Liputan6.com, Lombok - Maraknya penggunaan bahasa asing di berbagai tempat khususnya daerah wisata di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menarik perhatian kantor Bahasa. Sebab, penggunaan bahasa asing tersebut dinilai akan menggerus bahasa sasak sebagai bahasa daerah setempat ke arah kepunahan.
Kepala Kantor Bahasa NTB, Puji Retno Hardiningtyas mengatakan, saat ini sudah seharusnya pemerintah daerah mengkaji ulang bahasa asing sebagai bahasa utama tempat strategis atau ruang publik demi mempertahankan bahasa lokal.
Ia mencontohkan di antaranya adalah penamaan nama Bandara Lombok, yaitu Lombok International Airport dan tulisan selamat datang yang diganti dengan welcome to di berbagai tempat wisata tanpa menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Sasak. Tak hanya di Bandara, penggunaan bahasa asing juga mendominasi berbagai tempat wisata.
“Tulisan yang ada di Bandara Lombok itu pakai bahasa asing, seharusnya ada tiga bahasa di sana yaitu menggunakan bahasa Indonesia, Bahasa Sasak dan bahasa Inggris. Namun yang kita jumpai kebanyakan Bahasa Inggris. Begitu juga di tempat wisata lainnya banyak yang bertuliskan Welcome to, itu harus diubah,” kata Retno, Rabu 27 Juli 2022.
Baca Juga
Advertisement
Retno mengatakan, dalam PP 57 tahun 2014 dijelaskan bahwa prinsip Trigatra Bangun Bahasa yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa harus berada di urutan pertama, kemudian bahasa daerah sebagai bahasa lokal dan bahasa inggris sebagai bahasa untuk dikuasai, memiliki fungsi yang berbeda beda dan harus diterapkan di berbagai tempat.
Namun yang terjadi di NTB justru sebaliknya, saat ini hampir seluruh luar ruang seperti bandara dan tempat wisata lebih diutamakan menggunakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia dan bahasa Daerah.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kesepakatan Pemerintah
Untuk menerapkan Trigatra tersebut, kantor Bahasa NTB mengaku sudah melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada pemerintah daerah agar setiap ruang publik tiga bahasa itu. Dari hasil konsultasi tersebut pemerintah daerah telah sepakat akan mengubah penggunaan bahasa di berbagai tempat khususnya di ruang publik.
Rencanya, penertiban bahasa yang tidak sesuai dengan kebijakan Trigatra Bangun Bahasa di ruang publik tersebut akan mulai efektif berlaku pada bulan Agustus 2022. Hal itu bertujuan untuk mengangkat bahasa indonesia sebagai bahasa jati diri bangsa Indonesia sekaligus mengenalkan bahasa daerah.
“Tadi pagi saya bertemu dengan kepala biro dan tata laksana, dan ternyata selama ini pemerintah daerah kurang mengetahi soal Trigatra ini. Dan kami sudah sepakat akan mengubah itu. Dalam waktu dekat kami akan mengundang 60 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kota dan kabupaten, dan juga pihak Swasta,” kata Puji Retno.
Advertisement