Liputan6.com, Jakarta Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mendesak penegak hukum tak ragu mengusut aliran dana ke pihak lain terkait dugaan penyelewengan donasi lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dia khawatir dana ACT juga digunakan untuk aksi radikal.
"Penegak hukum juga agar tidak ragu-ragu untuk menyelidiki lebih dalam ke mana saja aliran dana tersebut, jangan sampai selain untuk memperkaya diri sendiri, dana masyarakat digunakan atau dialirkan untuk memperkuat kelompok-kelompok radikal dan terorisme," ujar Rahmat dalam keterangannya, Sabtu (30/7/2022).
Advertisement
Rahmat meminta, penegak hukum transparan kepada publik terkait aliran dana tersebut, termasuk modus-modus yang dilakukan para petinggi ACT.
Menurutnya, sudah tepat Bareskrim Polri mengusut dugaan penyelewengan donasi dan menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain, pendiri dan mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT saat ini Ibnu Khajar, pengawas ACT Hariyana Hermain, dan Ketua Dewan Pembina ACT Novariadi Imam Akbari.
Rahmat menyoroti dugaan pemotongan donasi mencapai Rp 450 miliar untuk operasional. Dia berpandangan, setiap bulannya lembaga tersebut menghabiskan operasional sebesar Rp 2,5 miliar.
"Tidak heran, karena temuan Bareskrim Polri mengungkap, gaji keempat petinggi tersebut berkisar Rp 50-450 juta perbulannya. Sangat fantastis," kata dia.
Lebih lanjut, Rahmat menilai Bareskrim bertindak cepat lantaran telah menahan empat tersangka tersebut. Menurutnya, penyidik ingin mencegah para tersangka leluasa bergerak setelah ditetapkan tersangka.
"Sehingga mereka tidak bisa bergerak leluasa," katanya.
4 Tersangka Ditahan
Sebelumnya, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka penyelewengan dana kemanusiaan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Mereka yang ditahan sebelumnya telah ditetapkan oleh Bareskrim Polri sebagai tersangka. Mereka adalah bekas petinggi ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Hariyana Hermain, dan Novariadi Imam Akbari.
"Pada malam hari ini jam 8, kami selesai melaksanakan gelar perkara terkait dengan para tersangka yang diperiksa hari ini sebagai tersangka, penyidik memutuskan melakukan proses penahanan terhadap empat tersangka tersebut," kata Dir Tipideksus Bareskrim Polri Whisnu Hermawan kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat (29/7/2022).
Whisnu menjelaskan, alasan penahanan terhadap para tersangka tersebut karena dikhawatirkan bakal menghilangkan barang bukti. Sebab ada dugaan para tersangka mencoba menghilangkan barang bukti.
"Karena terbukti minggu lalu kami melaksanakan geledah di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut. Sehingga, kekhawatiran penyidik terhadap para tersangka tersebut akan menghilangkan barang bukti," jelasnya.
"Dan hari ini, malam ini sesuai dengan putusan gelar perkara akan dilakukan penahanan terhadap empat tersangka dalam perkara ACT tersebut," sambungnya.
Jenderal bintang satu ini menyebut, penahanan ini akan dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan, dan bisa diperpanjang.
"Penahanannya akan dilaksanakan di Bareskrim sini, selama 20 hari ke depan," sebutnya.
Whisnu memaparkan pihaknya juga dalam waktu dekat akan menggelar jumpa pers terkait kasus ACT ini, beserta dengan barang bukti yang diduga hasil penyelewengan dana masyarakat.
"Nanti akan dilaksanakan minggu depan, bersama dengan barang bukti juga akan disampaikan juga berapa uang yang sudah kita blokir, barang bukti dokumen yang benda tidak bergerak dan benda bergerak, artinya keputusan ini sudah sesuai dengan persangkaan yang disangkakan kepada tersangka tersebut," tutupnya.
Bareskrim Polri juga telah melakukan penyitaan terhadap kendaraan operasional milik ACT sebanyak 56 unit, diantaranya 44 mobil serta 12 motor. Saat ini, barang bukti tersebut sudah ditempatkan di Gudang Wakaf Distribution Center (WDC), Global Wakaf Corpora.
Advertisement