipidana dengan pidana penjara.”

Dia menegaskan tidak ada lagi dasar hukum yang lain selain yang tercantum dalam Undang-undang, seperti Peraturan Presiden, Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri tidak diatur mengenai Pertambangan tanpa izin.

“Kalau saya pahami dalam melaksanakan penghentian, penuntasan oleh Kementerian ESDM, amunisi regulasinya sangat kurang. Banyak pertanyaan ke Kementerian ESDM bagaimana upaya Kementerian ESDM memberantas, menghentikan, memproses PETI. Saya sebagai bukan orang hukum melihat ya amunisinya cuman undang-undang,” ungkapnya.

Jika dibandingkan landasan hukum dengan sektor kehutanan, dan kelautan. Di kehutanan ada UU 18 tahun 2013 yang mengamanatkan untuk menjaga hutan dari kerusakan, sehingga Kementerian Kehutanan memiliki perangkat untuk mengamankan hutan. Begitupun di kelautan, dalam UU nya ada amanat kepada Menteri untuk mengamankan laut.

“Memang ini bukan UU kewilayahan tapi UU untuk pengelolaan atau UU untuk mengusahakan mineral dan batubara,” pungkasnya.

  

Infografis Heboh Kabar China Klaim Natuna hingga Tuntut Setop Pengeboran Migas. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya