Liputan6.com, Kabul - Dulu, juru bicara Taliban dikenal sebagai ahli propaganda online ketika melawan Amerika Serikat. Namun, popularitas kelompoknya sedang merosot di media sosial.
Juru bicara kepala Taliban, Zabihullah Mujahid, mempunyai lebih dari 630.000 pengikut di akun Twitter resminya.
Dilaporkan VOA Indonesia, Sabtu (28/7/2022), kini sebagai pemerintah de facto Afghanistan, penggunaan media digital di kalangan kelompok Taliban menghadapi sejumlah tantangah seperti penolakan layanan, kampanye permusuhan, dan penghapusan akun dari platform media sosial.
Baca Juga
Advertisement
Baru-baru ini, Meta, perusahaan induk Facebook, menutup akun FB dan Instagram Radio Television Afghanistan (RTA) yang dikelola pemerintah dan Kantor Berita Bakhtar.
Akun itu dibuat oleh pemerintah Afghanistan sebelumnya yang didukung AS dan diserahkan kepada Taliban, yang menggunakannya untuk menyebarkan berita tentang pemerintah mereka.
“Taliban dikenai sanksi sebagai organisasi teroris di bawah hukum AS, dan mereka dilarang menggunakan layanan kami berdasarkan kebijakan kami tentang Organisasi Berbahaya,” kata juru bicara Meta kepada VOA.
“Itu berarti kami menghapus akun yang dikelola oleh atau mengatasnamakan Taliban, serta melarang pujian, dukungan dan perwakilan dari kelompok tersebut.”
Ketika mencari komentar tentang berita ini, tautan ke saluran radio YouTube Taliban dikirim ke Google sebagai referensi. Dalam waktu kurang dari 24 jam, saluran itu kini hilang.
“Google bertekad mematuhi Undang-undang sanksi AS yang berlaku dan menegakkan kebijakan terkait berdasarkan persyaratan layanannya. Karena itu, jika kami mendapati ada akun milik Taliban, kami akan menghentikannya,” kata juru bicara Google kepada VOA.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ulama Afghanistan Dukung Taliban
Ulama Afghanistan menegaskan dukungan mereka terhadap Taliban. Komunitas internasional pun diminta ikut mendukung pemerintahan Taliban di Afghanistan.
VOA Indonesia melaporkan, Senin (4/7), dukungan itu ditegaskan pada sebuah pertemuan ulama Islam dan tetua suku yang berlangsung selama tiga hari dan berakhir Sabtu (2/7). Pihak yang hadir sepakat memberikan dukungan bagi Taliban dan menyerukan masyarakat internasional untuk mengakui pemerintahan Afghanistan yang dipimpin Taliban.
Pertemuan di Kabul itu dirancang sesuai dengan Loya Jirga Afghanistan – yaitu semacam dewan yang terdiri dari para tetua suku, pemimpin dan tokoh terkemuka – dan membahas masalah kebijakan di Afghanistan. Tetapi mayoritas yang hadir dalam pertemuan kali ini adalah pejabat dan pendukung Taliban, kebanyakan ulama Islam.
Tidak seperti Loya Jirga terakhir yang dilangsungkan di bawah pemerintah sebelumnya yang didukung Amerika, kali ini perempuan tidak diizinkan hadir.
Bekas kelompok gerilyawan yang telah sepenuhnya berkuasa untuk mengambil keputusan sejak mengambilalih negara itu pertengahan Agustus 2021 lalu, menyebut pertemuan itu sebagai forum untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi Afghanistan.
Ansari mengatakan lebih dari 4.500 ulama dan tokoh terkemuka Islam yang menghadiri forum itu telah memperbarui kesetiaan dan kepatuhan pada pemimpin tertinggi dan kepala spiritual Taliban, Haibatullah Akhundzada.
Mengutip 11 poin pernyataan yang dirilis di akhir pertemuan itu, ulama Mujib-ul Rahman Ansari mendesak negara-negara di kawasan dan di dunia, PBB, bersama organisasi Islam dan lainnya untuk mengakui Afghanistan yang dipimpin Taliban. Ia juga menyerukan dihapusnya semua sanksi yang diberlakukan sejak Taliban berkuasa dan dicairkannya aset-aset Afghanistan di luar negeri.
Advertisement
Janji Taliban: Afghanistan Tak Akan Ancam Negara Lain
Pemimpin tertinggi Taliban, Mullah Haibatullah Akhundzada, menegaskan bahwa tanah Afghanistan tidak akan dipakai untuk mengancam negara lain. Ia pun meminta agar komunitas internasional tidak mencampuri urusan dalam negeri Afghanistan.
Dilansir Arab News, Kamis (7/7), Taliban berkata mengikuti persetujuan yang mereka buat dengan Amerika Serikat di 2020 sebelum mengambil kekuasaan, yakni mereka janji akan melawan teroris. Afghanistan terus berjanji bahwa negaranya tidak akan menjadi basis untuk melancarkan serangan ke negara-negara lain.
"Kami memastikan ke tetangga-tetangga kami, kawasan, dan dunia bahwa kita tidak akan mengizinkan siapapun menggunakan kawasan kita untuk mengancam keamanan ngara lain. Kami juga ingin negara-negara lain tidak ikut campur masalah-masalah dalam negeri kami," ujar Akhundzada dalam pidato sebelum Hari Raya Idul Adha.
Sebelumnya, pemerintah Taliban dijatuhkan koalisi AS pada 2001 karena menampung Osama bin Laden. Taliban kembali merebut kekuasaan pada 2020 pada kudeta yang berlangsung cepat. Mantan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menyelamatkan diri ke Uni Emirat Arab.
Sosok Akhundzada yang reklusif menjadi pemimpin spiritual Taliban sejak pendahulunya, Mullah Akhtar Mansour, terbunuh oleh serangan drone AS pada 2016.
Usai berkuasa, Akhundzada mendapat dukungan dari Ayman Al-Zawahiri, pemimpin Al-Qaeda.
Namun, ia kini berkata berkomitmen ingin memiliki hubungan diplomatik yang baik dengan berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
"Di dalam kerangka interaksi dan komitmen bersama, kami ingin relasi diplomatik, ekonomi, dan politik yang baik dengan dunia, termsuk Amerika Serikat, dan kami menganggap ini kepentingan semua pihak," ujar Akhundzada.
Indonesia Gelar Dialog Ulama 3 Negara dengan Qatar dan Afghanistan
Pada Juni lalu, Indonesia tidak pernah surut berkomitmen untuk terus membantu rakyat Afghanistan, meskipun negara tersebut kini telah diambilalih kekuasaannya oleh Taliban. Demi kemanusiaan, Indonesia telah mengirimkan bantuan berupa bahan pangan dan nutrisi sebesar 65 ton pada 9 Januari 2022.
Selain fokus pada masalah kemanusiaan, Indonesia juga memfokuskan kerja sama pada dialog antar ulama, serta masalah perempuan. Terkait dengan kerjasama antar ulama, pada tanggal 14 Juni 2022 di Doha, Qatar, telah dilakukan dialog trilateral ulama Indonesia-Qatar-Afghanistan.
"Tema dialog trilateral ulama ini adalah "Re-Building Afghanistan through Education and with Islamic Values"," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi
Pertemuan dihadiri oleh tiga ulama Indonesia, lima ulama Qatar, dan 11 ulama Afghanistan.
"Indonesia diwakili oleh ulama dari NU, Muhammadiyah, dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah," ucap Menlu Retno.
Ia mengatakan bahwa dialog ulama berjalan baik dan terbuka. Di dalam pertemuan tersebut, Ulama Indonesia mengangkat beberapa isu, antara lain:
• Peran Pendidikan Islam dalam menopang ketahanan nasional.
• Perempuan dan Pendidikan dalam perspektif Islam.
• Manifestasi nilai-nilai Islam dalam memajukan perdamaian dan kehidupan masyarakat yang lebih harmonis.
Selain dialog trilateral ulama Indonesia-Qatar-Afghanistan, saat ini ulama Indonesia juga sedang melakukan kunjungan ke Kabul Afghanistan bersama dengan ulama beberapa negara OKI.
Selain Indonesia, beberapa negara yang juga mengirimkan ulama keAfghanistan, antara lain Turki, Republik Guinea, Yordania, Pakistan, Niger, dan Sudan.
Advertisement