Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan penyelewengan dana kemanusiaan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) masih terus bergulir. Polisi pun telah menetapkan emat orang tersangka yaitu mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, anggota pembina ACT Hariyana Hermain (HH), dan anggota Pembina ACT Novariadi Imam Akbari (NIA).
Usai penetapan tersangka, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri pun melakukan penahanan.
"Pada malam hari ini jam 20.00, kami selesai melaksanakan gelar perkara terkait dengan para tersangka yang diperiksa hari ini sebagai tersangka, penyidik memutuskan melakukan proses penahanan terhadap empat tersangka tersebut," kata Dir Tipideksus Bareskrim Polri Whisnu Hermawan kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat 29 Juli 2022.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Whisnu, penahanan terhadap keempat tersangka dilakukan karena dikhawatirkan bakal menghilangkan barang bukti. Sebab ada dugaan para tersangka mencoba menghilangkan barang bukti.
"Karena terbukti minggu lalu kami melaksanakan geledah di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut. Sehingga, kekhawatiran penyidik terhadap para tersangka tersebut akan menghilangkan barang bukti," papar dia.
Kemudian, Whisnu mengatakan, penyidikan yang dilakukan oleh pihaknya terkait dugaan penyelewengan dana ACT berdasarkan model a dan b.
Sementara itu, yayasan ACT telah mengelola dana umat hingga mencapai Rp 2 triliun. Jumlah ini tercatat sejak perode tahun 2005 hingga 2020.
Berikut sederet fakta terkini kasus dugaan penyelewengan dana kemanusiaan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dihimpun Liputan6.com:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
1. Polisi Tahan Empat Tersangka Selama 20 Hari
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka penyelewengan dana kemanusiaan di Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Mereka yang ditahan sebelumnya telah ditetapkan oleh Bareskrim Polri sebagai tersangka. Mereka adalah bekas petinggi ACT Ahyudin, Presiden ACT Ibnu Khajar, Hariyana Hermain, dan Novariadi Imam Akbari.
"Pada malam hari ini jam 20.00, kami selesai melaksanakan gelar perkara terkait dengan para tersangka yang diperiksa hari ini sebagai tersangka, penyidik memutuskan melakukan proses penahanan terhadap empat tersangka tersebut," kata Dir Tipideksus Bareskrim Polri Whisnu Hermawan kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat 29 Juli 2022.
Jenderal bintang satu ini menyebut, penahanan ini akan dilakukan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Penahanan dilakukan selama 20 hari ke depan, dan bisa diperpanjang.
"Penahanannya akan dilaksanakan di Bareskrim sini, selama 20 hari ke depan," sebut Whisnu.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
2. Alasan Penahanan
Whisnu menjelaskan, alasan penahanan terhadap para tersangka tersebut karena dikhawatirkan bakal menghilangkan barang bukti. Sebab ada dugaan para tersangka mencoba menghilangkan barang bukti.
"Karena terbukti minggu lalu kami melaksanakan geledah di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut. Sehingga, kekhawatiran penyidik terhadap para tersangka tersebut akan menghilangkan barang bukti," kata dia.
"Dan hari ini, malam ini sesuai dengan putusan gelar perkara akan dilakukan penahanan terhadap empat tersangka dalam perkara ACT tersebut," sambung Whisnu.
Whisnu memaparkan pihaknya juga dalam waktu dekat akan menggelar jumpa pers terkait kasus ACT ini, beserta dengan barang bukti yang diduga hasil penyelewengan dana masyarakat.
"Nanti akan dilaksanakan minggu depan, bersama dengan barang bukti juga akan disampaikan juga berapa uang yang sudah kita blokir, barang bukti dokumen yang benda tidak bergerak dan benda bergerak, artinya keputusan ini sudah sesuai dengan persangkaan yang disangkakan kepada tersangka tersebut," terang dia.
3. Beberkan Penyidikan ACT Berdasarkan Dua Model Laporan
Kemudian Whisnu mengatakan, penyidikan yang dilakukan oleh pihaknya terkait penyelewengan dana ACT berdasarkan model a dan b.
Untuk laporan polisi model A merupakan laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau mengalami langsung peristiwa yang terjadi.
Sedangkan, laporan polisi model B yang merupakan laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas laporan/pengaduan yang diterima dari masyarakat.
"Jadi dasar penyidikan kita, dari laporan polisi model a dan model b, ada korbannya terkait dengan Boeing, terkait dengan penggunaan dana yang tidak sesuai dengan peruntukannya," kata Whisnu.
"Kita memantau, melihat dugaan laporan dari PPATK pun kita masukan bahwa disitu ada dugaan cukup besar digunakan oleh para pejabat ACT tersebut," sambungnya.
Menurutnya, ada pihak Boeing yang melaporkan kejadian tersebut. Namun, belum diketahui apakah pihak perusahaan Boeing atau keluarga korban yang mendapatkan bantuan dari Boeing terkait kecelakaan JT610.
"Ada (Boeing laporkan), ada sebagai saksi," ujar Whisnu.
"Iya (Boeing dirugiin), ada masyarakat yang melaporkan tidak sesuainya dana dari Boeing untuk peruntukan pembangunan yang direncanakan," tutupnya.
Advertisement
4. Sebut Total Donasi yang Dikumpulkan ACT Capai Rp 2 Triliun, Dipotong Rp 450 Miliar
Sementara itu, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen pol Ahmad Ramadhan mengatakan, yayasan kemanusiaan ACT telah mengelola dana umat hingga mencapai Rp 2 triliun. Jumlah ini tercatat sejak perode tahun 2005 hingga 2020.
Adapun ACT belakangan menjadi sorotan lantaran diduga terjadi penyelewengan dana donasi dari masyarakat. Penyelewengan dana donasi tersebut diduga untuk kepentingan pribadi para pejabat yayasan kemanusiaan tersebut.
Polisi juga telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus penyelewengan dana kemanusiaan ACT. Dua di antaranya adalah mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar.
"Berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa ternyata dana yang dikelola oleh yayasan ACT selain Rp 103 miliar, penyidik juga menemukan fakta bahwa yayasan ini mengelola dana umat yang nilainya sebesar kurang lebih Rp 2 triliun," kata Ramadhan.
Dari jumlah tersebut, ternyata telah dilakukan pemotongan oleh ACT mencapai sebesar Rp 450 miliar. Pemotongan itu disebutnya digunakan untuk keperluan operasional yayasan.
"Di mana sumber anggaran operasional didapat dari pemotongan yang dilakukan oleh pengurus yayasan. Pada tahun 2015 sampai 2019 dasar yang dipakai oleh yayasan, untuk memotong adalah surat keputusan dari pengawas dan pembina ACT dengan pemotong berkisar 20-30 persen," beber dia.
"Kemudian pada tahun 2020 sampai sekarang berdasarkan opini komite dewan syari'ah yayasan ACT pemotongannya sebesar 30 persen," sambungnya.
Sehingga, untuk total uang yang masuk ke ACT sejak tahun 2005 hingga 2020 mencapai Rp 2 triliun dan dipotong Rp 450 miliar.
"Sehingga total donasi yang masuk ke yayasan ACT dari tahun 2005 sampai tahun 2020 sekitar Rp 2 triliun, dan dari Rp 2 triliun ini donasi yang dipotong senilai Rp 450 miliar atau sekitar 25 persen dari seluruh total yang dikumpulkan," tegas Ramadhan.