Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa ekonomi Amerika Serikat (AS) secara teknis sudah memasuki resesi. Tercatat pada kuartal I 2022 perekonomian AS minus 1,6 persen dan kuartal II 2022 juga terkontraksi 0,9 persen.
“Amerika negatif growth kuartal II teknik masuk resesi. RRT seminggu yang lalu keluar dengan growth kuartal II yang nyaris nol,” kata Menkeu dalam acara seremoni Dies Natalis VII Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN pada 29 Juli 2022.
Advertisement
Apa definisi resesi?
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo pernah menerangkan, tolak ukur utama sebuah negara bisa dikatakan sedang mengalami masa resesi yakni ketika tingkat pertumbuhan ekonomi negatif untuk dua kuartal berturut-turut atau lebih.
"Resesi itu pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut. Tidak ada (indikator lain)," kata kepada Liputan6.com, pada Rabu 24 Juni 2020.
Senada, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari menjelaskan, definisi technical recession terjadi ketika suatu negara mengalaminya selama dua kuartal atau lebih.
Pengertian menurut KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian resesi adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti); menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri).
Dikutip dari laman ojk.go.id, arti resesi ekonomi atau resesi adalah suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk. Hal ini ditandai dengan adanya penurunan produk domestik bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Sedangkan menurut Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER), resesi adalah penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian, berlangsung lebih dari beberapa bulan. Penurunan ini terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran.
Dengan kata lain, resesi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang terjadi secara signifikan dengan periode waktu yang cukup lama, dimulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Ketika suatu negara mengalami resesi, maka tanda-tandanya adalah meningkatnya jumlah pengangguran, menurunnya penjualan ritel, dan kontraksi pendapatan pada bagian manufaktur dalam periode yang cukup lama
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penyebab Resesi
Berikut terdapat beberapa penyebab resesi, antara lain:
1. Guncangan ekonomi
Guncangan ekonomi adalah masalah kejutan yang menimbulkan kerusakan finansial yang serius. Sebagai contoh, pada 1970-an, OPEC memutus pasokan minyak ke AS tanpa peringatan, menyebabkan resesi, belum lagi antrean yang tak ada habisnya di pompa bensin. Wabah virus korona, yang mematikan ekonomi di seluruh dunia, adalah contoh terbaru dari guncangan ekonomi yang tiba-tiba.
2. Utang yang berlebihan
Ketika individu atau bisnis memiliki terlalu banyak hutang, biaya untuk membayar hutang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka. Meningkatnya utang tak terbayar dan kebangkrutan kemudian membalikkan perekonomian. Gelembung perumahan yang menyebabkan resesi hebat adalah contoh utama dari utang yang berlebihan yang menyebabkan resesi.
3. Inflasi
Inflasi adalah tren harga yang stabil dan naik dari waktu ke waktu. Inflasi sebenarnya bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya. Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan aktivitas ekonomi.
Inflasi yang tidak terkendali adalah masalah yang terus berlanjut di AS pada tahun 1970-an. Untuk memutus siklus tersebut, Federal Reserve dengan cepat menaikkan suku bunga, yang menyebabkan resesi.
4. Deflasi
Meskipun inflasi yang tak terkendali dapat menyebabkan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk. Deflasi adalah saat harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah menyusut, yang selanjutnya menekan harga. Ketika lingkaran umpan balik deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti berbelanja, inilah yang menjadi penyebab rusaknya ekonomi.
5. Perubahan teknologi
Penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode penyesuaian jangka pendek untuk terobosan teknologi. Pada abad ke-19, ada gelombang peningkatan teknologi hemat tenaga kerja. Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit. Saat ini, beberapa ekonomi khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.
6. Gelembung Aset Pecah
Gelembung aset juga menjadi salah satu penyebab resesi ekonomi. Fenomena gelembung aset biasanya terjadi di pasar saham dan properti. Investor mengambil keputusan gegabah yang akhirnya merusak pasar. Dalam hal ini, investor bisa menjadi terlalu optimis selama ekonomi kuat hingga akhirnya gelembung aset pecah dan terjadilah panic selling.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Dampak Resesi
Dikutip dari keterangan National Bureau of Economic Research (NBER), secara umum apa itu resesi terjadi ketika negara masuk dalam periode jatuhnya aktivitas ekonomi, tersebar di seluruh sektor ekonomi, dan sudah berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, umumnya lebih dari 3 bulan.
Dengan begitu, dampak dari resesi adalah akan sangat terasa dalam bidang perekonomian. Dampak resesi ini dapat berpengaruh pada masyarakat dan perusahaan. Berikut penjelasan dampak resesi.
1. Dampak Resesi terhadap Pemerintah
Dampak resesi ekonomi terhadap pemerintah yang paling signifikan adalah pendapatan negara dari pajak dan non pajak menjadi lebih rendah. Hal ini terjadi karena penghasilan masyarakat menurun hingga harga properti yang anjlok dan akhirnya memicu rendahnya jumlah PPN ke kas negara.
Dengan pendapatan negara sedang merosot, di sini pemerintah terus dituntut untuk membuka lapangan pekerjaan sebanyak mungkin karena jumlah pengangguran yang meningkat. Akibatnya, pinjaman ke bank asing akan meningkat, dan menyebabkan utang negara semakin menumpuk.
2. Dampak Resesi untuk Perusahaan
Dampak resesi untuk perusahaan adalah bisnis akan berpotensi bangkrut. Ketika terjadi resesi, maka daya beli masyarakat menurun dan pendapatan perusahaan bakal semakin kecil. Kondisi ini yang bakal mengancam kelancaran arus kas. Tak dipungkiri akan ada perang harga untuk mempertahankan perusahaan supaya tidak bangkrut. Namun opsi ini dianggap kurang menguntungkan, sehingga perusahaan lebih memilih menutup area bisnis yang kurang menguntungkan hingga memotong biaya operasional.
3. Dampak Resesi terhadap Masyarakat
Selanjutnya, dampak resesi terhadap masyarakat atau pekerja adalah terjadi banyak PHK. Artinya dengan banyaknya PHK, maka pengangguran semakin meningkat. Padahal, mereka dituntut untuk terus memenuhi kebutuhan hidup di tengah resesi ekonomi. Di sisi lain, bagi pekerja yang tidak terkena PHK juga terancam terkena pemotongan upah dan hak kerja lainnya saat resesi ekonomi terjadi.
3 Penyebab Utama Resesi Global
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi global di tengah inflasi yang tinggi di sejumlah negara dan dampak dari perang Rusia-Ukraina. IMF meramal ekonomi dunia tumbuh 3,2 persen di 2022. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan perkiraan pada April 2022.
Peneliti CORE Indonesia Muhammad Ishak menjelaskan, ada 3 penyebab utama IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global dan bahkan penyebab ini bisa mengakibatkan resesi global di 2022.
Pertama harga komoditas yang meningkat tajam, kedua kebijakan moneter ketat di berbagai negara dan ketiga zero covid policy di China.
“Beberapa sustain harga komoditas yang berlangsung saat ini apakah trendnya akan mengalami kenaikan stabil atau mengalami penurunan,” ujar Peneliti CORE Indonesia, Muhammad Ishak, dalam acara “Menjaga Pemulihan Domestik di Tengah Potensi Resesi Global” Rabu (27/7/2022).
Menurut Ishak, secara spesifik Indonesia memiliki negara tujuan ekspor seperti Amerika Serikat, China, Jepang, Uni Eropa. Jika terjadi potensi resesi ataupun perlambatan ekonomi maka juga berdampak kepada kegiatan ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut.
“Konsekuensinya ini akan terjadi perlambatan ekonomi, karena nantinya pengeluaran rumah tangga akan turun dan investasi menurun,” terang Ishak.
Advertisement